tag:blogger.com,1999:blog-30738533688497733642024-02-18T20:37:33.127-08:00LPPM Universitas AKI SemarangLembaga Penelitian dan Pengabdian kepada MasyarakatLPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.comBlogger23125tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-89141059030216729992011-09-01T19:04:00.000-07:002012-08-06T19:13:03.339-07:00Strategi Adaptasi Perubahan Iklim Bagi Masyarakat Pesisir<i>Jurnal Sains dan Teknologi MARITIM (ISSN : 1412-6828)<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></i><br />
<i>Volume X, Nomor 1 September 20011 (Halaman 1-11)</i><br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari SE,MM</div><div style="text-align: center;">Staf Pengajar UNAKI Semarang</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>ABSTRAK</b></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>Pemanasan global yang terjadi menyebabkan kenaikan suhu permukaan laut yang kemudian mengakibatkan terjadinya pemuaian air laut. Hal ini menyebabkan terganggunya aktivitas melaut para nelayan, yang memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya laut dan pesisir .Penulisan ini bertujuan untuk mengembangkan strategi adaptasi yang dapat diterapkan pada masyarakat nelayan tradisional untuk menyiasati berbagai perubahan ekologis yang disebabkan oleh perubahan iklim global . Strategi adaptasi ini tentunya bukan hanya bermanfaat untuk menyelamatkan perekonomian nelayan tapi juga menjaga ekosistem laut dan pesisir melalui suatu pola pemanfaatan yang lestari. Dari beberapa literature hasil penelitian dan hasil wawancara secara mendalam dengan masyarakat pesisir menunjukkan bahwa strategi adaptasi sangat efektif untuk mengurangi masalah yang terjadi pada masyarakat pesisir akibat perubahan iklim. Strategi adaptasi tersebut meliputi strategi adaptasi fisik, , adaptasi sosial ekonomi dan adaptasi sumberdaya manusia baik secara proaktif dan reaktif.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Kata Kunci<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>: Strategi Adaptasi fisik ,Adaptasi Sosial Ekonomi dan Adaptasi Sumberdaya Manusia</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><b>I. PENDAHULUAN</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1.1 Latar Belakang Penulisan</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dampak perubahan iklim global (global climate change) terhadap planet bumi dan kehidupan manusia sebenarnya sudah mulai nampak sejak lima puluh tahun terakhir. Berdasarkan data 1970 – 2004 yang dikumpulkan oleh Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan, bahwa suhu bumi mengalami peningkatan rata-rata 0,20 C per tahun. Periode tahun 2001 – 2010 tercatat sebagai periode sepuluh tahun terpanas sejak pertama kali pencatatan cuaca dilakukan pada 1850. Demikian juga halnya dengan suhu lautan yang turut memanas sejak pertengahan abad-20, sehingga menyebabkan mencairnya raksasa gunung es secara masif di Lautan Artik (Kutub Utara) dan di Lautan Antartika (Kutub Selatan), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan permukaan laut dari -20 cm pada 1950 menjadi +5 cm pada tahun 2000. Dampak yang ditimbulkan oleh fenomena kenaikan permukaan air laut memperlihatkan bahwa aspek mata pencaharian (infrastruktur) masyarakat merupakan hal yang akan terpengaruh oleh perubahan lingkungan yang terjadi dan mempengaruhi kebudayaan masyarakat secara keseluruhan. Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah pengaruh dari perubahan muka air laut terhadap aspek tempat tinggal/hunian masyarakat. Selain naiknya permukaan air laut, kerusakan yang terjadi akibat pemanasan global adalah pemutihan terumbu karang (coral bleaching). Pemutihan terumbu karang ini tentunya mempengaruhi biota laut lainnya yang hidup dalam ekosistem tersebut. Selama ini telah diketahui bahwa terumbu karang merupakan habitat hidup bermacam-macam jenis ikan. Kerusakan terumbu karang yang terjadi dapat mempengaruhi populasi ikan dan kemudian mempengaruhi aktivitas melaut para nelayan (Chen, 2008).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perubahan iklim juga menyebabkan meningkatnya intensitas dan frekuensi badai di lautan dan pesisir (Miller, 2009). Hal ini tentunya juga menyebabkan terganggunya aktivitas melaut para nelayan, bagian dari masyarakat pesisir yang memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap sumberdaya laut dan pesisir. Kondisi perubahan iklim yang mengganggu ekosistem laut tentunya dapat memperburuk kehidupan ekonomi para nelayan yang menggantungkan kehidupan pada penangkapan ikan laut. Kebutuhan manusia yang semakin meningkat, sementara daya dukung alam bersifat terbatas menyebabkan potensi kerusakan sumberdaya alam menjadi semakin besar. Hal ini menjadi suatu kekhawatiran tersendiri mengingat kondisi masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir di berbagai kawasan secara umum ditandai oleh kemiskinan, keterbelakangan sosial-budaya, rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) serta kapasitas berorganisasi masyarakatnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan demikian dibutuhkanlah suatu strategi adaptasi yang dapat diterapkan pada masyarakat nelayan tradisional untuk menyiasati berbagai perubahan ekologis yang disebabkan oleh perubahan iklim global. Strategi adaptasi ini tentunya bukan hanya bermanfaat untuk menyelamatkan perekonomian nelayan tapi juga menjaga ekosistem laut dan pesisir melalui suatu pola pemanfaatan yang lestari.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1.2 Perumusan Masalah</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dampak perubahan iklim yang mengganggu ekosistem laut tentunya dapat memperburuk kehidupan ekonomi para nelayan yang menggantungkan kehidupan pada penangkapan ikan laut. Hal ini menjadi suatu kekhawatiran tersendiri mengingat kondisi masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir di berbagai kawasan secara umum ditandai oleh kemiskinan, keterbelakangan sosial-budaya dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) . Pada kondisi tersebut, apa yang akan dilakukan oleh masyarakat (khususnya yang tinggal di kawasan pantai) agar dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan dan kondisi lingkungan yang baru, akan menjadi issue penting lain yang harus dicermati dengan baik sehingga mereka dapat memperbaiki kondisi ekonominya.</div><div style="text-align: justify;"><b><br />
</b></div><div style="text-align: justify;"><b>II. PEMBAHASAN</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2.1 Masyarakat Pesisir </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah daratan yang berbatasan dengan laut, batas di daratan meliputi daerah–daerah yang tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas di laut adalah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami didaratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut,serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Syarif ,2008).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Secara umum, masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir pantai terdiri atas kelompok masyarakat yang menggantungkan sumber penghidupannya secara langsung atau tidak langsung dari sumber daya pantai/laut dan kelompok masyarakat yang sama sekali tidak tergantung dari sumber daya yang ada di laut/pantai. Pada kelompok yang menggantungkan sumber penghidupannya dari sumber daya laut/pantai, berdasarkan lokasi kegiatannya, dapat dibedakan dua kelompok yaitu kelompok nelayan yang melakukan kegiatan di laut lepas (off-shore) dan di laut dengan jarak relatif dekat dari pantai (in-shore) atau di kawasan pantai itu sendiri (“daratan”). Berdasarkan kegiatannya, dapat dibedakan antara kelompok yang melakukan kegiatan penangkapan ikan (fish capture) dan yang melakukan usaha budi daya (marine/fish culture). Sedangkan kelompok yang tidak tergantung dari sumber daya yang ada di laut/pantai adalah kelompok masyarakat yang tinggal di desa pantai , yang melakukan penangkapan ikan di kawasan Danau Pulau Besar dan Danau bawah yang terdapat di hulu Sungai Rawa. Data mengenai mata pencaharian masyarakat pesisir di Indonesia dapat dilihat dalam tabel berikut ini :</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5PkcHFk4ipMpDhg9KVEIneNPuspHmL8enYG8ttgertvJX_1-ysyhBzlICV8g0E50CYl1Z4JXEbOVgyjX7RIthfbt3qCjvNhAaykSKKbIjzZ0teW8wzZ-3E3PgG2nlm0r0pBUz7r-NLFE/s1600/1.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="250" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5PkcHFk4ipMpDhg9KVEIneNPuspHmL8enYG8ttgertvJX_1-ysyhBzlICV8g0E50CYl1Z4JXEbOVgyjX7RIthfbt3qCjvNhAaykSKKbIjzZ0teW8wzZ-3E3PgG2nlm0r0pBUz7r-NLFE/s640/1.JPG" width="640" /></a></div><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sumber : Data diolah dari kementerian Kelautan dan Perikanan 2010</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Mereka mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal. Dari tabel 2.1 jumlah nelayan dari sub sektor perikanan tangkap mengalami kenaikan 1.5 %</div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaqz7hTsVxx0v7KEr5JBYHVrJqaBjzgzA60EojtYWF5Pxa1rh-EB-k3eRqJ8Wj1zxzQQEuDdNmf71bLYLotJ0YF54yCqs4mMrfgUdsFQGPLVRKTQV8wlSmbCEmm_vvZ83BvNIsysTjnb4/s1600/2.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="346" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaqz7hTsVxx0v7KEr5JBYHVrJqaBjzgzA60EojtYWF5Pxa1rh-EB-k3eRqJ8Wj1zxzQQEuDdNmf71bLYLotJ0YF54yCqs4mMrfgUdsFQGPLVRKTQV8wlSmbCEmm_vvZ83BvNIsysTjnb4/s640/2.JPG" width="640" /></a></div><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;">Sumber : Data diolah dari kementerian kelautan dan Perikanan 2010</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Masyarakat nelayan budidaya / tambak yaitu masyarakat nelayan yang melakukan usaha budi daya (marine/fish culture) / pengolah.. Dari tabel 2.2 jumlah pembudidaya mengalami kenaikan 3.5 %</div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1jMqRgGpQhYqEY9FSgr2Flr-HTcSAgWyIV4phwa8Vfop7obuic-a9cigWffRZEwRs-ehxaeUpgWYPZJUOQzrsZkzfJVKK9fk06hGGSr6dXo8CBdGm8PPJpnsQZd-BGTB2Pn7ZbBc2Q-I/s1600/3.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="186" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1jMqRgGpQhYqEY9FSgr2Flr-HTcSAgWyIV4phwa8Vfop7obuic-a9cigWffRZEwRs-ehxaeUpgWYPZJUOQzrsZkzfJVKK9fk06hGGSr6dXo8CBdGm8PPJpnsQZd-BGTB2Pn7ZbBc2Q-I/s640/3.JPG" width="640" /></a></div><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;">Sumber : Data diolah dari kementerian kelautan dan Perikanan 2010</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Masyarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan buruh yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Mereka sebagai tenaga kerja yang membantu pengolahan/produksi dan pemasaran . Dari tabel 2.3 jumlah tenaga kerja pengolahan dan pemasaran hasil perikanan mengalami kenaikan 10.85 %</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2.2 Dampak Perubahan Iklim Bagi Masyarakat Pesisir</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan negara yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Perubahan iklim global, telah diyakini berdampak buruk bagi kelangsungan hidup manusia di berbagai wilayah dunia. Wilayah pesisir adalah wilayah yang paling rentan terkena dampak buruk pemanasan global sebagai akumulasi pengaruh daratan dan lautan. Kerugian yang diderita nelayan tradisional akibat kegagalan negara menjalankan agenda adaptasi dan mitigasi mencapai lebih dari 73 triliun per tahun, fakta tersebut menunjukkan bahwa produktivitas tangkapan nelayan makin menurun dan menjadikan nelayan semakin jauh menangkap ikan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam ringkasan teknisnya, Intergovernmental Panel on Climate Change, suatu panel ahli untuk isu perubahan iklim, menyebutkan deskripsi pengaruh perubahan iklim terhadap wilayah pesisir dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :</div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc0S5CEFdqPCD8RnduUOgfYwLJLmjQ_kToBeHDtcfxtVUBLhjflBG0-65gSdY0oaJbD64q_lV8lYcY17VmSxyfUC5KlssGmOW50hOC71YUxR5khenmhr4UmOA_5ckUo-L-uxATHHlJ3mI/s1600/4.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="332" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgc0S5CEFdqPCD8RnduUOgfYwLJLmjQ_kToBeHDtcfxtVUBLhjflBG0-65gSdY0oaJbD64q_lV8lYcY17VmSxyfUC5KlssGmOW50hOC71YUxR5khenmhr4UmOA_5ckUo-L-uxATHHlJ3mI/s640/4.JPG" width="640" /></a></div><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Gambar 2.1. Deskripsi pengaruh peubahan iklim terhadap wilayah pesisir (IPCC, 2007).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Secara umum dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam kemungkinan dampak perubahan iklim bagi masyarakat pesisir antara lain :</div><div style="text-align: justify;"><br />
<ol><li>Dampak fisik; peningkatan kerusakan karena banjir dan gelombang pasang, erosi pantai dan peningkatan sedimentasi, perubahan kecepatan aliran sungai,meningkatnya gelombang laut, dan meningkatnya keamblesan (subsidence) tanah.Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah dengan pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakaran maupun akibat penggundulan.Data dari KIARA di Sibolga, Pantai Barat Sumatera, Langkat dan Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Tarakan, Kalimantan Timur bagian Utara, Teluk Jakarta, Pantai Utara Jawa, Kendal, Jawa Tengah, Kota Baru, Kalimantan Selatan, dan Teluk Manado, Sulawesi Utara, ditemukan banyak fakta merugikan antara lain : <ul><li>Frekuensi melaut nelayan tradisional turun dari 240 – 300 hari , menjadi hanya 160 – 180 hari per tahun.</li>
<li>Sedikitnya 68 orang nelayan tradisional Indonesia dinyatakan hilang dan meninggal dunia akibat cuaca ektrem.</li>
<li>Pendapatan nelayan tradisional turun pada kisaran: 50 – 70% (Rp 0 – Rp 40 ribu).</li>
<li>Kerugian di sektor perikanan tradisional berkisar antara Rp 56 Triliun – Rp 73 Triliun, dengan total jumlah nelayan tangkap tradisional per 2009 sejumlah 2,752,490 jiwa.</li>
</ul></li>
<li>Dampak ekologis; hilang/mengurangnya wilayah genangan (wetland) di wilayah pesisir, intrusi air laut, evaporasi kolam garam, hilang/mengurangnya tanaman pesisir, hilangnya habitat pesisir, berkurangnya lahan yang dapat ditanami, dan hilangnya biomassa non-perdagangan. Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan. Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utara.</li>
<li>Dampak sosio-ekonomis; terpengaruhnya lingkungan permukiman, kerusakan/hilangnya sarana dan prasarana. Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaranya adalah : </li>
<ul><li>Gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantura Jawa dan Timur-Selatan Sumatera.</li>
<li>Genangan terhadap permukiman penduduk pada kota-kota pesisir yang berada pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesisir di Papua.</li>
<li>Hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307 juta ; gambaran ini bahkan menjadi lebih buruk apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-sentra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja dari keseluruhan luas wilayah nasional.</li>
</ul></ol><div>2.3 Strategi Adaptasi Perubahan Iklim</div><div><br />
</div><div>Adaptasi menurut Hardesty (1997) adalah “Adaptation is the process through which beneficial relationships are established and maintained between an organism and its environment”. Sementara itu para ahli ekologi budaya (cultural ecologists) mendefinisikan bahwa adaptasi adalah suatu strategi penyesuaian diri yang digunakan manusia selama hidupnya untuk merespon terhadap perubahan-perubahan lingkungan dan sosial (Alland 1995).</div><div><br />
</div><div>Suatu populasi di suatu ekosistem tertentu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan dengan cara-cara yang spesifik. Ketika suatu populasi/masyarakat mulai menyesuaikan diri terhadap suatu lingkungan yang baru, suatu proses perubahan akan dimulai dan (mungkin) membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menyesuaikan diri (Moran 1982). Sedangkan, adaptasi perubahan iklim adalah upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim baik yang sifatnya antisipatif (preventif) maupun reaktif (kuratif).</div><div><br />
</div><div>Kerangka konsep adaptasi, secara teoritis dapat dikemukakan bahwa masyarakat akan selalu merespon perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi sebagai perwujudan adaptasinya terhadap lingkungan. Strategi adaptasi perubahan iklim yang nantinya juga bergantung pada jenis dan besaran dampak yang ditimbulkan akibat perubahan lingkungan yang terjadi.</div><div><br />
</div><div>2.4 Strategi Adaptasi Fisik</div><div><br />
</div><div>Adaptasi perubahan iklim adalah upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim baik yang sifatnya antisipatif (preventif) maupun reaktif (kuratif). Pada dasarnya, ada dua strategi adaptasi yang dapat dilakukan di lingkup sektor kelautan dan perikanan dalam meminimalisir atau bahkan menghindari dampak negatip perubahan iklim global antara lain :</div><div><ol><li>Pendekatan proaktif yaitu dengan menanam tanaman (mangrove dan tumbuhan pantai lainnya) atau bangunan (pemecah gelombang, groin, pematang, dan lainnya) yang secara langsung dapat menahan kenaikan muka laut, hantaman gelombang besar dan rob. Untuk perlindungan, pilihan yang tampaknya paling meyakinkan adalah mendirikan bangunan yang kukuh seperti tanggul di laut, namun selain sangat mahal tindakan ini dapat memberikan efek samping seperti erosi dan sedimentasi. Karena itu, umumnya ada berbagai pilihan yang lebih ‘lunak’ seperti menciptakan atau memulihkan wilayah rawa pesisir dan menanam berbagai varietas mangrove dan vegetasi yang dapat mengatasi perubahan salinitas yang ekstrem.</li>
<li>Pendekatan reaktif yaitu dampak perubahan iklim yang diterima oleh masyarakat nelayan yang memancing pola-pola adaptasi yang bersifat reaktif, antara lain : </li>
<ul><li>-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Para nelayan melakukan strategi adaptasi yang biasa disebut dengan strategi mengejar musim. Strategi ini merupakan bentuk adaptasi yang dilakukan oleh nelayan apabila di wilayah perairan sekitarmengalami masa paceklik. Pola adaptasi seperti ini sebenarnya akan lebih optimal jika disertaiadaptasi yang lebih sistematis berupa penerapan teknologi dalam memprediksilokasi ikan. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyediakan Peta Daerah Penangkapan Ikan (PDPI) yang dapat diakses dengan mudah melalui situsresmi KKP. Peta ini dikeluarkan langsung oleh Balai Riset dan Observasi Kelautan, Puslitbang Sumberdaya Laut dan Pesisir, Balitbang Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan, dan merupakan hasil dari analisis data satelit oseanografi berupa kesuburan, suhu, tinggi dan arus permukaan laut,serta data angin dan gelombang yang dikeluarkan oleh BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika). Peta ini dikeluarkan dengan tujuanmembantu nelayan memprediksikan wilayah-wilayah penangkapan ikan yang potensial di masa-masa tertentu. Namun pada kenyataannya, hanya nelayan modern saja yang memanfaatkan informasi ini. Sementara nelayan tradisional masih memanfaatkan pengetahuan lokal mereka yang terkadang sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan dalam keadaan iklim yang berubah-ubah secara ekstrim seperti saat ini ( Ratna , 2011 ).</li>
<li>Pertumbuhan penduduk yang tinggi mendorong penduduk di kawasan pantai untuk merambah/membuka kawasan hutan , mangrove atau “menciptakan” lahan-lahan baru yang dapat digunakan sebagai lokasi permukiman dan, terutama, sebagai lahan usaha. Sebagai contoh, di beberapa tempat seperti di kawasan pantai Kabupaten Bekasi, masyarakat dengan sengaja membuat jebakan-jebakan sedimen lumpur di pantai untuk mendapatkan lahan baru atau memperluas lahan yang sudah ada untuk kepentingan kegiatan tambak. Sejalan dengan munculnya lahan-lahan baru (“tanah timbul”), mereka juga mengembangkan permukimannya. Upaya seperti ini dilakukan oleh masyarakat sebagai respon atas semakin terbatasnya lahan yang mereka miliki/kuasai.</li>
<li>Pengelolaan terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem , potensi, tata ruang wilayah, status hukum dan kearifan masyarakat pesisir melalui program pengembangan sistem informasi dan pemetaan mengenai keberadaan terumbu karang, pemanfaatandan pengelolaan ekosistem terumbu karang , pengembangan penelitian dan pengkajian ekosistem terumbu karang, pengklasifikasian dan pengelompokan seluruh gugusan terumbu karang kedalam beberapa jenis katagori pengelolaan, pembuatan program percontohan untuk tiap jenis katagori pengelolaan serta perlindungan dan pelestarian gugusan terumbu karang yang memiliki nilai tinggi dari sudut pandang regional, nasional maupun internasional.</li>
</ul></ol><div>2.5 Strategi Adaptasi Sosial-Ekonomi</div></div><div><br />
</div><div>Terdapat dua strategi adaptasi sosial ekonomi yang dapat dilakukan di lingkup sektor kelautan dan perikanan dalam meminimalisir atau bahkan menghindari dampak negatif perubahan iklim global yaitu :</div><div><br />
</div><div>1. Strategi Proaktif</div><div><br />
</div><div>Strategi proaktif dapat dilakukan dengan penggunaan bioteknologi di bidang budidaya tanaman, misalnya dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia, pestisida dan lain-lain. Pemerintah harus lebih promotif terhadap penggunaan bioteknologi untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan sebagainya, dengan tujuan utama untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan masyarakat Indonesia. </div><div><br />
</div><div>2. Strategi Reaktif</div><div><br />
</div><div>Dengan pendekatan reaktif atau melakukan penyesuaian baik secara fisik maupun sosial-ekonomi dan budaya hidup. Contohnya adalah: </div><div><ol><li>Masyarakat pesisir beralih ke mata pencaharian lain yang kemungkinan tidak akan terkena dampak perubahan iklim, Salah satu contohnya adalah mencari kepiting bakau menggunakan perahu (sampan) atau jaring kepiting dan umpan tertentu. Pencarian kepiting di wilayah mangrove cenderung lebih aman, tidak terlalu tergantung pada cuaca dan tidak membutuhkan biaya produksi yang besar. Selain kepiting bakau, komoditas lain yang dapat diperoleh dari wilayah mangrove adalah ikan belanak serta kerang atau totok. Kerang totok ini adalah sejenis kerang hidup di wilayah pasang surut serta sekitar mangrove. </li>
<li>Pengembangan spesies budidaya yang tahan terhadap kenaikan suhu, banjir, dan dampak perubahan iklim lainnya (misalnya melalui rekayasa genetik dan aklimatisasi). Pengembangan spesies budidaya tersebut antara lain : </li>
<ul><li>-<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Masyarakat yang tidak mampu menjelajah laut lepas, mereka dapat memilih berusaha budidaya rumput laut.Dewasa ini kegiatan budidaya laut yang sudah dikembangkan secara luas oleh masyarakat pesisir adalah kegiatan budidaya rumput laut. Menurut pengakuan dari beberapa petani rumput laut, mereka mengemukakan bahwa kegiatan budidaya rumput laut sudah banyak membatu dan memberikan hasil bagi masyarakat pesisir dalam meningkatkan pendapatan ekonominya. Produksi rumput laut tahun 2004 sebanyak 1.267 ton kering dengan nilai produksi sekitar Rp. 6.335.000.000,- (enam milyard tiga ratus tiga puluh lima juta rupiah). Namun demikian terdapat fenomena lain yang timbul pada masyarakat di wilayah pesisir yang berkaitan dengan semakin maraknya perkembangan usaha budidaya rumput laut adalah klaim masyarakat terhadap penggunaan lahan untuk kegiatan budidaya rumput laut. Fenomena ini tidak hanya terjadi antara sesama petani rumput laut, melainkan juga antara nelayan-nelayan tangkap dengan petani rumput laut ( Syarif, 2008 ). Perahu-perahu para nelayan tangkapan mengalami kesulitan dalam mobilisasi keluar masuk karena kegiatan budidaya rumput laut dengan menggunakan sistem long line. Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari belum adanya rencana tata ruang wilayah pesisir bersama zona-zona pemanfaatannya. Untuk tidak menimbulkan dampak yang lebih luas yang mengarah kepada konflik horisontal terhadap pemanfaatan ruang wilayah pesisir, maka diharapkan Pemerintah baik eksekutif maupun legislatis dengan otoritas dan kewenangan yang dimiliki dapat segera membuat perangkat peraturan dalam bentuk Peraturan Daerah sehingga dampak yang mungkin ditimbulkan dari fenomena tersebut diatas dapat diantisipasi sedini mungkin.</li>
<li>Budidaya pembesaran kerapu dengan sistem jaring keramba apung (JKA) dan menggunakan benih alamiah. Kegiatan budidaya ini agak membutuhkan teknologi dan keterampilan serta investasi modal yang cukup sehingga belum banyak nelayan yang berorientasi kekegiatan ini. Namun menurut pengamatan kegiatan ini harus melalui pendampingan dan menurut pengakuan mereka bahwa kegiatan semacam ini akan sangat membantu mereka dalam mengembangkan dan meningkatkan pendapatannya terutama ketika mereka tidak melaut, apalagi harga komoditas ini cukup menjanjikan.</li>
<li>Sedangkan alternatif lainnya adalah budidaya kerang mutiara yang sudah ada sejak tahun 1999.</li>
</ul></ol><div>3. Pengembangan teknologi produksi (perikanan tangkap maupun perikanan budidaya)</div><div><br />
</div><div>Armada penangkapan merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah dan hasil tangkapan nelayan. Bagi nelayan tangkap yang usaha menangkap ikan di laut lepas armada penangkapan merupakan faktor yang sangat menentukan. Pada tahun 2003 dan 2004 terjadi peningkatan jenis armada penangkapan motor tempel. Kondisi ini terjadi karena ketika itu munculnya Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) sehingga banyak kelompok nelayan terbentuk, akibatnya banyak nelayan yang kurang memiliki dukungan modal beralih dan terlibat pada program ini. Selain itu, pada tahun 2003 dan 2004 di NTT terdapat Program GEMALA (Gerakan Masuk Laut)yang dicanangkan oleh pemerintah NTT, maka banyak masyarakat pesisir yang sudah mulai berorientasi ke laut. Sama halnya dengan armada penangkapan, jenis dan alat tangkap juga merupakan faktor penting bagi nelayan tangkap dalam menentukan hasil usaha penangkapan. Ada beberapa alat tangkap yang dapat digunakan antara lain purse siene. Gill Net, Bagan, Pancing ( peralatan ini merupakan peralatan yang hampir dimiliki oleh semua nelayan dan merupakan peralatan yang jumlahnya paling banyak disamping gill net ), Bubu dan Rumpon ( merupakan alat bantu penangkapan yang cukup banyak dimiliki oleh para nelayan, menempati urutan kedua setelah purse siene).</div><div><br />
</div><div>2.6 Strategi Adaptasi Sumberdaya Manusia</div><div><br />
</div><div>Perkembangan jumlah sumberdaya manusia nelayan sampai pada tahun 2009 cenderung mengalami peningkatan, namun kondisi ini belum secara signifikan mempengaruhi besarnya hasil upaya penangkapan maupun kegiatan budidaya perikanan. Penambahan jumlah nelayan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kualitas keterampilan nelayan maupun armada dan jenis peralatan tangkap. Strategi adaptasi perubahan iklim meliputi :</div><div><br />
</div><div>1. Manajemen pasca panen</div><div><br />
</div><div>Sarana, prasarana dan tingkat keterampilan nelayan dalan pengelolaan pasca panen perikanan merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas dan standart mutu hasil pengolahan. Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung dan melalui wawancara dengan para nelayan, maupun pihak-pihak terkait dalam pengelolaan perikanan di peroleh informasi bahwa dari produksi perikanan tangkap yang dihasil oleh para nelayan, sebagian dipasarkan dalam bentuk ikan segar, dikonsumsi dan lainnya diolah dengan cara dikeringkan dengan cara yang relatif masih sederhana dan tradisional. Penanganan perikanan yang baik harus memperhatikan mulai dari penangkapan ikan di atas kapal atau perahu sampai pada ikan tersebut siap diolah lebih lanjut atau dipasarkan ( Syarif, 2008 ). Kapal-kapal ikan yang beroperasi umumnya terdiri atas duakelompok yakni :</div><div><ul><li>Kelompok pertama adalah kapal milik nelayan tradisonal yang menangkap dan mendaratkan ikan hasil tangkapannya. Kelompok kapal jenis iniumumnya belum memiliki palka penyimpanan dan persediaan es sehingga lama waktu operasi hanya satu hari saja (only one day fishing) yakni berangkat sore dan pulang pagi hari. Kapal atau perahu-perahu jenis ini, ikan hasil tangkapan biasanya tidak disortir terlebih dahulu menurut ukuran dan jenisnya dan disimpan saja di dalam perahu yang tidakdiberi es, sehingga para nelayan berusaha untuk segera mendaratkan ikan hasil tangkapannya di sepanjang pantai terdekat dengan pemukiman penduduk atau desa tempat tinggal mereka. Selanjutnya hasil penangkapan tersebut umumnya nelayan menjualnya di pasar tradisional (pasar desa) dengan cara tunai maupun dengancara barter. Proses pengeringan masih sangat tradisional, sehingga belum menghasilkan hasil pengolahan yang berkualitas dan hygienis. Keadaan ini terlebih pada saat puncak musim ikan, dimana penanganan pasca panen hanya dilakukan dengan cara menjemur langsung diatas pasir yang sangat bergantung pada ada tidaknya sinar matahari.</li>
<li>Kelompok kedua adalah jenis kapal yang sudah memadai dan memenuhi standart mutu yakni kapal penangkap ikan tuna dan cakalang dengan alat tangkap (pole and line). Kapal-kapal jenis inimemiliki kapasitas penangkapan kurang lebih 4 sampai 5 ton dan kesegaran ikan tetapdipertahankan karena memiliki palka berinsulasi sebanyak 2 buah dengan membawa essebanyak 1.600 kg atau 40 balok es (@ 40 kg/balok). Dengan demikian teknik penanaganan ikan di atas kapal sudah memenuhi persyaratan dan standart mutu sehingga kualitas dan kesegaran ikan tetap terpelihara sampai ikan tersebut didaratkan. Selain itu, harus diakui bahwa pemantauan terhadap kualitas produk pengolahan hasil perikanan belum ada karena institusi yang menangani hal-hal yang berkaitan dengan kualitas pengolahan sebagai lembaga penjamin mutu belum dimiliki oleh Dinas Perikanandan Kelautan. Meskipun masih terdapat keterbatasan baik sumberdaya manusia maupun sarana dan prasarana pengolahan, namun sudah terdapat beberapa jenis produk olahan yang dapat diproduksi dan dapat dipasarkan di beberapa tempat di Indonesia dengan kapasitas produksi yang dapat menjawab permintaan.</li>
</ul><div>2. Pola Nafkah Ganda</div></div></div><div><br />
</div><div>Optimalisasi tenaga kerja rumah tangga nelayan serta pengembangan pola nafkah ganda. sehingga perekonomian rumah tangga nelayan tidak hanya bergantung dari hasil penangkapan saja. Anak-anak nelayan selama ini berperan dalam mendukung kegiatan melaut nelayan, yaitu sebagai pembuat jaring. Pembuatan jaring ini dilakukan disela-sela kegiatan melaut nelayan tersebut. Ketika musim ikan sedang tidak menentu dan frekuensi melaut nelayan semakin berkurang, anak-anak nelayan seringkali mencari tangkapan di wilayah mangrove, baik bersama nelayan (ayahnya) ataupun bersama anak-anak nelayan lainnya ( Iqbal,2004 ) . Para istri nelayan juga berperan dalam menyelamatkan ekonomi keluarga dengan melakukan usaha-usaha lainnya. Para istri nelayan dapatmelakukan usaha ekonomi melalui pengolahan kerang totok menjadi sate kerang untuk kemudian dijual. Selain itu, ketika musim paceklik berkepanjangan dimana nelayan mulai melakukan pekerjaan sambilan sebagai buruh tani, para istri nelayan juga biasanya ikut melakukan pekerjaan yang sama bersama suami demi menambah penghasilan yang didapatkan.</div><div><br />
</div><div>3. Tani – Nelayan</div><div><br />
</div><div>Perubahan iklim menyebabkan meningkatnya resiko melaut sehingga memicu nelayan untuk mencari alternatif sumber nafkah di daratan. Salah satu yang paling dominan adalah buruh tani.Selain sebagai buruh pada lahan padi sawah, sebagian nelayan juga menggarap lahan miliknya sendiri. Lahan ini biasanya adalah kebun. Salah satuyang cukup potensial adalah kebun jati dan sengon. Beberapa nelayan yang telah memahami dengan baik kondisi kehidupan pencarian ikan di lautan yang penuh dengan ketidakpastian telah mempersiapkan investasi sejak awal untuk hutang kepada tengkulak ketika tiba musim paceklik yang berkepanjangan. Investasi ini berupa tanaman kayu yaitu jati dan sengon. Ketika tiba musim paceklik, ataupun dibutuhkan biaya yang secara mendadak, nelayan yang telah memiliki investasi ini akan menjual beberapa pohon di kebunnya. Satu buah pohon sengon berusia lima tahun dapat dijual dengan harga mencapai dua juta rupiah.</div><div><br />
</div><div>4. Jasa Pengangkutan</div><div><br />
</div><div>Perahu yang mereka miliki merupakan harta sekaligus modal satu-satunya yang dapat diandalkan untuk melakukan usaha-usaha ekonomi. Ketika musim paceklik tiba, beberapa nelayan yang tidak memiliki investasi serta kemampuan yang memadai sebagai modal pencarian nafkah tambahan, hanya bisa mengandalkan jasa perahu yang mereka miliki.</div><div><br />
</div><div>5. Kegiatan diluar Perikanan </div><div><br />
</div><div>Terdapat dua pekerjaan yang biasanya menjadi sasaran alih profesi ini. Pertama, pekerjaan sebagai buruh. Walaupun gaji yang diperoleh cenderung rendah, pekerjaan ini diminati karena dirasa ada jaminan atau kepastian penghasilan yang dapat diperoleh. Berbeda dengan kegiatan melaut yang penuh dengan ketidakpastian. Kedua adalah petani. </div><div><br />
</div><div>2.7 Peranan Pemerintah dalam Strategi Adaptasi Perubahan Iklim</div><div><br />
</div><div>Upaya pemerintah untuk berkonsultasi dengan masyarakat menjadi jalan terbaik sebelum masyarakat bertindak dengan keahlian mereka mewujudkan strategi tersebut. Insentif dalam upaya penanggulangan abrasi pantai atau erosi dapat diberikan pemerintah kepada para pengelola pariwisata, hotel dan resor-resor di wilayah pesisir pantai ( Dahuri, 2003 ). Fasilitas dan prasarana yang mendukung setiap upaya penyelamatan pantai dengan bantuan teknis, pengelolaan dan bantuan lain, dapat menjadi dorongan bagi masyarakat. Tidak ketinggalan, Lembaga Swadaya Masyarakat didorong untuk terus melakukan identifikasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak dari perubahan iklim tersebut.</div><div><br />
</div><div><b>III. KESIMPULAN</b></div><div><br />
</div><div>Dari uraian diatas dapat menghasilkan beberapa kesimpulan antara lain :</div><div><ol><li>Perubahan iklim memberikan beberapa dampak bagi masyarakat pesisir berupa dampak fisik , dampak sosial ekonomis dan dampak ekologis.</li>
<li>Strategi adaptasi fisik dapat dilakukan dengan pendekatan proaktif yaitu dengan menanam tanaman yang secara langsung dapat menahan kenaikan muka laut, hantaman gelombang besar dan rob dan pendekatan reaktif yaitu dengan mengejar musim dan pengelolan terumbu karang. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyediakan Peta Daerah Penangkapan Ikan (PDPI) yang dapat diakses dengan mudah melalui situs resmi KKP. Peta ini dikeluarkan dengan tujuan membantu nelayan memprediksikan wilayah-wilayah penangkapan ikan yang potensial di masa-masa tertentu.</li>
<li>Strategi adaptasi sosial ekonomi dengan pendekatan proaktif melalui penggunaan bioteknologi di bidang budidaya tanaman yang nantinya akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat pesisir dan pendekatan reaktif yaitu masyarakat pesisir beralih ke mata pencaharian lain yang kemungkinan tidak akan terkena dampak perubahan iklim.</li>
<li>Strategi adaptasi sumber daya manusia dapat dilakukan dengan cara manajemen pasca panen yaitu dengan memperhatikan penangkapan ikan di atas kapal sampai pada ikan tersebut siap diolah lebih lanjut atau dipasarkan , pola nafkah ganda yang bertujuan mendaptkan pendapatan alternatif dan melakukan kegiatan usaha diluar perikanan.</li>
<li>Upaya pemerintah untuk berkonsultasi dengan masyarakat menjadi jalan terbaik sebelum masyarakat bertindak dengan keahlian mereka mewujudkan strategi tersebut. Fasilitas dan prasarana yang mendukung setiap upaya penyelamatan pantai dengan bantuan teknis, pengelolaan dan bantuan lain, dapat menjadi dorongan bagi masyarakat.</li>
</ol><div><b>DAFTAR PUSTAKA</b></div></div><div><br />
</div><div><div><ul><li>Alland, A. Jr. 1995. “Adaptation”. Annual Review of Anthropology, 4:59-73.</li>
<li>Chen, CTA. 2008. “Effects of Climate Change on Marine Ecosystem,” Fisheriesfor Global Welfare and Environment: 5th World Fisheries Congress(K.Tsukamoto, T. Kawamura, T. Takeuchi, T. D. Beard, Jr. and M. J. Kaiser,Eds.). Tokyo: TERRAPUB</li>
<li>Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: aset pembangunanberkelanjutan Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama</li>
<li>Diposaptono, Subandono, Budiman, Firdaus Agung. 2009. Menyiasati PerubahanIklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Bogor: PT. SaranaKomunikasi Utama.</li>
<li>Hawley, Amos H. 1996. Human Ecology a Theoretical Essay. Chicago, The University of Chicago.</li>
<li>Iqbal, Moch. 2004. Strategi Nafkah Rumahtangga Nelayan (Studi Kasus di Dua Desa Nelayan Tangkap Kabupaten Lamongan, Jawa Timur). Tesis.Program Studi Sosiologi Pedesaan. Pascasarjana IPB</li>
<li>Miller, Elmer S. Dan Charles A. Weitz. An Introduction to Anthropology. Englewood Cliffs. New York: Prentice-Hall, Inc. 2009.</li>
<li>Moran, Emilio F. 1982. Human adaptability An Introduction to Ecological Anthropology. Boulder, Colorado: Westview Press, Inc.</li>
<li>Ratna Patriana , 2011, Pola adaptasi nelayan terhadap peubahan iklim, Program Studi Sosiologi Pedesaan. Pascasarjana IPB</li>
<li>Syarif Moeis , 20008, .Adaptasi ekologi masyarakat pesisir selatan Jawa Baratsuatu analisa kebudayaan, UPI , Bandung</li>
</ul></div></div></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-42223911167421145052011-09-01T18:22:00.002-07:002012-08-06T22:20:41.657-07:00Pengaruh Supply Chain Management Terhadap Kinerja Perusahaan dan Keunggulan Bersaing (Studi Kasus pada Industri Kreatif di Provinsi Jawa Tengah)<i>Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)</i><br />
<i>Volume 2 No. 3, 1 September 2011 Hal : 89-103</i><br />
<br />
<div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari </div><div style="text-align: center;">Fakultas Ekonomi, Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Abstract</div><div><br />
</div><div><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>The objective of the study is to determine the influence of supply chain management and its impact to increase the company performance and competitive advantage. Purposive samplings were taken from 105 companies of creative industry in Central Java and data analysis used AMOS 5. The result of the analysis shows that supply chain management has positive influence which is significant toward company performance and competitive advantage. This empirical result indicates that in order to increase company performance of creative industry in Central Java, the company should focus on implementation of supply chain management because those factors have been shown to affect toward degree of company performance.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Key words: Supply chain management, company performance and competitive advantage</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><b>Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;">Indonesia terdiri dari ribuan pulau dengan lahan yang subur ditunjang alam yang indah dan dihiasi berbagai spesies langka flora dan fauna. Keanekaragaman suku, tradisi, budaya dan bahasa semakin melengkapi potensi tumbuhnya industri kreatif yang saat ini memberikan kontribusi kepada pendapatan domestik bruto (PDB) senilai Rp 104,6 triliun. Indonesia perlu terus mengembangkan industri kreatif. Alasannya, industri kreatif memberikan kontribusi ekonomi yang signifikasi. Selain itu, industri kreatif menciptakan iklim bisnis yang positif dan membangun citra serta identitas bangsa. Di sisi lain, industri kreatif berbasis pada sumber daya yang terbarukan, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa serta memberikan dampak sosial yang positif.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam kurun waktu antara tahun 2002-2006, rata-rata kontribusi PDB industri kreatif Indonesia mencapai 6,3 persen dari total PDB Nasional. Nilai ekspor industri kreatif mencapai Rp 81,4 triliun, berkontribusi sebesar Rp 9,13 persen terhadap total nilai ekspor nasional dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 5,4 juta pekerja (Studi Industri Kreatif Indonesia, 2008). Sumbangan industri kreatif yang cukup signifikan terhadap pendapatan domestik bruto nasional, semakin menguatkan perlunya kekuatan daya saing yang akan memberikan competitive advantage pada keberadaan industri tersebut. Untuk meningkatkan daya saing pada industri kreatif, diperlukan adanya pengelolaan, baik secara internal ataupun eksternal perusahaan. Hubungan antara supplier, customer, dan perusahaan itu sendiri, harus dikelola dengan baik. Bagaimana agar supplier ikut bertanggungjawab terhadap kualitas produk, hubungan yang baik dan jangka panjang dengan supplier dan customer, serta agar distribusi produk dari hulu ke hilir tepat pada waktunya sampai ke pengguna akhir. Disinilah pengelolaan perlu dilakukan. Terjadi sebuah kesalahan pada distribusi barang dan jasa akan membuat kualitas barang dan jasa menurun. Dan ini berakibat daya saing melemah. Untuk meningkatkan distribusi barang dan jasa, serta sharing informasi dan financial dari hulu ke hilir pada sektor industri kreatif, maka diperlukan pengelolaan secara komprehensif. Penerapan dan praktek supply chain management untuk penyediaan barang dan jasa inilah yang sangat diperlukan bagi sektor industri kreatif, dalam rangka meningkatkan daya saing industri yang akan memberikan dampak pada kinerja usaha. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Rumusan Masalah</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Supply chain management merupakan sesuatu yang sangat kompleks sekali, dimana banyak hambatan yang dihadapi dalam implementasinya, sehingga dalam implementasinya memang membutuhkan tahapan mulai tahap perancangan sampai tahap evaluasi dan continuous improvement. Selain itu implementasi supply chain management membutuhkan dukungan dari berbagai pihak mulai dari internal dalam hal ini seluruh manajemen puncak dan eksternal, dalam hal ini seluruh partner yang ada. Saat ini konsumen seakan dimanjakan oleh produsen, hal ini kita lihat semakin beragamnya jenis produk yang ada di pasaran. Hal ini juga kita lihat strategi perusahan yang selalu berfokus pada customer (customer oriented). Jika dahulu produsen melakukan strategi dengan melakukan pembagian segment pada customer, maka sekarang konsumen lebih dimanjakan lagi dengan pelemparan produk menurut keinginan setiap individu bukan menurut keinginan segment tertentu. Banyaknya jenis produk dan jumlah dari yang tidak menentu dari masing-masing produk membuat produsen semakin kewalahan dalam memuaskan keinginan dari konsumen. Globalisasi membuat supply chain semakin rumit dan kompleks karena pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain tersebut mencakup pihak-pihak di berbagai negara yang mungkin mempunyai lokasi diberbagai pelosok dunia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Tujuan Penulisan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tujuan penulisan ini adalah mengungkapkan serta mencari tahu bagaimana praktek supply chain untuk penyediaan barang dan jasa yang dijalankan oleh para pelaku industri kreatif di Jawa Tengah serta dampak yang nyata bagi peningkatan kinerja usaha. Secara rinci uraian tujuan khusus penelitian adalah sebagai berikut:</div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><ol><li>Menguji pengaruh antara praktek supply chain management penyediaan barang dan jasa dengan competitive advantage serta peningkatan kinerja usaha sektor industri kreatif.</li>
<li>Memberikan masukan kepada para pengusaha kecil berbasis industri kreatif di Jawa Tengah mengenai hasil penelitian ini sebagai dasar pengelolaan supply chain penyediaan barang dan jasa dalam rangka peningkatan daya saing industri serta kinerja usaha.</li>
</ol><div>Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal perusahaan manufaktur maupun jasa adalah tidak cukup. Peran serta supplier, perusahaan transportasi dan jaringan distributor adalah dibutuhkan. Kesadaran akan adanya produk yang murah, cepat dan berkualitas inilah yang melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu Supply Chain Manajement (SCM). Jaringan perusahaan secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir inilah yang disebut supply chain atau rantai pasokan. Perusahaan-perusahaan tersebut termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, sertu perusahaan pendukung seperti jasa logistik. Pendekatan yang ditekankan dalam Supply Chain Management adalah terintegrasi dengan semangat kolaborasi. Supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal melainkan juga eksternal perusahaan yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Melalui pendekatan supply chain management ini para pelaku usaha kecil menengah terutama yang berbasis industri kreatif, dapat menggunakan pendekatan ini untuk meningkatkan daya saing industrinya. Karena pendekatan ini cukup strategis dalam memenangkan persaingan, dengan berfokus pada pengadaan logistiknya. Pengintegrasian secara efisien antara pemasok (suppliers), pabrik (manufactures), gudang (warehouses), dan penyimpanan (stores), sehingga barang diproduksi dan didistribusikan dengan kuantitas yang benar, untuk lokasi yang benar dan waktu yang benar. Peningkatan hubungan yang baik antara perusahaan, supplier dan customer akan mencapai efisiensi dan kepercayaan. Oleh karena itu melalui pendekatan praktek supply chain management ini para pelaku industri kreatif akan mendapatkan keunggulan bersaing yang berdampak pada meningkatnya kinerja perusahaan. </div><div><br />
</div><div><b>Tinjauan Pustaka</b></div><div><br />
</div><div><i>Industri kreatif</i></div><div><br />
</div><div>Pemerintah melalui departemen perdagangan telah mengidentifikasi lingkup industri kreatif mencakup 14 subsektor, yaitu:</div><div><div><ol><li>Periklanan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan meliputi; proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan.</li>
<li>Arsitektur: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro sampai level mikro.</li>
<li>Pasar barang seni: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan dan internet. Misal: alat musik, percetakan, kerajinan, automobile, film, seni rupa dan lukisan</li>
<li>Kerajinan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, distribusi produk yang dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya.</li>
<li>Desain: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, serta produksi kemasan dan jasa pengepakan</li>
<li>Fesyen : kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain pakaian, alas kaki dan aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesoris lainnya serta distribusi produk fesyen.</li>
<li>Video, Film dan Fotografi : kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi. Juga penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron dan eksibisi film.</li>
<li>Permainan interaktif: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan proses kreasi, produksi dan distribusi dari permainan komputer dan video.</li>
<li>Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi dan distribusi dari rekaman suara.</li>
<li>Seni pertunjukan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan kontemporer (misal: drama, musik tradisional, musik teater, opera, tur musik etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung dan tata pencahayaan.</li>
<li>Penerbitan dan percetakan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan penerbitan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. </li>
<li>Layanan komputer dan piranti lunak: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan pengembangan teknologi informasi termasuk layanan jasa komputer, pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem.</li>
<li>Televisi dan radio: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi, penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio.</li>
<li>Riset dan pengembangan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha inovasi yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang memenuhi kebutuhan pasar.</li>
</ol><div><i>Supply Chain Management</i></div></div></div><div><br />
</div><div>Supply Chain Management adalah seperangkat pendekatan untuk mengefisienkan integrasi supplier, manufaktur, gudang dan penyimpanan, sehingga barang diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, waktu yang tepat, untuk meminimasi biaya dan memberikan kepuasan layanan terhadap konsumen (simchi-levi,2003). Definisi oleh the Council of Logistics Management: "Supply Chain Mangement is the systematic, strategic coordination of the traditional business functions within a particular company and across businesses within the supply chain for the purpose of improving the long-term performance of the individual company and the supply chain as a whole". Menurut Kalakota (2000) Supply Chain Management adalah sebuah ‘proses payung’ di mana produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Sebuah supply chain merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan di mana organisasi mempertahankan dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen. Tujuan yang hendak dicapai dari setiap supply chain adalah untuk memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan (Chopra, 2001). Supply chain yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh supply chain tersebut.</div><div><br />
</div><div>Perusahaan yang berada dalam supply chain pada intinya memuaskan konsumen dengan bekerja sama membuat produk yang murah, mengirimkan tepat waktu dan dengan kualitas yang bagus. Ukuran performansi Supply Chain Management, meliputi:</div><div><div><ol><li>Kualitas (tingkat kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, ketepatan pengiriman).</li>
<li>Waktu (total replenishment time, business cycle time).</li>
<li>Biaya (total delivered cost, efisiensi nilai tambah).</li>
<li>Fleksibilitas (jumlah dan spesifikasi) Supply Chain Management juga bisa diartikan jaringan organisasi yang menyangkut hubungan ke hulu (upstream) dan ke hilir (downstream), dalam proses yang berbeda dan menghasilkan nilai dalam bentuk barang/jasa di tangan pelanggan terakhir (ultimate customer/end user). </li>
</ol><div><i>Competitive Advantage</i></div></div></div><div><i><br />
</i></div><div>Keunggulan bersaing (competitive advantage) menurut (Goyal, 2001) adalah kemampuan suatu perusahaan untuk meraih keuntungan ekonomis di atas laba yang mampu diraih oleh pesaing di pasar dalam industri yang sama. Perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif senantiasa memiliki kemampuan dalam memahami perubahan struktur pasar dan mampu memilih strategi pemasaran yang efektif. Strategi bersaing dimaksudkan untuk mempertahankan tingkat keuntungan dan posisi yang langgeng ketika menghadapi persaingan. Keunggulan bersaing berkembang dari nilai yang mampu diciptakan oleh perusahaan bagi pelanggan atau pembeli. Suhong li (2006) menggunakan dimensi pengukuran competitive advantage dalam penelitiannya antara lain menggunakan delivery dependability, inovasi produk dan time to market.</div><div><br />
</div><div><i>Delivery Dependability</i></div><div><br />
</div><div>Saling ketergantungan antara partner dalam jaringan supply chain akan menguatkan delivery product dan jasa dari hulu ke hilir. Delivery dependability juga akan menciptakan hubungan jangka panjang yang saling membutuhkan. Sehingga ketersediaan produk dan ketepatan waktu pengiriman akan dapat tercapai. </div><div><br />
</div><div><i>Inovasi produk</i></div><div><br />
</div><div>Kreativitas yang tinggi dalam menciptakan keunikan produk yang lebih menarik, aman dan nyaman lebih diminati oleh konsumen dibandingkan dengan produk pesaing lainnya. Keunggulan bersaing yang berkesinambungan adalah kemampuan suatu perusahaan untuk enciptakan suatu produk yang pada saat pesaing berusaha untuk menirunya akan selalu mengalami kegagalan secara signifikan. Pada saat perusahaan menerapkan strategi tersebut dan perusahaan pesaing tidak secara berkesinambungan menerapkannya serta perusahaan lain tidak mampu meniru keunggulan strategi tersebut maka perusahaan tersebut dikatakan memiliki keunggulan bersaing yang berkesinambungan.</div><div><br />
</div><div><i>Time to market</i></div><div><br />
</div><div>Beberapa hal yang menyangkut time to market adalah sebagai berikut: perusahaan mampu memperkenalkan produk lebih cepat dibandingkan competitor, pengiriman produk ke pasar lebih cepat, waktu pengenalan produk lebih cepat dibandingkan rata-rata industri dan pengembangan produk lebih cepat. </div><div><br />
</div><div><b>Kinerja Usaha</b></div><div><br />
</div><div>Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Goyal ( 2001 ) mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut: “Performance is: (1) the process or manner of performing, (2) a notable action or achievement, (3) the performing of a playor other entertainment”.</div><div><br />
</div><div>Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja perusahaan hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi empirik suatu perusahaan dari berbagai ukuran yang disepakati. Kinerja usaha mengacu pada seberapa baik suatu perusahaan berorientasi pada pasar serta tujuan financialnya.</div><div><br />
</div><div>Sistem penilaian kinerja yang efektif sebaiknya mengandung indikator kinerja, yaitu: (1) memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan menekankan pada perspektif pelanggan, (2) menilai setiap aktivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang mengesahkan pelanggan, (3) memperhatikan semua aspek aktivitas kinerja secara komprehensif yang mempengaruhi pelanggan, dan (4) menyediakan informasi berupa umpan balik untuk membantu anggota organisasi mengenali permasalahan dan peluang untuk melakukan perbaikan. Penilaian kinerja mengandung tugas-tugas untuk mengukur berbagai aktivitas tingkat organisasi sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk melakukan perbaikan organisasi. Perbaikan organisasi mengandung makna perbaikan manajemen organisasi yang meliputi: (a) perbaikan perencanaan, (b) perbaikan proses, dan (c) perbaikan evaluasi. Penilaian kinerja perusahaan dapat diukur dengan ukuran keuangan dan non keuangan. Ukuran keuangan untuk mengetahui hasil tindakan yang telah dilakukan dimasa lalu dan ukuran keuangan tersebut dilengkapi dengan ukuran non keuangan tentang kepuasan customerdan cost effectiveness proses bisnis/intern serta produktivitas.</div><div><br />
</div><div>Setelah pengelolaan dilakukan terhadap suatu usaha diharapkan kinerja usaha tersebut akan membaik. Pada penelitian ini pengelolaan dilakukan terhadap supply chain untuk penyediaan barang dan jasa. Dimulai dari pemesanan bahan baku sampai pada produk akhir yang digunakan oleh konsumen, diharapkan pendistribusian barang, penyampaian informasi, ketepatan waktu akan berjalan lancar. Pada dasarnya proses pada supply chain telah banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan, utamanya disini adalah sektor industri kreatif. Hanya saja supply chain penyediaan barang dan jasa tersebut belum terintegrasi dan kolaboratif. </div><div><br />
</div><div><b>Metode Penelitian</b></div><div><br />
</div><div><i>Bagan Alir Penelitian</i></div><div><br />
</div><div>Bagan alir penelitian merupakan suatu bagan yang menggambarkan garis besar penelitian yang akan dilakukan. Tahapan Penelitian dibuat untuk dua periode waktu yang berbeda. Tahun pertama identifikasi supply chain untuk penyediaan barang dan jasa dalam meningkatkan daya saing pada industri kreatif. Tahun kedua, pengujian model. Berdasar pada latar belakang dan landasan teori pada bab terdahulu, maka dapat disajikan bagan alir penelitian seperti terlihat pada gambar berikut ini :</div><div><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhag9y6a3G34eN1A_bAvQbKHS9t0qhfWOvcgd1OAg3MuqsWeVe9lIyPl-cYxK852S8Bf7i4TkayBXokYSBkoShu0mLMipw8kVTn3NB2dlP9yX37x4EQb9qhIvJmJ1PxE1pRCgA_IXwVLPY/s1600/4.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="314" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhag9y6a3G34eN1A_bAvQbKHS9t0qhfWOvcgd1OAg3MuqsWeVe9lIyPl-cYxK852S8Bf7i4TkayBXokYSBkoShu0mLMipw8kVTn3NB2dlP9yX37x4EQb9qhIvJmJ1PxE1pRCgA_IXwVLPY/s640/4.JPG" width="640" /></a></div><div>Hasil dari integrasi berbagai kegiatan tersebut diharapkan akan memberikan kemampuan daya saing yang kuat pada pelaku usaha kecil menengah dengan basis industri kreatif. Kekuatan daya saing diharapkan akan memberikan dampak yang baik pada kinerja usaha serta akan menghasilkan kemampuan bersaing yang menguntungkan (competitive advantage).</div><div><br />
</div><div><b>Populasi dan Sampel</b></div><div><br />
</div><div>Populasi merupakan kumpulan individu dengan kualitas serta ciri ciri yang telah ditetapkan (Ferdinand, 2006 ). Populasi juga merupakan keseluruhan individu untuk siapa kenyataan yang diperoleh akan digeneralisasikan (Ferdinand, 2006). Sedangkan sampel adalah sebagian populasi yang karakteristiknya hendak diteliti dan dianggap dapat mewakili keseluruhan populasi. Populasi penelitian ini adalah seluruh usaha kecil menengah berbasis industri kreatif di Jawa Tengah. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dua tahap. Metode purposive sampling diterapkan karena pada penelitian ini diperlukan interaksi intensif dengan subyek penelitian, sehingga subyek penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan (judgment) peneliti mengenai lokasi subyek dan kesediaan subyek untuk terlibat dalam penelitian ini. Tahap pertama pengambilan sampel adalah pengambilan sampel kabupaten yang ada di wilayah Propinsi Jawa Tengah sesuai tujuan dan kepentingan penelitian. Kabupaten-kabupaten yang dipilih sebagai sampel adalah kabupaten yang di wilayahnya banyak terdapat industri kreatif, yaitu Kabupaten semarang, Kabupaten Surakarta, Kabupaten Kudus, Kabupaten Pekalongan, dan Kabupaten Banyumas. Tahap kedua adalah pengambilan sampel pengusaha-pengusaha kecil menengah berbasis industri kreatif di wilayah kabupaten-kabupaten yang terpilih sebagai sampel. Dari hasil pemilihan sampel usaha kecil menengah berbasis industri kreatif jumlah respondennya adalah 105 responden.</div><div><br />
</div><div><b>Metode Analisis Data</b></div><div><br />
</div><div>Analisis Data dilakukan dengan analisis diskriminan, yaitu untuk menentukan mana prediktor yang paling dominan pada Supply Chain Management. Pengujian Model yang diusulkan dilakukan dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan two step approach. Dalam two-step Aprroach to SEM dengan program AMOS 5, model pengukuran (measurement model) terlebih dahulu dirumuskan dan dievaluasi secara terpisah dan kemudian ditetapkan langkah kedua ketika model struktural diestimasi (Ferdinand . 2006).</div><div><br />
</div><div><b>Definisi Operasional dan Pengukuran variabel</b></div><div><br />
</div><div><i>Praktek supply chain management</i></div><div><style type="text/css">
table.tableizer-table {border: 1px solid #CCC; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 11px;} .tableizer-table td {padding: 4px; margin: 3px; border: 1px solid #ccc;}
.tableizer-table th {background-color: #104E8B; color: #FFF; font-weight: bold;}
</style><br />
<br />
<table class="tableizer-table"><tbody>
<tr class="tableizer-firstrow"><th>Variabel</th><th>Ukuran</th></tr>
<tr><td>Pengembangan Produk</td><td>Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam perancangan produk baru</td></tr>
<tr><td>Strategic supplier partnership</td><td>Memilih supplier mengevaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier</td></tr>
<tr><td>Perencanaan dan Pengendalian</td><td>Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan</td></tr>
<tr><td>Produksi</td><td>Eksekusi produksi, pengendalian kualitas</td></tr>
<tr><td>Distribusi</td><td>Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di riap pusat distribusi</td></tr>
<tr><td>Kualitas Informasi</td><td>Akurasi, ketepatan waktu, kecukupan waktu, pertukaran informasi yang kredibel </td></tr>
<tr><td>Customer relationship</td><td>Mengelola customer complaint, meningkatkan kepuasan customer, membangun hubungan jangka panjang dengan customer</td></tr>
<tr><td>Pembelian</td><td>Syarat pembelian, kehlian negosiasi, kemampuan untuk menerjemahkan strategis perusahaan ke dalam system pemilihan dan evaluasi supplier.</td></tr>
</tbody></table></div><div><i>Competitive advantage</i></div><div><br />
</div><div>Competitive advantage atau keunggulan bersaing kemampuan suatu perusahaan untuk meraih keuntungan ekonomis di atas laba yang mampu diraih oleh pesaing di pasar dalam industri yang sama . Dalam penelitian ini variabel competitive advantage diukur dengan delivery dependability, produk inovatif dan time to market. Pengukuran ini seperti yang telah digunakan dalam penelitian Suhong li, et al (2006).</div><div><br />
</div><div><b>Kinerja Perusahaan</b></div><div><br />
</div><div>Kinerja perusahaan merupakan hasil pelaksanaan suatu usaha baik yang bersifat fisik maupun nonfisik dengan indikator pencapaian hasil kerja dibandingkan target yang telah ditentukan. Pengukuran variable kinerja usaha menggunakan pengukuran yang telah digunakan oleh Goyal ( 2001 ) dan Suhong li (2006), yaitu produktivitas, pertumbuhan penjualan, serta pangsa pasar.</div><div><br />
</div><div><b>Pembahasan </b></div><div><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4mPEZbED-CWC2dw4qXshDDTNebRDSNJ6U82DWJYexhj_cwu2zGCJk2UrDwodQZ6l0NKkqroplYg1ylt4CVb1bG663Vx7DEKDCJHg3SsG2ZUpC3suG77NBzqaWw4cGg5Y7lKSEeiwrlHY/s1600/5.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="294" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4mPEZbED-CWC2dw4qXshDDTNebRDSNJ6U82DWJYexhj_cwu2zGCJk2UrDwodQZ6l0NKkqroplYg1ylt4CVb1bG663Vx7DEKDCJHg3SsG2ZUpC3suG77NBzqaWw4cGg5Y7lKSEeiwrlHY/s640/5.JPG" width="640" /></a></div><div style="text-align: center;">Sumber : Data primer yang diolah, 2011</div><div style="text-align: center;"><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>Gambar 2</b></div><div style="text-align: center;"><b>Analisis Full Model</b></div><div><br />
</div></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdUBGublSt8LVopS1qwGEQkLtcV7TEYB2HhO8OUPWa_x5Myfmp1r16q0ky2hJURTn3UIjpYybPOgl0uSkO0UddgH1gX28fu7W4rK2bfCm8NFiCzPU0TTOedTHJANA6knuyRSEl1Q66SfY/s1600/6.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="372" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdUBGublSt8LVopS1qwGEQkLtcV7TEYB2HhO8OUPWa_x5Myfmp1r16q0ky2hJURTn3UIjpYybPOgl0uSkO0UddgH1gX28fu7W4rK2bfCm8NFiCzPU0TTOedTHJANA6knuyRSEl1Q66SfY/s640/6.JPG" width="640" /></a></div><div style="text-align: center;">Sumber : Data primer yang diolah, 2011</div><div><br />
</div><div><div style="text-align: center;"><b>Tabel 4.1</b></div><div style="text-align: center;"><b>Hasil Pengujian Kelayakan Full Model</b></div></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwkRSjsgsBsE5rLPedKPUH_iaEJ_GTiqXUU9F0TRbc0xI9WaAKKvAEoZ1VleqC-fnwpWDxcMefG94dNmfKWXekr1nScx0Up-cyyksMk8TNPBiOjwACyVJtBYRtd_gU3w5-KbPHHiNBAhE/s1600/7.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwkRSjsgsBsE5rLPedKPUH_iaEJ_GTiqXUU9F0TRbc0xI9WaAKKvAEoZ1VleqC-fnwpWDxcMefG94dNmfKWXekr1nScx0Up-cyyksMk8TNPBiOjwACyVJtBYRtd_gU3w5-KbPHHiNBAhE/s1600/7.JPG" /></a></div><div style="text-align: center;">Sumber : Data primer yang diolah, 2011</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><div style="text-align: center;"><b>Tabel 4.2</b></div><div style="text-align: center;"><b>Regression Weight</b></div><div><br />
</div><div><style type="text/css">
table.tableizer-table {border: 1px solid #CCC; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 11px;} .tableizer-table td {padding: 4px; margin: 3px; border: 1px solid #ccc;}
.tableizer-table th {background-color: #104E8B; color: #FFF; font-weight: bold;}
</style><br />
<br />
<table class="tableizer-table"><tbody>
<tr class="tableizer-firstrow"><th></th><th></th><th></th><th>C.R.</th><th>P</th></tr>
<tr><td>Kinerja Perusahaan</td><td><---</td><td>Praktek SCM</td><td>2.2</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>Keunggulan Bersaing</td><td><---</td><td>Praktek SCM</td><td>3.5</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>Kinerja Perusahan</td><td><---</td><td>Keunggulan Bersaing</td><td>2.3</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X3</td><td><---</td><td>Perencanaan dan Pengendalian</td><td>10.3</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X2</td><td><---</td><td>Strategic supplier partnership</td><td>12.3</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X1</td><td><---</td><td>Pengembangan Produk</td><td>11.9</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X4</td><td><---</td><td>Produksi</td><td>11.3</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X5</td><td><---</td><td>Distribusi</td><td>12.2</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X6</td><td><---</td><td>Kualitas Informasi</td><td>15.0</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X7</td><td><---</td><td>Customer relationship</td><td>14.2</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X8</td><td><---</td><td>Pembelian</td><td>11.1</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X9</td><td><---</td><td>Produktivitas</td><td>12.4</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X12</td><td><---</td><td>delivery dependability</td><td>11.2</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X11</td><td><---</td><td>Pangsa Pasar</td><td>11.3</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X10</td><td><---</td><td>Pertumbuhan pelanggan</td><td>11.1</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X13</td><td><---</td><td>Produk inovatif</td><td>11.2</td><td>.0</td></tr>
<tr><td>X14</td><td><---</td><td>Time to Market</td><td>11.1</td><td>.0</td></tr>
</tbody></table><div style="text-align: justify;">Sumber : Data primer yang diolah dengan AMOS 5</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Hasil Uji Hipotesis</b></div></div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><ol><li>Pengujian secara parsial variabel X1 ( praktek Supply Chain Management) memiliki memiliki probablitas dibawah 0.05 dan CR > 1,96 yang menunjukkan bahwa variabel praktek Supply Chain Management memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan . Arah koefisien regresi positif menunjukkan adanya pengaruh positif praktek Supply Chain Management terhadap kinerja perusahaan.</li>
<li>Pengujian secara parsial variabel X2 ( praktek Supply Chain Management) memiliki probablitas dibawah 005 dan CR > 1,96 yang menunjukkan bahwa variable praktek Supply Chain Management memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keunggulan bersaing.</li>
<li>Pengujian secara parsial keunggulan bersaing memiliki probablitas dibawah 0.05 dan CR > 1,96 yang menunjukkan bahwa variable keunggulan bersaing memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan . Arah koefisien regresi positif menunjukkan adanya pengaruh positif keunggulan bersaing terhadap kinerja perusahaan.</li>
</ol><div><b>Kesimpulan</b></div><div><div><ol><li>Praktek Supply Chain Management berpengaruh positif dan signifikan keunggulan bersaing . Indikator dari Supply Chain Management meliputi pengem-bangan produk, strategic supplier partnership ,perencanaan dan pengendalian, produksi, distribusi, kualitas informasi, customer relationship dan pembelian.</li>
<li>Praktek Supply Chain Management berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Indikator dari kinerja perusahaan meliputi produktivitas, pertumbuhan penjualan, serta pangsa pasar.</li>
<li>Keunggulan bersaing berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Indikator dari keunggulan bersaing delivery dependability, produk inovatif dan time to market.</li>
<li>Hasil-hasil dalam penelitian ini dan keterbatasan-keterbatasan yang ditemukan agar dapat dijadikan sumber ide dan masukan bagi pengembangan penelitian ini dimasa yang akan datang, maka perluasan yang disarankan dari penelitian ini antara lain adalah: menambah variabel independen yang mempengaruhi praktek Supply Chain Management. Selain itu indikator penelitian yang digunakan dalam penelitian ini hendaknya diperinci untuk dapat menggambarkan bagaimana strategi yang dijalankan dan target yang ditetapkan perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan.</li>
<li>Meskipun Supply Chain Management memiliki banyak manfaat dalam menjalankan sistem produksi dan operasi di perusahaan, tetapi ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dan disikapi oleh perusahaan apabila akan menerapkannya. Tantangan yang pertama berasal dari lingkungan makro dan juga lingkungan eksternal. Misalnya saja trend perekonomian global yang menunjukkan adanya kecenderungan inflasi, khususnya di Indonesia. Hal ini disebabkan karena persaingan di tingkat global memang sangat meningkat. Selain itu juga kecenderungan konsumen perilaku konsumen yang menunjukkan sikap terlalu rumit dan banyak menuntut. Faktor eksternal lain adalah perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang terkait dengan teknologi informasi sedapat mungkin diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan yang menerapkan SCM sehingga dapat mengelola informasi yang bergerak sangat cepat untuk menanggapi perpindahan produk.</li>
</ol><div><b>Daftar Pustaka </b></div></div></div><div><div><ul><li>Chopra, Sunil and Meindl , Peter, 2001, Supply Chain Management: Strategy, Planning and Operating, Prentice-hall.</li>
<li>Ferdinand, Augusty T. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Edisi II. Semarang: Bp Undip.</li>
<li>Goyal, S.K., dan Nebebe, F. 2000. Determination of economic production-shipment policy for single-vendor–single-buyer system. European Journal of Operational Research. 121:175-178.</li>
<li>Goyal, S.K., dan Cardenas-Barrron, L.E. 2001. Note on: ‘An optimal batch size for a production system operating under a just-in-time delivery system’. International Journal of Produciton Economics 72:99.</li>
<li>Porter, ME, 2006, Competitive advantage: creating and sustaining superior performance. New York. The Free Press productivity-technology dilemma. Boston, MA: The Harvard Business School Press; 1985. p. 63–110.</li>
<li>Roth A, Miller J. Manufacturing strategy, manufacturing strength, managerial success, and economic outcomes. In: Ettlie J, Burstein M, Fiegehaum A., editors. Manufacturing strategy. Norwell, MA: Kluwer Academic Publishers; 1990.</li>
<li>Simchi levi, david, 2003, Designing and managing the supply chain, Mac Grawhill.</li>
<li>Skinner W. The taming of the lions: how manufacturing leadership involved, 1780–1984. In: Clark KB, Hayes R, Lorenz C., editors. The uneasyalliance: managing the.</li>
<li>Stock GN, Greis NP, Kasarda JD. Enterprise logistics and supplychain structure: the role of fit. Journal of Operations Management 2000;18(5):531–47.</li>
<li>Studi Industri Kreatif Indonesia, 2008, Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, Departemen Perdagangan RI.</li>
<li>Suhong Li, Bhanu Ragu-Nathanb, T.S. Ragu-Nathanb, S. Subba Raob, 2006, The impact of supply chain management practices on competitive, The International Journal Management Science.</li>
<li>TraceyM, Vonderembse MA, Lim JS. Manufacturing technologyand strategyformulation: keys to enhancing competitiveness and improving performance. Journal of Operations Management 2001 ;17(4):411–28.</li>
<li>VickeryS, Calantone R, Droge C. Supplychain flexibility:an empirical study. Journal of Supply Chain Management 2001 . 9;35(3):16–24.</li>
<li>Zhang, QY. Technologyinfusion enabled value chain flexibility: a learning and capability-based perspective. Doctoral dissertation, Universityof Toledo, Toledo, OH.</li>
</ul></div></div></div></div></div></div></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-18313623155693124662011-09-01T18:00:00.000-07:002012-08-06T22:21:50.066-07:00Usaha Mikro dan UKM dalam Perekonomian Indonesia<i>Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)</i><br />
<i>Volume 2 No. 3, 1 September 2011</i><br />
<br />
<div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Mariana Kristiyanti</div><div style="text-align: center;">Fakultas Ekonomi, Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Abstract</div><div><br />
</div><div><div style="text-align: justify;"><i>One dimension of business quality in accordance with national production is productivity that can be measured by output dimension of each business unit. Crisis not only leads to the decrease of number of companies, but also affects directly toward company’s output. One of strategic steps to recover decreased economic condition is to make efficient use of Small and Medium Business through the development of business centers facilitated by both financial and non-financial (by forming BDS) reinforcement programs.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Key words: Indonesian Economy, Micro Business, Small and Middle Business </i></div></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><b>Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejak sebelum kemerdekaan ekono-mi Indonesia telah dilihat sebagai suatu perekonomian yang dualistik sebagaimana diungkapkan oleh Boeke. Penjajahan Belanda yang panjang telah mengukuhkan keadaan tersebut dengan dualisme pende-katan pembangunan yang memperkenalkan kegiatan <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>onderneming yang dipisahkan dari perekonomian rakyat sehingga enclave economy hadir, dari perkebunan kemudian meluas sampai pada perusahaan perminyakan dan mastchapai lainnya. Setelah kemerdekaan kita mengenal kegiatan perekonomian rakyat, usaha milik Negara dan usaha swasta dengan keinginan kuat mengembangkan koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai untuk menjadi wadah perekonomian rakyat. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika isu modernisasi mengede-pan dan keterbukaan mulai merasuk ke dalam perekonomian kita, maka perkembangan internasional yang relevan mulai berkembang dalam perjalanan perekonomian kita. Pada awal Repelita III isu usaha formal dan informal mulai berkembang disertai nuansa pembelaan pada produksi dalam negeri dan pengusaha golongan ekonomi lemah. Pada periode berikutnya sejak 1990an tuntutan untuk melepaskan dari karakteristik lemah muncul, sehingga lahir pemikiran tentang usaha kecil. Pemihakan kepada usaha kecil berkembang dan menjadi salah satu perhatian pemerintah hingga datangnya krisis yang meneguhkan lagi kekuatan usaha kecil dan menengah. Indonesia telah menikmati masa pertumbuhan ekononomi yang tinggi dalam jangka waktu yang panjang, hingga datangnya krisis nilai tukar tereskalasi menjadi krisis multi dimensi yang dimulai akhir tahun 1997. Setelah lima tahun lebih krisis tersebut berlangsung dan hingga akhir 2002 tingkat output agregatpun belum kembali pada tingkat sebelum krisis. Hal ini tentu menimbulkan suatu tanda tanya besar. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada awal krisis ketika hampir sebagian besar sistem distribusi dan perdagangan macet memang usaha kecil dan koperasi berhasil digerakkan mengisi kegiatan yang ditinggalkan tersebut. Bahkan kemudian diikuti oleh meningkatnya aktivitas sektor pertanian non-konvensional oleh para pengusaha baru dari mereka yang tergusur dari sektor formal karena terkena pemutusan hubungan kerja. Perkembangan ini sempat memunculkan harapan baru bahwa sektor ekonomi rakyat, usaha kecil dan kegiatan koperasi akan tumbuh lebih cepat karena lingkungan politik dan dukungan yang menguntungkan serta ketersediaan tenaga profesional yang memadai. Di Indonesia harapan untuk membangkitkan ekonomi rakyat sering kita dengarkan karena pengalaman ketika krisis multidimensi tahun 1997-1998 usaha kecil telah terbukti mampu mempertahankan kelangsungan usahanya, bahkan memainkan fungsi penyelamatan di beberapa sub-sektor kegiatan. Fungsi penyelamatan ini segera terlihat pada sektor-sektor penyediaan kebutuhan pokok rakyat melalui produksi dan normalisasi distribusi. Bukti tersebut paling tidak telah menumbuhkan optimisme baru bagi sebagian besar orang yang menguasai sebagian kecil sumberdaya akan kemampuannya untuk menjadi motor pertumbuhan bagi pemulihan ekonomi. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Harapan ini menjadi semakin kuat ketika muncul keberanian untuk mempercepat pemulihan dengan motor pertumbuhan UKM. Pergeseran sesaat dalam kontribusi UKM terhadap PDB pada saat krisis yang belum berhasil dipertahankan menyisakan pertanyaan tentang faktor dominan apa yang membuat harapan tersebut tidak terwujud. Berbicara mengenai UKM di Indonesia menganut cakupan pengertian yang luas pada seluruh sektor ekonomi termasuk pertanian, serta menggunakan kreteria aset dan nilai penjualan sebagai ukuran pengelompokan sesuai UU Nomor 9/1995 tentang usaha kecil dan Inpres Nomor 10/1999 tentang pembinaan usaha menengah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semangat baru dunia yang menggeluti usaha kecil dan menengah (SME) juga telah berketetapan hati untuk menjadikan UKM sebagai motor pertumbuhan ekonomi di masa depan. Pernyataan ini paling tidak telah menjadi kesadaran baru bagi kalangan pelaku UKM di kawasan Asia Pacific sebagai mana mereka kemukakan di depan para Menteri yang membidangi UKM forum APEC yang bertemu di kota Christchurch New Zealand tahun 1999. Pengalaman, keyakinan dan harapan inilah yang kemudian menggelora menjadi semangat yang terus didengungkan hingga saat ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Kendala UKM untuk Menjadi Mesin Pertumbuhan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Memperhatikan analisis pada bagian sebelumnya dapat kita catat bahwa kita belum berhasil mengidentifikasi potensi usaha kecil sebagai motor pertumbuhan ekonomi bagi pemulihan krisis ekonomi. Untuk dapat mencerna secara tepat faktor-faktor yang menjadi kendala bagi ekspansi usaha kecil maka diperlukan pendalaman dengan membuat disagregrasi kelompok usaha kecil. Sebagaimana diketahui sesuai hasil pengolahan data tahun 1995 dari sektor usaha kecil sekitar 97% terdiri dari usaha kecil-kecil (mikro) dengan omset dibawah Rp. 50 juta,-. Dengan demikian mayoritas usaha kecil adalah usaha mikro dan sebagian terbesar berada di sektor pertanian dan perdagangan, hotel dan restoran. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Masalah mendasar yang membatasi ekspansi usaha kecil adalah realitas bahwa produktivitasnya rendah sebagaimana diperlihatkan oleh nilai tambah/tenaga kerja. Secara keseluruhan perbandingan nilai tambah/tenaga kerja untuk usaha kecil hanya sekitar seperduaratus (1/200) kali nilai tambah/tenaga kerja untuk usaha besar. Jika dilihat periode sebelum krisis dan keadaan pada saat ini ketika mulai ada upaya ke arah pemulihan ekonomi. Pada tahun 2001, mengecil menjadi 0,55. Hal ini menunjukkan bahwa potensi untuk menutup gap antara produktivitas UK dan UB malah menjadi semakin tipis, atau jurang perbedaan produktivitas (nilai tambah/tenaga kerja) akan tetap besar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;">Sudah menjadi pengertian umum bahwa produktivitas sektor industri, terutama industry pengolahan seharusnya mempunyai nilai tambah yang lebih besar. Sebenarnya sektor pertanian memiliki produktivitas terendah dalam pembentukan nilai tambah terutama di kelompok usaha kecil yang hanya merupakan sekitar tiga perempat produktivitas usaha kecil secara keseluruhan yang didominasi oleh usaha pertanian. Namun pengalaman Indonesia di masa krisis menunjukan, bahwa yang terjadi sebaliknya dengan demikian dalam suasana krisis masih sangat sulit mengharapkan sektor industri kecil kita untuk diharapkan menjadi motor pertumbuhan untuk pemulihan ekonomi. Pembentukan nilai tambah/tenaga kerja untuk kelompok usaha yang sama (usaha kecil) di berbagai sektor dapat menggambarkan potensi peningkatan produktivitas melalui transformasi dari sektor tradisional ke sektor modern misalnya dari sektor pertanian ke sektor industri dan perdagangan. Rasio nilai tambah/TK untuk UK-pertanian dibanding UK-Industri pengolahan mengalami peningkatan dari 0,74 pada tahun 1997 menjadi 0,82 Memahami karakteristik usaha yang ada di Indonesia maka strategi terhadap kelompok usaha yang dapat ditempuh untuk memperbaiki kinerja penyediaan lapangan kerja adalah antara lain melalui perbaikan produktivitas perusahaan. Prioritas penanganan perbaikan produktivitas perusahaan pada usaha kecil dan menengah dapat diarahkan dengan tiga fokus utama yaitu: </div><div><ol><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">Sektor industri pengolahan;</span></li>
<li>Sektor jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 16px; line-height: 24px;">Sektor pertanian terutama sub sektor peternakan, perkebunan budidaya laut dan sub sektor hortikultura.</span></li>
</ol><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Dilihat dari struktur pelaku usaha menurut skala kegiatan dan karakteristiknya Pemerintah Indonesia harus memilih strategi yang jelas antara orientasi pengembangan usaha kecil-menengah untuk tujuan peningkatan daya saing dan ekspor dan orientasi pengembangan usaha mikro-kecil untuk orientasi penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan. Kebijakan yang dapat ditempuh untuk penciptaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskian harus bersifat menyeluruh melalui penguatan dan perluasan lembaga keuangan mikro, LKM-pra koperasi, koperasi simpan pinjam dan BPR. LKM memiliki karakter pendampingan yang memadai sebagai salah satu cara pengamanan kredit, sehingga lebih dekat dengan nasabah dibanding bank-komersial biasa. Untuk meningkatkan kemampuan usaha mikro pada dasarnya dapat dilaksanakan oleh para petugas lapangan lembaga keuangan yang melayanani mereka. Untuk itu peningkatan kapasitas bagi petugas LKM di lapangan dalam hal pembinaan usaha bagi usaha mikro menjadi sangat penting.</span></span></div></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b>Model Struktural Pelaku Ekonomi Indonesia</b></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Seperti lazimnya pengertian pelaku ekonomi dalam pengertian yang telah diterima secara luas adalah produsen, konsumen dan pemerintah. Dalam suatu perekonomian yang terbuka sudah barang tentu lalu lintas barang dan jasa akan menentukan jumlah peredaran barang dan jasa. Oleh karena itu ekspor dan impor yang dilakukan akan turut menentukan tingkat produksi dan penyediaannya. Apalagi bagi perekonomian kita yang lebih dari separuh produksi kita disediakan melalui perdagangan luar negeri (ekspor-impor). </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Sejak dilaksanakannya Sensus Ekonomi 1996 upaya untuk melihat produksi nasional secara lebih rinci terus dilakukan. Bahkan sejak 1998 telah berhasil dilakukan perhitungan produk domestik bruto menurut pelaku berdasarkan skala usaha yaitu usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar mengikuti pengelompokan UU 9/1995 dan Impres 10/1999, perhitungan itu dimungkinkan karena adanya kerjasama antara BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM sejak 1999. Meskipun pengelompokan lebih lanjut diperlukan, terutama pemisahan usaha mikro dan UKM, namun perkembangan perhitungan tersebut telah membantu menyadarkan semua pihak akan arti penting dari keberadaan UKM atau sektor ekonomi kecil dalam menopang perekonomian nasional. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Sisi lain yang belum banyak dikembangkan adalah melihat secara lebih rinci dalam sisi komsumsi agregat. Pengenalan pembagian pembentukan model domestik untuk UKM sudah dilakukan secara parsial, dan hal ini menjadi penjelas penting mengapa output dikuasai oleh usaha besar, karena sekitar 51% investasi di tangan perusahaan besar. Kita juga memiliki informasi yang cukup mengenai distribusi rumah tangga berdasarkan pengeluaran, sehingga cukup mampu menyusun pengelompokan pengeluaran oleh masing-masing strata pengeluaran. Upaya semacam ini akan mampu melengkapi analisa struktural perekonomian Indonesia baik dari sisi produksi maupun konsumsi.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b>Perkembangan Pemikiran Sistem Perekonomian Indonesia </b></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Dalam berbagai model makro untuk merumuskan tujuan perjalanan suatu perekonomian pada dasarnya ditujukan pada upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pencapaian kesempatan kerja penuh (full employment) dan inflasi yang terkendali. Tiga tujuan kebijakan makro ini pernah menjadi Trilogi Pembangunan pada saat Repelita I (1969-1974) dengan rumusan pertumbuhan, kesempatan kerja dan stabilitas. Kemudian formulasi berikutnya sudah lebih jelas sebagai rumusan politik perekonomian dengan tekanan pada pertumbuhan, stabilitas dan pemerataan.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Jika dalam realitas kehidupan perekonomian ada dinamika dari waktu kewaktu. Dalam model pertumbuhan kita mengenal jalur pertumbuhan optimal yang mengantar pada masa keemasan atau “golden age”9. Di dalam pencarian tingkat pertumbuhan optimal sendiri sering kita berhadapan dengan persoalan jalur cepat yang menjadikan ekonomi over heated dan mungkin juga pengharapan yang berlebihan. Pelajaran penting yang harus kita petik terhadap teori pertumbuhan ekonomi optimal itu apa ? Jawabnya ternyata teori ini mengajarkan bahwa masa kejayaan atau golden age itu terwujud apabila pertumbuhan itu dapat diusahakan pada tingkat optimal hingga tercapai tingkat konsumsi perkapita yang maksimal sebagai suatu tujuan yang tepat. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi sendiri bukan tujuan akhir tetapi indikator pencapian tujuan pada setiap titik dan harus diarahkan agar golden rule ditaati, sehingga tidak mudah terjadi kecelakaan. Dan pertimbangan lain yang lebih penting lagi ada jaminan yang perlu ditegaskan, bahwa tidak ada mereka yang harus hidup di bawah garis kemiskinan kecuali mereka yang dapat dipelihara oleh Negara.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Jika dilihat sejarah perekonomian kita sejak kemerdekaan terlihat adanya pola siklus tujuh tahunan yang menurut berbagai ahli seperti Emil Salim, Franseda, dan Mubyarto sendiri yang mengutip pendapat keduanya dapat dijadikan dasar periodisasi perkembangan perekonomian Indonesia. Sampai dengan akhir 1990an telah dapat dikenali 8 periode perkembangan perekonomian Indonesia yang mencerminkan gerakan pendulum mencari bentuk ke arah bentuk perekonomian yang ideal. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Periodisasi tersebut sekaligus menujukan bahwa sejak awal 1990an kita sudah mulai sadar akan bahaya konsentrasi dan konglomerasi. Dan datangnya krisis pada akhir 1997 memperkuat kesadaran baru untuk membangun ekonomi rakyat. Sehingga periode ini (1994-2001) oleh Mubyarto dinamakan masa Menuju Ekonomi Kerakyatan dan memang benar akhirnya lahir Ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat yang mengatur dan memberi pengertian mengenai Sistem Ekonomi Kerakyatan.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b>Daya Saing Perekonomian Indonesia </b></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Untuk melihat kemampuan suatu negara dalam memenangkan persaingan pada kehidupan pasar global dapat diperhatikan dari indikator makro dan mikro. Secara makro daya saing suatu negara dapat digambarkan oleh tiga macam indek, yaitu: Indek Kemampuan Teknologi; Indek Kelembagaan Publik; dan Indek Lingkungan Makro Ekonomi. Sementara itu pada indikator mikronya dapat dilihat dari Urutan Strategi dan Operasi Perusahaan; dan Urutan Kualitas Lingkungan Bisnis Nasional. Dalam laporan yang dikutip oleh Adiningsih tersebut memang dibandingkan negara ASEAN lainnya, terutama ASEAN-6, Indonesia berada pada posisi ekstrim di bawah. Hal ini karena baik kinerja makro maupun mikro yang kurang kompetitif antar Negara, sehingga Indonesia tidak kompetitif untuk menarik investasi dari luar negeri. Namun demikian disadari bahwa ekspor Indonesia yang masih terus berlangsung menunjukkan adanya segmen tertentu yang sangat kompetitif dalam persaingan pasar di luar negeri. Untuk melihat keunggulan komperatif dan kompetitif dapat dilihat lebih akurat pada level produk, sehingga perbandingan ini memberikan justifikasi akan perlu tidaknya suatu produk dikembangkan. Namun hal ini merupakan faktor yang tidak dapat ditampung oleh indek kompetitif agregatif dan perlu dilihat dari persfektif kinerja perusahaan sebagai terlihat dalam bagian sebelumnya. Ada tiga faktor penting untuk memperbaiki daya saing yang kesemuanya berada kekuatan internal perusahaan dan berhubungan dengan produktivitas karena pada dasarnya perbaikan daya saing salah satu kuncinya adalah penurunan ongkos. Ketiga faktor dimaksud adalah (i). adanya inovasi dan perbaikan teknologi yang terus menerus menuju penurunan biaya; (ii). pengembangan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk meningkatkan produktivitas dan penghematan waktu; dan (iii). pemanfaatan jaringan kerjasama untuk pengembangan pasar secara meluas. Ketiga instrumen ini menjadi penting untuk meningkatkan akses kepada sumberdaya produktif dan harus dimiliki oleh sebuah perusahaan yang modern meskipun skala kecil. Di samping itu akan mampu mengembangkan pemecahan alternatif karena semakin banyaknya informasi yang dapat dikuasai oleh UKM. Dalam struktur skala perusahaan yang ada di Indonesia maka peran ini pada tahap awal tidak perlu dikerjakan oleh setiap UKM tetapi dapat disediakan oleh lembaga pengembangan usaha dan UKM Maju.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b>Produktivitas Usaha dan Tenaga Kerja </b></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Salah satu ukuran kualitas kelompok usaha dalam sumbangannya terhadap produksi nasional adalah produktivitas yang dapat diukur dengan ukuran output per unit usaha. Krisis bukan hanya menyebabkan surutnya jumlah perusahaan, namun juga membawa akibat langsung berupa penurunan output perusahaan. Kondisi menurunnya produktivitas perusahaan secara menyeluruh ini masih terjadi hingga tahun 1999, baru kemudian tumbuh kembali selama tiga tahun terakhir. Demikian juga dengan produktivitas usaha kecil yang terlihat semakin tidak menentu karena dalam tahun 2002 kembali terjadi penurunan. Sektor-sektor yang mengalami kemerosotan kembali produktivitas perusahaan pertanian, pertambangan dan galian, listrik dan gas, bangunan dan jasa-jasa. Sementara sektor jasa keuangan yang semula terus menurun mulai menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang positif. Salah satu jawaban terhadap perkembangan yang tidak menggembirakan ini adalah karena unit usaha baru yang tumbuh umumnya berskala mikro dan berada di sektor dengan produktivitas rendah. Adalah menarik jika diperhatikan sektor yang memiliki produktivitas tertinggi untuk perusahaan skala kecil adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang nilainya delapanpuluh kali produktivitas usaha kecil sektor pertanian atau empatpuluh kali rata-rata produktivitas usaha kecil secara keseluruhan. Gambaran ini menggambarkan dua hal : (i). sektor pertanian kurang berorientasi nilai tambah tetapi lebih menekankan produktivitas fisik sehingga menjadi ekstrim rendah; dan (ii). sektor jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang paling produktif dan paling memberikan sumbangan positif bagi pengembangan UKM terutama usaha kecil mikro. Secara empiris cukup banyak bukti yang menunjukkan pentingnya jasa keuangan dan jasa perusahaan yang efisien sebagai faktor penting bagi dukungan pengembangan usaha lebih lanjut. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Gambaran produktivitas usaha pada perusahaan skala menengah sungguh sangat berbeda di mana sektor pertanian memiliki produktivitas usaha yang paling produktif, bahkan hampir empat kali rata-rata produktivitas perusahaan skala menengah secara keseluruhan. pada kelompok ini yang kurang produktif adalah sektor jasa-jasa yang memang umumnya belum mapan benar. Agak berbeda dengan kelompok usaha kecil pada kelompok usaha menengah ini peningkatan produktivitas terasa amat berat kecuali sektor pertanian yang masih tumbuh positif secara konsisten selama empat tahun terakhir. Jika kita amati kinerja produktivitas usaha pada kedua kelompok ini mengisyaratkan perlunya restrukturisasi perusahaan pertanian menuju skala menengah. Hal ini sejalan dengan pemikiran tentang perlunya peningkatan kepadatan investasi pertanian untuk mengejar keuntungan usaha pertanian yang sesuai dengan biaya oportunitas dari tanah pertanian yang harganya semakin meningkat.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Pada perusahaan skala menengah sektor jasa keuangan tidak menempati tempat teratas, namun masih menempati tempat ketiga setelah sektor angkutan dengan yang masih jauh diatas rata-rata keseluruhan sektor. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan jasa keuangan pada dasarnya tidak selalu dapat memanfaatkan keuntungan karena skalanya yang lebih besar, terutama antara skala usaha kecil dan skala usaha menengah. Gambaran ini akan lebih lengkap lagi jika kita kaitkan dengan produktivitas tenaga kerja yang mengindikasikan kemampuan untuk mendukung jaminan hidup yang layak bagi pihak yang terlibat dalam kegiatan dimaksud.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b>Pendekatan Klaster UKM untuk Peningkatan Daya Saing </b></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Untuk penciptaan basis UKM yang kokoh pendekatan pengembangan Klaster Bisnis/Industri perlu ditumbuh kembangkan. Kehadiran klaster yang senergik dari kegiatan hulu ke hilir, atau antara kegiatan inti (pokok) dengan kegiatan pendukung, penyediaan bahan baku dan outlet pemasaran akan mempercepat dinamika usaha di dalam klaster tersebut, termasuk interaksi dengan usaha besar yang ada di kawasan tersebut atau terkait. Pendekatan klaster ini pada dasarnya untuk mengefektifkan pola pengembangan dengan menjadikannya sebagai titik pertumbuhan bagi bisnis UKM. Inti dari strategi penciptaan klaster yang terpadu dan kokoh adalah membangun suatu sinergi untuk mencapai suatu “broad base economic growth” atau pertumbuhan ekonomi dengan basis yang luas.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Dari sisi dukungan yang diperlukan maka prasyarat utama adalah bahwa dalam semangat otonomi setiap pemerintah daerah harus memberikan dukungan administratif dan lingkungan kondusif bagi berkembangnya bisnis UKM. Ini menjadi mutlak karena dengan otonomi daerah, maka kewenangan pengaturan pemerintahan dan pembangunan secara lokal berada di daerah. Kebijakan makro dan moneter secara nasional hanya bersifat memberikan arah dan sinyal alokasi sumberdaya dan kesepakatan internasional terhadap dunia bisnis di daerah. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Dukungan lain yang penting adalah dukungan non finansial dalam pengembangan bisnis UKM. Sejumlah praktek terbaik dalam persuasi UKM melalui inkubator, kawasan berikat, konsultasi bisnis maupun hubungan bisnis antar pengusaha dalam klaster harus dijadikan pelajaran untuk mencari kesesuaian dengan jenis kegiatan atau industri dan kultur masyarakat pengusaha, termasuk didalamya pengalaman kegagalan lingkungan industri yang mencoba memindahkan lokasi untuk penciptaan klaster. Klaster yang inovatif akan tumbuh dengan perkembangan kultur yang mendukung. Dukungan pengembangan bisnis semacam ini harus ditumbuhkan menjadi suatu bisnis yang berorientasi komersial. Dan akhirnya dukungan finansial yang meluas harus didasarkan pada prinsip intermediasi yang efesien. Berbagai lembaga pembiayaan yang sesuai harus ditumbuhkan dan menjangkau klaster-klaster yang telah berkembang, sehingga pilar bagi tumbuhnya bisnis UKM yang didukung oleh kesatuan sistem produksi dan keberadaan bisnis jasa pengembangan bisnis serta keuangan menjadi benar-benar hadir di kawasan klaster di maksud. Lembaga pembiayaan dimaksud dapat berupa bank, lembaga keuangan bukan bank dan lembaga-lembaga keuangan masyarakat sendiri (lokal). Dengan dua basis pendekatan tadi akan tercipta lapisan pengusaha yang dapat menjadi lokomotif penarik bagi kemajuan masing-masing lapisan pengusaha. Sasarannya jelas memperbanyak pengusaha mikro yang dapat segera lepas dari tiap usaha mikro dan selanjutnya menjadikan klaster sebagai satuan bisnis yang layak dan mampu berkembang (Viable). Persyaratan ini yang harus dipenuhi untuk menjadikan usaha kecil sebagai fotor pertumbuhan. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Usaha kecil dalam keadaannya yang ada tidak mungkin dijadikan motor pertumbuhan karena populasi terbesar adalah usaha mikro yang pada intinya hanya bersifat subsisten, kecuali mereka yang sudah tumbuh di dalam suatu klaster. Untuk keluar dari jebakan ini maka strategi dasar adalah membebaskan diri untuk keluar dari usaha mikro secara meluas. Untuk pengembangan usaha kecil yang berdaya saing maka pendekatan klaster bisnis usaha kecil/industri kecil dapat dijadikan dasar penciptaan dinamika yang luas bagi penciptaan basis pertumbuhan yang luas (broad base economic growth). Salah satu langkah strategis yang dilakukan dalam rangka pemberdayaan UKM adalah melalui pengembangan sentra-sentra bisnis, yang difasilitiasi dengan program-program perkuatan baik non financial (pembentukan BDS) maupun financial seperti melalui perguliran dana MAP. Inilah yang menjadi alasan dilalui hanya program perkuatan sentra bisnis UKM melalui pendekatan klaster oleh BPS-KPKM sejak tahun 2001 dan dilanjutkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM mulai tahun 2002 hingga kini yang jumlahnya sudah menjangkau 1000 sentra. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b>Kewirausahaan : Perbaikan dan Penumbuhan </b></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Persfektif kebutuhan wirausahawan baru yang mendesak selain dilihat dari kenyataan rendahnya pendirian perusahaan baru dibandingkan dengan besarnya ekonomi dan jumlah penduduk, juga didasari atas kenyataan bahwa lebih 97% unit usaha yang ada adalah usaha skala mikro. Ini berarti usaha yang ada di Indonesia dikelola oleh pengusaha dengan kemampuan pengelolaan yang rendah. Sehingga persoalan kebutuhan wirausaha bagi Indonesia mempunyai sasaran yakni mengisi kebutuhan perluasan perusahaan yang ada dan kebutuhan untuk mengembangkan wirausaha baru untuk membuat ekonomi Indonesia lebih kompetitif. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Refleksi di atas terlihat jelas dari kinerja produktivitas perusahaan maupun tenaga kerja di mana sektor keuangan dan jasa perusahaan menampilkan kinerja produktivitas yang tinggi. Faktor penting lain yang menjadi salah satu sebabnya adalah perusahaan yang bergerak di dalam sektor tersebut, terutama jasa keuangan dan jasa perusahaan, dipersyaratkan dalam bentuk badan usaha terutama yang berbadan hukum bagi lembaga keuangan. Mungkin ini relevan dengan kebijakam yamg diambil oleh Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra yang terkenal dengan menjadikan sektor informal menjadi formal dalam rangka penciptaan asset. Wirausaha tidak hanya dilahirkan dan ditunggu kelahirannya, oleh karena itu juga dapat di didik dan dilatih untuk mengembangkan kemampuan yang ada pada diri setiap orang dalam memecahkan masalah hidupnya. Oleh karena itu aspek pengembangan kecakapan hidup atau lifeskill sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dan dalam mengembangkan wirausaha baru aspek sikap mental menjadi faktor dominan, karena hanya dengan mengembangkan sikap mental maka keberanian dan kesabaran serta kesanggupan untuk menghadapi resiko menjadi lebih tinggi. Faktor yang demikian akan akan meningkatkan kemungkinan untuk berhasil bagi seorang wirausaha baru.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Dari berbagai praktek terbaik yang mengmbangkan wirausaha baru memang dapat bermacam-macam cara sesuai dengan sektor kegiatan yang ditekuni dan lingkungan pasar di mana wira usaha baru ingin dikembangkan. Kasus industri elektronik di Korea Selatan dan Taiwan menunjukkan peran lembaga inkubasi bisnis sangat dominan, sementara pengalaman pengem Silicon Valley yang melahirkan Bill Gate dan proses pengembangan IT di India dikenal peran Venture Capital Company sangat penting. Sementara Singapura dan Malaysia memperlihatkan kisah sukses yang lain dengan menampilkan peran lembaga Mentor untuk membantu IKM yang ingin masuk ke dalam venture bisnis baru terutama IT. Kesemuanya itu ternyata sangat berhubungan dengan pilihan model kegiatan yang diperkenalkan, sehingga bagi Indonesia yang memberikan pengertian UKM mencakup sektor yang luas instrumen yang berhasil menjadi praktek terbaik tersebut harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhannya.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Secara garis besar ada enam rambu-rambu dalam mengembangkan wirausaha baru berdasarkan praktek terbaik yang teruji secara internasional sebagai berikut (UNCTAD, 2002). Pertama, pembentukan kerangka kondisi dan lingkungan bisnis yang baik bagi tumbuhnya wirausaha baru; Kedua, sistem insentif yang dirancang dengan baik; Ketiga,intervensi pemerintah yang seminimal mungkin tetapi efektif; Keempat, adanya kerjasama yang baik dengan dunia perguruan tinggi; dan Kelima, membangun perusahaan swasta untuk mengembangkan dan mengasuh wirausaha baru atau development of private business to foster entrepreneurship. Dari kelima praktek terbaik dalam pembangunan kewirausahaan tiga diantaranya adalah bersifat kebijakan umum yang harus digariskan.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Kerjasama yang ideal dalam menumbuhkan wirausaha adalah perlunya kerjasama yang erat antara perguruan tinggi dan perusahaan swasta, mengingat ke dua lembaga tersebut mempunyai dua karakter yang saling melengkapi yang diperlukan untuk membentuk karakter wirausaha. Kombinasi antara ciri mengejar keuntungan dan kepuasan untuk mencari sesuatu yang baru yang bermanfaat untuk kemajuan. Kombinasi ke dua lembaga dengan orientasi yang berbeda dalam pengalaman dapat menghasilkan sinergi yang maksimal. Khusus dalam hal pengembangan wirausaha melalui cara inkubasi bisnis kerjasama tiga pihak dalam hal ini didukung oleh intervensi pemerintah yang tepat juga menjadi model terbaik di berbagai negara. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Hal yang baru yang menjadi kepedulian para ahli UNCTAD adalah peran swasta untuk menumbuhkan wirausaha baru. Karena hal ini sangat penting dan sesuai dengan kondisi Indonesia di mana perusahaan swasta yang sukses pada dasarnya dapat membuka diri bertindak sebagai inkubator atau mentor bagi pengusaha baru. Hal ini sekaligus dapat dilaksanakan dalam kaitannya untuk memecahkan masalah hubungan perbankan dan jaminan pasar selain sebagai tempat magang dalam hal ketrampilan teknik berproduksi dan kemampuan manajerial. Oleh karena itu dorongan kepada perusahaan swasta yang berhasil untuk dapat menjadi lembaga pengembangan wirausaha baru. Dorongan untuk memanfaatkan perusahaan swasta yang berhasil bagi penumbuhan wirausaha baru diduga juga berkaitan dengan semakin kuatnya temuan dan pengalaman praktis yang menyebutkan sumber pembiayaan bagi usaha kecil yang baru di luar modal sendiri dan keluaraga berasal dari apa yang disebut dengan angle capital yang berhasil diadakan atau diatur oleh pihak tertentu (UNCTAD, 2002). Sehingga apabila perusahaan swasta bersedia menjadi orangtua asuh bagi pengusaha baru dapat memainkan peran penyedian modal serupa dan melalukan pemindahan ke dalam portofolio pembiayaan bank karena mereka telah mendapat kepercayaan.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Akhirnya segenap praktek terbaik yang telah digambarkan di muka dalam menumbuhkan wirausaha baru diperlukan komitmen untuk melaksanakannya. Jika sasaran kebutuhan wirausaha baru telah menjadi kebutuhan kita, maka yang diperlukan program aksi pada tingkat daerah. Program aksi dimaksud dapat diterjemahkan dalam tingkat yang paling bawah bahwa setiap enam orang penduduk perlu memiliki seorang pengusaha yang bergerak di luar kegiatan pertanian dalam arti sempit (kurang berorientasi komersial). Atau setiap desa harus melahirkan pengusaha baru seorang sebulan, bukankah ini tantangan yang berat? Ke depan Indonesia menghadapi persoalan mendesak dalam menumbuhkan usaha baru untuk memungkinkan dukungan bagi pemulihan ekonomi dan keikutsertaan dalam pasaran global. Salah satu elemen terpenting bagi tumbuhnya usaha baru yang produktif adalah tersedianya wirausaha baru yang cukup banyak. Hal ini dimungkinkan apabila terdapat lingkungan yang kondusif, intervensi pemerintah yang tepat dan sistem insentif yang sesuai. Namun yang lebih penting adalah menumbuhkan kerjasama perguruan tinggi dan perusahaan dalam pengembangan wirausaha serta kesediaan perusahaan swasta menjadi orang tua asuh bagi wirausaha baru dalam skema jasa pengembangan bisnis. Sektor jasa keuangan dan jasa perusahaan mempunyai posisi strategis untuk didorong pengembangannya sejalan dengan semangat desentralisasi.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b>Posisi Strategis Sub-Sektor Jasa Perusahaan </b></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Pengalaman perkembangan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan skala kecil dan menengah selama krisis memberikan dukungan terhadap pilihan strategi yang pernah dirumuskan oleh Badan Pengembangan Sumberdaya Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (BPS-KPKM) pada tahun 2001 yang menekankan pada perkuatan dukungan pengembangan (development supports) pada titik-titik pertumbuhan UKM (sme-clusters)dengan konsep pasar. Karena sektor yang produktif dan menyediakan jasa bagi pengembangan usaha untuk para pengusaha kecil dan menengah akan menjadi pendorong bagi perbaikan produktivitas UKM di sektor yang telah berhubungan dengannya. Secara khusus dukungan pengembangan yang diidentifikasi oleh BPS-KPKM adalah jasa pengembangan usaha yang terdiri dari jasa konsultan teknologi, manajemen dan pemasaran oleh lembaga penyedia BDS (Business Development Services) serta jasa perusahaan lainnya yang diperkuat oleh lembaga keuangan mikro untuk menjembatani menuju pelayanan lembaga keuangan/perbankan modern. Bahkan ketika itupun referensi secara internasional baru menempatkan klaster sebagai pengalaman pengembangan industri yang baik untuk dipertimbangkan (UNCTAD, 1999). </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Kunci penggerak untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing dalam melaksanakan strategi dimaksud adalah sub-sektor jasa perusahaan yang tergabung di dalam sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan. Sub-sektor ini mempunyai sumbangan yang penting dalam pembentukan PDB (1,30-2,00%) dan kualitas nilai tambah. Kinerja ini menonjol karena kandungan IPTEK dan <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Good Corporate Governance yang tinggi dibanding sektor lain kecuali sub-sektor jasa keuangan. Sub-sektor jasa perusahaan memang masih jauh dari perhatian kita dalam pengembangan UKM. Padahal produk jasa yang dihasilkan adalah vital bagi kemajuan perusahaan dan pengembangan hubungan bisnis baik lokal maupun internasional. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Kegiatan yang termasuk dalam sub-sektor jasa perusahaan antara lain : Jasa Konsultasi Piranti Keras; Jasa Konsultasi Piranti Lunak; Pengolahan Data; Perawatan Reparasi Mesin Kantor, Komputer, dll; Penelitian dan Pengembangan; Rekayasa Teknologi; Jasa Hukum; Jasa Akuntansi dan Perpajakan; Jasa Riset Pemasaran; Jasa Konsultasi Bisnis dan Manajemen; Jasa Konsultasi Enginering Dll; Analisis dan Testing; Jasa Periklanan; Seleksi Tenaga Kerja; Fotocopy dll. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Posisi penting sektor jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan untuk peningkatan produktivitas dapat dilihat dari berbagai persfektif. Ciri-ciri yang dimiliki oleh kegiatan yang ada di dalam sub-sektor ini yaitu : </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"></span><br />
<div><ol><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Harus memenuhi persyaratan legal (badan hukum, ijin, persyaratan teknis); </span></span></li>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">
<li>Di kelola oleh kelompok profesional; </li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Interaksi dengan dunia bisnis yang luas; </span></li>
<li>Kandungan IPTEK tinggi; </li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Terbiasa dengan hubungan kontraktual yang lugas; </span></li>
<li>Relatif lebih transparan di banding kelompok lain; </li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Adanya pengawasan dari luar yang kuat baik oleh sistem pengawasan intern dan ekstern maupun oleh pengguna jasa.</span></li>
</span></ol><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b>Kebijakan Pembiayaan dan Perbankan </b></span></span></div></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Modal adalah penting tetapi bukan segalanya! Itulah ungkapan yang selalu dinasehatkan oleh para ahli yang meneliti pembiayaan bagi para pengusaha. Sebaiknya setiap kali kita melakukan interview kepada pengusaha terutama pengusaha kecil jawabnya pasti kekurangan modal, sehingga usahanya tidak maju. Gambaran menjadi lain pula ketika membaca berita di media masa bahwa dana sedang berada di perbankan sangat besar dan penyediaan kredit bagi pengembangan usaha tersedia. Jika dari biasanya yang sebenarnya terjadi? Untuk memahami persoalan ini kita perlu melihat pembiayaan usaha bagi para pengusaha. Pada dasarnya pemberdayaan usaha oleh pelaku ekonomi lapis bawah memang bertumpuh pada kemandirian dan kekerabatan, kemudian pada tahap berikutnya secara kelembagaan yang masih bersifat lokal dan imformal. Namun di masa lalu juga terdapat lembaga formal pada tingkat desa yang merupakan bagian penting dari pemberdayaan bagi ekonomi lapis bawah di pedesaan yang melekat pada pemerintahan di desa. Kemudian pada tahap berikutnya masuklah pasar keuangan pedesaan melalui koperasi, program pemerintah dan perbankan.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Mengutip laporan BPS Dibyo Prabowo menegaskan kembali bahwa 35,10% UKM menyatakan kesulitan permodalan, kemudian diikuti oleh kepastian pasar 25,9% dan kesulitan bahan baku 15,4%. Jika kita ikuti jawaban tersebut sebenarnya kesulitan permodalan adalah resultante dari kesulitan mendapatkan kepastian pasar karena ketidakmampuan menjamin kepastian produksi. Oleh karena itu pemecahan masalah pembiayaan UKM tidak sebatas masalah kekurangan modal, sehingga diperlukan pemecahan yang komprehensif. Hal yang mungkin agak kurang dipahami adalah praktek terbaik dimanapun pembiayaan usaha, terutama pemula, selalu didahului dengan sumber modal sendiri atau modal keluarga atau jika tidak bersumber dari angle Capital18 yang dasarnya adalah kepercayaan dan kegigihan si pelaku. Dalam hal demikian sebenarnya yang harus juga menjadi perhatian kita adalah usaha yang menyediaakan jasa untuk memecahkan pembiayaan usaha kecil hingga sampai pada perbankan. Pembiayaan bagi UKM di negara berkembang pada umumnya masih diharapakan dari perbankan.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Di sisi lain perubahan paradigma pemberian dukungan pembiayaan UKM dari kredit program kepada mekanisme pasar jasa keuangan akibat perubahan UU 23/1999 tentang Bank Indonesia dan berbagai rencana program pemulihan ekonomi yang tercantum dalam nota kesepakatan dengan IMF telah memberikan pelajaran baru. Sejak akhir 1999 semua kredit program dihentikan, sehingga Pemerintah mengubah dukungannya dari memberikan subsidi dan penjaminan pada kredit program sektoral perbankan (seperti BIMAS, KKPA dll.) menjadi dukungan perkuatan LKM terutama KSP/USP sejak tahun 2002 sebagai mekanisme fiskal biasa. Hal ini diharapkan relatif tidak menimbulkan distorsi pasar keuangan mikro kecuali hanya memperkuat para pelaku untuk semakin kompetitif dan memperluas jangkauan Meskipun stimulan fiskal untuk LKM ini baru menjangkau sekitar 15-20 persen LKM, namun telah mendorong tumbuh kembangnya kekuatan kredit mikro non bank. Sebagai pelaku mereka termasuk dalam sektor keuangan. Apabila perkembangan ini menjadi instrumen perkuatan yang efisien, maka instrumen fiskal untuk perkuatan LKM akan terbukti lebih efektif disertai dengan tingkat distorsi yang rendah sehingga dapat menjadi pilihan baru bentuk intervensi yang ramah pasar. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Secara garis besar, kebijakan perbankan terdiri dari: (1) program penyehatan perbankan, meliputi penjaminan pemerintah bagi bank umum dan BPR, rekapitalisasi bank umum dan restrukturisasi kredit perbankan; (2) pemantapan ketahanan sistem perbankan yang meliputi pengembangan infrastruktur perbankan, peningkatan good corporate governance dan penyempurnaan pengaturan dan pemantapan sistem pengawasan bank; (3) upaya pengembangan UMKM dalam rangka pemulihan fungsi intermediasi perbankan.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Berdasarkan Laporan Perekonomian Bank Indonesia tahun 2003, peran Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu: (1) kebijakan kredit perbankan; (2) pengembangan kelembagaan; dan (3) pemberian bantuan teknis. Keterbatasan UMKM dalam memperoleh pelayanan kepada sektor perbankan merupakan salah satu kendala belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan. Menyikapai hal tersebut, selama tahun 2003, upaya yang ditempuh Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM lebih ditekankan pada upaya peningkatan akses UMKM kepada sektor perbankan. Melalui pendekatan kebijakan kredit, upaya yang dilakukan Bank Indonesia antara lain dengan senantiasa mendorong bank umum dan BPR untuk meningkatkan penyaluran kredit UMKM sesuai dengan rencana bisnis masing-masing bank dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Pada pendekatan kelembagaan, salah satu upaya BI dalam mencari solusi bagi peningkatan fungsi intermediasi perbankan dan pemulihan sektor riil dilakukan dengan menyelenggarakan Forum Dialogis Kawasan Barat Indonesia (FD-KBI) pada 21-23 Pebruari 2003 di Sumatera Barat. Forum tersebut merupakan pertemuan tripartit antara pemerintah, perbankan dan pelaku usaha, serta merupakan rangkaian kegiatan yang diselenggarakan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada 8-11 November 2002 di Sulawesi Selatan. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Salah satu rekomendasi dan solusi yang dihasilkan dalam FD-KBI adalah upaya pemanfaatan dan pengembangan lembaga penjaminan kredit untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi nasabah UMKM yang relatif tidak atau kurang bankable, meskipun memiliki usaha yang layak. Kemudian di ikuti dengan seminar dan diskusi terfokus mengenai lembaga penjamin kredit, dan dihasilkan rumusan penting yaitu ”pemberdayaan dan penguatan lembaga penjamin kredit yang telah ada, yang didukung oleh perangkat hukum yang memadai. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Disamping itu, Bank Indonesia juga terus menyelenggarakan bazar intermediasi yang bertujuan untuk mempertemukan bank dengan UKM. Untuk mendukung pengembangan UMK, BI memperluas perannya dalam pemberian bantuan teknis yang selama ini hanya diberikan kepada bank. Upaya tersebut dirumuskan dalam PBI No. 5/18/PBI/2003 tentang pemberian bantuan teknis dalam rangka pengembangan UMK yang menekankan pada upaya mengatasi keterbatasan kemampuan aksesabilitas UMK ke lembaga keuangan, khususnya perbankan. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><b>Lembaga Keuangan Mikro </b></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Selama ini berbagai upaya untuk mendorong produktivitas oleh kelompok ini, nilai tambahnya terbang dan dinikmati para pelepas uang. Adanya pasar keuangan yang sehat tidak terlepas dari keberadaan Lembaga Keuangan yang hadir ditengah masyarakat. Lingkaran setan yang melahirkan jebakan ketidak berdayaan inilah yang menjadikan alasan penting mengapa lembaga keuangan mikro yang menyediakan pembiayaan bagi usaha mikro menempati tempat yang sangat strategis. Oleh karena itu kita perlu memahami secara baik berbagai aspek lembaga keuangan mikro dengan segmen-segmen pasar yang masih sangat beragam disamping juga masing-masing terkotak-kotak. </span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Usaha mikro sering digambarkan sebagai kelompok yang kemampuan permodalan UKM rendah. Rendahnya akses UKM terhadap lembaga keuangan formal, sehingga hanya 12 % UKM akses terhadap kredit bank karena : </span></span></div><div><div><ol><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Produk bank komersial tidak atau kurang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi UKM.</span></span></li>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">
<li>Adanya anggapan berlebihan terhadap besarnya resiko kredit UKM.</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Biaya transaksi kredit UKM relatif tinggi.</span></li>
<li>Persyaratan bank teknis kurang dipenuhi (agunan, proposal, dll).</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Terbatasnya akses UKM terhadap pembiayaan equity.</span></li>
<li>Monitoring dan koleksi kredit UKM tidak efisien.</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 24px;">Bantuan teknis belum efektif dan masih harus disediakan oleh bank sendiri sehingga biaya pelayanan UKM mahal.</span></li>
<li>Bank pada umumnya belum terbiasa dengan pembiayaan kepada UKM.</li>
</span></ol><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Secara singkat kredit perbankan diselenggarakan atas pertimbangan komersial membuat UKM sulit memenuhi persyaratan teknis perbankan, terutama soal agunan dan persyaratan administratif lainnya. Indonesia memiliki sejarah panjang dan kaya akan ragam model pembiayaan mikro. Pengalaman dan kekayaan ini meliputi jenis produk pembiayaan mikro maupun lembaga pelaksananya, bahkan juga sejarah pengenalannya kepada masyarakat. Oleh karena itu kekayaan ini tidak bakal dibiarkan begitu saja dan disia-siakan untuk tidak diberikan tempat terhormat untuk dikembangkan. Desakan akan pentingnya pengembangan ini akan semakin terasa setelah krisis perbankan melanda Indonesia, sehingga perbankan lumpuh dan tidak dapat menjadi lembaga yang efektif lagi. </span></div></div></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Memang disadari bahwa pengertian kredit mikro dapat diartikan bermacam-macam, karena memang produk kredit mikro sendiri tidak homogen dan lembaga pelaksanaannya juga bermacam-macam ditinjau dari segi sifat dan status legalnya. Perbedaan-perbedaan ini juga merupakan ciri segmentasi pasar yang perlu dipahami dan bahkan dapat dilihat sebagai mekanisme fungsional dalam pembagian pasar dan target sasaran. Pemahaman ini diperlukan bagi penetapan kebijakan sesuai kelompok sasaran yang hendak dituju. Demikian latar belakang program pengenalannya juga sangat terkait dengan munculnya tantangan yang dihadapi masyarakat ketika itu, namun demikian pembiayaan mikro tetap mempunyai unipersatitas sebagai penyedia jasa keuangan bagai usaha mikro dan kecil. </span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Perkreditan mikro selain dilihat dari segi produk dan kelembagaannya juga dapat dilihat dari segi “permintaan dan penawaran” atau dari sudut sumber dan penggunaan. Gambaran ini akan menjelaskan pembagian kerja fungsional antar lembaga perkreditan mikro dengan berbagai kelompok sasaran berdasarkan tingkat pendapatan dan bahkan dapat sangat terkait dengan penggunaan kredit. Pendekatan ini sekaligus untuk memahami dinamika perkembangan lembaga perkreditan mikro bagi pengembangan ekonomi rakyat.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Pada dasarnya kredit dapat dibedakan dalam dua sifat penggunaan yaitu kredit produktif dan kredit konsumtif. Untuk melihat sejauh mana sektor-sektor ekonomi produktif memberikan tanda adanya permintaan pasar yang kuat perlu dikaji struktur ekonomi masing-masing sektor berdasarkan atas pelaku usaha, disamping itu juga kaitan dengan sasaran ekspor dan tersedianya dana sendiri oleh para pelaku usaha. Ciri pasar kredit mikro adalah kecepatan pelayanan dan kesesuaian dengan kebutuhan pengusaha mikro. </span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Berdasarkan nilai kredit maka besarnya kredit yang tergolong ke dalam kredit mikro lazimnya disepakati oleh perbankan untuk pinjaman sampai dengan Rp. 50 juta/nasabah dapat digolongkan kedalam kredit mikro. Ada yang berpendapat bahwa dalam masyarakat perbankan internasional kredit mikro dapat mencapai maksimum US $ 1000,-. Di Thailand baru dalam taraf pilot project oleh Bank for Agriculture and Agricultural Cooperative (BAAC) menetapkan kredit mikro adalah kredit dengan jumlah maksimum Bath 100.000/nasabah atau setara dengan US $ 2.500,-. Dengan demikian kredit mikro pada dasarnya menjangkau pada pengusaha kecil lapis bawah yang memiliki usaha dengan perputaran yang cepat.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Lembaga perkreditan mikro di Indonesia pada dasarnya ada dua kelompok besar yakni Pertama, Bank terutama BRI unit dan BPR yang beroperasi sampai ke pelosok tanah air; dan kelompok yang Kedua adalah koperasi, baik koperasi simpan pinjam yang khusus melayani jasa keuangan maupun unit usaha simpan pinjam dalam berbagai macam koperasi. Disamping itu terdapat LKM lain yang diperkenalkan oleh berbagai lembaga baik pemerintah seperti Lembaga Kredit Desa, Badan Kredit Kecamatan dan lain-lain, maupun swasta/lembaga non pemerintah seperti yayasan, LSM, dan LKM lainnya termasuk lembaga keagamaan. </span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia telah membuktikan bahwa : </span></div><div><div><ol><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Tumbuh dan berkembang di masyarakat serta melayani usaha mikro dan kecil (UKM).</span></li>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">
<li>Diterima sebagai sumber pembiayaan anggotanya (UKM).</li>
<li>Mandiri dan mengakar di masyarakat.</li>
<li>Jumlah cukup banyak dan penyebaran nya meluas.</li>
<li>Berada dekat dengan masyarakat, dapat menjangkau (melayani) anggota dan masyarakat.</li>
<li>Memiliki prosedur dan persyaratan peminjaman dana yang dapat dipenuhi anggotanya (tanpa agunan).</li>
<li>Membantu memecahkan masalah kebutuhan dana yang selama ini tidak bisa dijangkau oleh kelompok miskin.</li>
<li>Mengurangi berkembangnya pelepas uang (money lenders).</li>
<li>Membantu menggerakkan usaha produktif masyarakat dan;</li>
<li>LKM dimiliki sendiri oleh masyarakat sehingga setiap surplus yang dihasilkan oleh LKM bukan bank dapat kembali dinikmati oleh para nasabah sebagai pemilik.</li>
</span></ol><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Keunggulan diatas menyebabkan LKM sangat penting dalam pengembangan usaha kecil karena merupakan sumber pembiayaan yang mudah diakses oleh UKM (terutama usaha mikro). pelajaran BRI-Unit sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) telah memberikan pelayanannya sampai ke pelosok tanah air dengan tingkat bunga pasar dan tidak ada memerlukan subsidi. Disamping itu secara empiris tingkat pengembalian baik, mutu pelayanan lebih penting dan mengenal orang dan memahami nasabah serta cash flow sebagai pengganti kollateral phisik. Pendekatan kelompok juga terbukti efektif sebagai pressure group dan mengurangi biaya dan resiko dalam penyaluran. </span></div></div></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Lembaga keuangan mikro lainnya yang akhir-akhir ini tumbuh pesat adalah lembaga keuangan syariah yang penyelenggaraannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Lembaga keuangan syariah terdiri dari bank khusus (bank muamalat) dan bank lain serta BPR-S, sedangkan yang berbentuk bukan bank terdiri dari Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) dibawah pembinaan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), Baitul Tamwil (BTM) yang dikembangkan oleh Baitul Mal Muhammadiyah dan Koperasi Syirkah Muawanah yang digairahkan oleh pesantren-pesantren. Status legalnya ada yang berbentuk koperasi, tetapi tidak jarang masih dalam pembinaan yayasan atau sama sekali tidak terkait dengan institusi pengembang. </span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Bentuk lain kredit mikro yang diakui keberhasilannya oleh dunia adalah pola Grameen Bank yang dirancang untuk memecahkan Perkreditan bagi keluarga miskin. Modal ini terbukti telah berhasil membangkitkan kegiatan ekonomi bagi kelompok penduduk miskin di Bangladesh, sehingga dianggap sangat sesuai untuk memecahkan penyediaan modal bagi penciptaan kegiatan produktif untuk penduduk miskin. Mat Syukur (2001) dalam hasil studinya mengemukakan bahwa Karya Usaha Mandiri (KUM) yang merupakan reflikasi gremeen bank sangat efektif sebagai instrumen delivery untuk kelompok sasaran, namun sustainability dari program ini tanpa dukungan dari luar yang terus menerus masih dipertanyakan, demikian juga daya saing terhadap produk kredit mikro lain belum secara nyata menunjukan keunggulannya. Di dunia memang diakui bahwa Grameen Bank adalah sistem perbankan sosial yang terbaik dan paling berhasil, sehingga menjadi model yang tepat sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi kelompok penduduk miskin.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Jika BRI unit telah diakui sebagai The Biggest and The Best Micro Banking System in the world, maka Grameen Bank adalah The Best Social Banking System, perbedaannya terletak pada kemampuan untuk memobilisasi dana masyarakat dan kegiatan usaha secara komersial yang sehat tanpa subsidi untuk perbankan mikro seperti yang telah ditunjukkan BRI-Unit. Sementara Grameen Bank terletak pada kemampuannya untuk menjangkau masyarakat miskin menjadi produktif dan siap masuk dalam arus kegiatan ekonomi biasa serta memanfaatkan mekanisme perbankan yang biasa, meskipun akhirnya juga dikerjakan oleh Grameen Bank sendiri tapi tidak tertutup untuk menjadi nasabah bank lain. Di Indonesia yang memiliki kekuatan koperasi sebagai sumber pembiayaan mikro terbesar kedua setelah BRI-Unit, struktur kelembagaannya masih sangat terfragmentasi dan belum bergerak sebagai sistem lembaga keuangan yang efisien, oleh karena itu daya dobraknya tidak dapat kelihatan meluas dan terkesan kurang produktif. Pada dasarnya potensi pengembangan LKM masih cukup luas karena : </span></div><div><div><ol><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Usaha mikro dan kecil belum seluruhnya dapat dilayani atau dijangkau oleh LKM yang ada;</span></li>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">
<li>LKM berada di tengah masyarakat;</li>
<li>Ada potensi menabung oleh masyarakat karena rendahnya penyerapan investasi didaerah, terutama di pedesaan;</li>
<li>Dukungan dari lembaga dalam negeri dan internasional cukup kuat.</li>
</span></ol><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Segmentasi pasar lembaga keuangan mikro pada umumnya adalah kelompok usaha mikro yang dianggap oleh bank :</span></div></div></div><div><div><ol><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Tidak memiliki persyaratan yang memadai;</span></li>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">
<li>Tidak memiliki agunan yang cukup;</li>
<li>Biaya transaksinya mahal/tinggi;</li>
<li>Lokasi kelompok miskin tidak berada dalam jangkauan kantor cabangnya.</li>
</span></ol><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Permintaan kredit bagi Lembaga Keuangan Mikro dapat diperhitungkan masih sangat luas dan segmennya bermacam-macam. Hal ini mengingat sebagian besar kelompok usaha mikro belum dapat dilayani oleh bank. Kelompok peminjam tersebut meliputi usaha produktif masyarakat yang memiliki perputaran usaha tinggi dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja.</span></div></div></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><b>Arah dan Strategi Pengembangan LKM </b></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Permasalahan yang dihadapi oleh LKM terutama LKM bukan bank pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam hal-hal yang bersifat internal dan eksternal. Yang bersifat internal meliputi keterbatasan sumberdaya manusia, manajemen yang belum efektif sehingga kurang efisien serta keterbatasan modal. Sementara faktor yang bersifat eksternal meliputi kemampuan monitoring yang belum efektif, pengalaman yang lemah serta infrastruktur yang kurang mendukung. Kondisi inilah yang mengakibatkan jangkauan pelayanan LKM terhadap usaha mikro masih belum mampu menjangkau secara luas, sehingga pengembangan LKM yang luas akan sangat penting perannya dalam membantu investasi bagi usaha mikro dan kecil. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperkuat LKM dapat dilakukan melalui : </span></div><div><div><ol><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Perkuatan permodalan dan manajemen lembaga keuangan masyarakat (KSP/USP dan LKM);</span></li>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">
<li>Penggalangan dukungan dan fasilitasi pembiayaan UKMK dengan lembaga keuangan;</li>
<li>Penggalangan partisipasi berbagai pihak dalam pembiayaan UKMK (Pemda, Laur Negeri, dll);</li>
<li>Optimalisasi pendayagunaan potensi pembiayaan UKMK di daerah (Bagian Laba BUMN, Dana Bergulir, Yayasan, Bantuan Luar Negeri);</li>
<li>Peningkatan Capacity Building LKM;</li>
<li>Training bagi pengelola LKM, untuk meningkatkan kapasitas pengelola LKM;</li>
<li>Perlu adanya lembaga penjamin untuk menjamin kredit LKM dan tabungan nasabah LKM dan;</li>
<li>BDS yang mampu memberikan fasilitasi manajemen, keuangan, dll.</li>
</span></ol><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Pengembangan KSP dan LKM kedepan harus diarahkan untuk menjadikan KSP dan LKM sehat, kuat, merata dan mampu menyediakan kebutuhan pembiayaan usaha mikro dan kecil agar mampu menghadapi tantangan untuk melaksanakan otonomi daerah. Pengendalian dan pembinaan/fasilitasi, serta pengembangan kelembagaan (organisasi dan manajemen), meningkatkan kompetensi dan profesionalisme pengelola KSP/USP-LKM melalui diklat terus menerus sangat diperlukan. Pengembangan kemampuan layanan bagi anggota, meningkatkan jumlah produk keuangan yang didukung dengan pengembangan jejaring. Pengembangan jejaring antara lain meliputi jejaring : </span></div></div></div><div><div><ol><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Antar KSP/LKM, mendayagunakan lembaga simpan pinjam sekunder yang berperan mengatur interlending diantara KSP/USP Koperasi dan LKM;</span></li>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">
<li>Antara KSP/USP dan LKM dengan lembaga keuangan lain, meningkatkan akses untuk dana pinjaman maupun equity.</li>
</span></ol><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Dalam memperkuat USP/KSP ke depan paling tidak ada tiga langka yang harus dilakukan : Pertama, harus dilakukan pemisahan koperasi simpan pinjam dan tidak boleh dicampur/dilaksanakan sebagai bagian dari koperasi serba usaha, terutama bila USP sudah menjadi besar dan sangat dominan; Kedua, harus segera diorganisir kedalam kelompok-kelompok KSP sejenis untuk melaksanakan integrasi secara utuh, sehingga peminjaman dan penyaluran dana antar KSP dapat terjadi dan berjalan efektif; <span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Ketiga, perlu dikembangkan sistem asuransi tabungan anggota, asuransi resiko kredit serta lembaga keuangan pendukung lainnya. Disamping itu mekanisme pengawasan yang baik dan efektif akan menjamin bekerjanya mekanisme mobilisasi dana dan pemanfaatannya secara efektif.</span></div></div></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Pengalaman keberhasilan Bank Bukopin yang mengembangkan supervisi dan sistem on-line pada pola Swamitra juga telah membuktikan, bahwa integrasi KSP dengan Lembaga Keuangan Modern/berpengalaman dalam hal ini bank akan memperkuat kedudukan koperasi. Model ini harus menjadi pelengkap cara memajukan KSP ditanah air. </span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Berbagai dukungan perkuatan seperti perkuatan permodalan : P2KER (Proyek Pengembangan Kemandirian Ekonomi Rakyat), PUK (Pengembangan Usaha Kecil), Dana Penghematan Subsidi BBM, MAP (Modal Awal dan Padanan) akan terus diupayakan, pengendalian (monitoring, evaluasi, pengawasan, penilaian kesehatan) LKM juga akan terus dikembangkan, pengembangan pola dan lembaga penjaminan lokal serta pengembangan biro kredit, informasi kinerja UMK di masa lalu (track record). Arah Lembaga Keuangan Mikro ke Depan : </span></div><div><div><ol><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Mengatasi status legal agar jelas, diarahkan menjadi Bank, Koperasi atau LKM yang saat ini sedang disiapkan RUU LKM;</span></li>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">
<li>Pengawasan lebih intensif untuk melindungi pihak ketiga (penabung);</li>
<li>Pengembangan jaringan melalui penumbuhan lembaga keuangan sekunder, jaringan on line untuk peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat lokal. </li>
</span></ol><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Dengan demikian pelayanan yang luas serta menjangkau lapisan usaha mikro yang luas akan membawa pasar keuangan lebih bersaing, sehingga ketergantungan usaha mikro terhadap pelepas uang dapat ditekan atau ditiadakan. Pola pengembangan LKM juga harus memberikan pilihan yang luas bagi masyarakat nasabah apakah melalui pola konvensional atau pola bagi hasil (pola syariah). Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) sebagai model tertua LKM syariah saat ini telah memiliki 3.000 unit dibawah pembinaan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), serta model Baitul Tamwil Muhamadiyah (BTM), Koperasi Pondok Pesantren, Koperasi Syirqoh Mu’awanah dan Lembaga Pengelolah Zakat yang mengembangkan program ekonomi produktif bagi penerima zakat ini akan berkembang dan tumbuh lebih banyak LKM karena sudah ada perlindungan hukum tetapi untuk LKM binaan memerlukan perlindungan tersendiri. </span></div></div></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Posisi LKM dalam pemberdayaan UKM, terutama usaha mikro sangat strategis karena 97% usaha kecil adalah usaha mikro yang belum terjangkau pelayanan perbankan. Perkuatan LKM selain menyangkut dengan lemahnya SDM juga tidak adanya jaringan yang memungkinkan terjadinya inter lending. Disamping itu pengembangan UKM memerlukan kehadiran lembaga pendukung agar posisi LKM, penabung dan peminjam terlindungi dari berbagai resiko. Lembaga keuangan mikro dapat didudukkan sebagai energi pemberdayaan UKM, terutama untuk pembentukan proses nilai tambah dan peningkatan taraf hidup lapisan masyarakat bawah.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><b>Lembaga Keuangan Syariah </b></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Pada dasarnya perbuatan muamalat yang ditujukan untuk kebaikan hubungan berekonomi sesama manusia harus mengandung ciri untuk kemaslahatan umum. Oleh karena itu seharusnya kita melihat kehadiran sistem syariah dalam transaksi antar individu dan lembaga harus kita tempatkan dalam kontek pasar, yaitu karena adanya kebutuhan dan ketersediaan serta dipilih atas dasar pertimbangan rasional dan moral untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera lahir dan batin. Karena perekonomian syariah dilandasi atas prinsip kesempurnaan kehidupan diantara kebutuhan lahiriah dan rohaniah dalam bertransaksi sesama hamba Allah maupun lembaga yang mereka buat, maka kerelaan atau “ridho” menjadi fundamen dasar setiap transaksi dua pihak atau lebih. </span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Perdebatan ekonomi syariah sering dipersempit dalam konteks pada “bunga bank” sebagai riba atau bukan, sementara dimensi lain selain “riba” kurang diberikan pembahasan secara seimbang. Selain “riba” terdapat dua aspek penting yakni unsur ada tidaknya judi atau “maisir” yang sangat berkaitan dengan aspek resiko dan ketidakpastian serta ada tidaknya unsur kecohan (tipuan) yang dikenal sebagai hal yang mengandung unsur “gharar”. Ketiga unsur yang menjadi dasar perbuatan transaksi atau “baia” mempunyai arti yang penting untuk menilai subtansi suatu transaksi dapat digolongkan memenuhi syarat syariah atau tidak. </span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Pengkajian ekonomi syariah secara umum masih didominasi oleh kupasan dari dimensi “fiqih” dan ”administrasi pembangunan” bukan kupasan ilmu ekonomi dan nilai subtansi ajaran islam dalam menjelaskan perilaku individu muslim sebagai pelaku ekonomi. Padahal beberapa kajian empiris oleh para ahli ekonomi juga telah banyak menemukan adanya perbedaan perilaku masyarakat muslim yang tercermin dalam tingkah laku ekonominya (Metwali). Tantangan besar bagi para ekonom adalah terus mengkaji kedudukan moral ekonomi islam atau sistem ekonomi syariah dan bagaimana interaksi dengan sistem yang lain dalam dunia global.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Apabila kita simak secara mendalam ajaran berekonomi dalam Al-qur’an dilandasi oleh suatu sikap bahwa tiada pemisahan antara ekonomi dan keberagamaan seseorang. Mencari nafkah adalah bagian dari ibadah dan tiada pemisahan antara agama dan kehidupan dunia. Dari titik tolak ini akan melahirkan dua konsekuensi yaitu : pertama, perlunya pembentukan sikap oleh seorang individu akan penguatan hidup dan pencarian kebaikan di dunia atau dalam hubungannya dengan bumi dan alam; kedua, soal pemilihan pribadi, sampai dimana batas dan tujuannya. Konsekuensi dasar pertama memerlukan pada sikap keharusan hidup bersahaja yang menjadi dasar hidup seorang muslim untuk menghindari sikap hidup yang boros dan bermewah-mewahan. Dengan demikian prinsip kemanfaatan didasarkan atas pemenuhan kesejahteraan lahiriyah dan rohhaniah.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Jika prinsip ekonomi syariah sebagai dasar muamalat, maka seharusnya kita jangan buru-buru terpaku pada institusi. Institusi dengan berbagai karakter dan prinsip yang mengawal.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><b>Kesimpulan</b></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Kondisi menurunnya produktivitas perusahaan secara menyeluruh membawa akibat secara langsung berupa penurunan output perusahaan Demikian juga dengan produktivitas usaha kecil yang terlihat semakin tidak menentu karena dalam tahun 2002 untuk kesekian kalinya kembali terjadi penurunan. Sektor-sektor yang mengalami kemerosotan adalah produktivitas perusahaan pertanian, pertambangan dan galian, listrik dan gas, bangunan dan jasa-jasa. Kondisi tersebut telah menggerakkan pengembangan KSP dan LKM yang diarahkan untuk menjadikan KSP dan LKM sehat, kuat, merata dan mampu menyediakan kebutuhan pembiayaan usaha mikro dan kecil agar mampu menghadapi tantangan untuk melaksanakan peningkatan produktivitas usaha. Pengendalian dan pembinaan/fasilitasi, serta pengembangan kelembagaan (organisasi dan manajemen), meningkatkan kompetensi dan profesionalisme pengelola KSP/USP-LKM melalui diklat terus menerus sangat diperlukan.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">Permintaan kredit bagi Lembaga Keuangan Mikro dapat diperhitungkan masih sangat luas dan segmennya bermacam-macam. Hal ini mengingat sebagian besar kelompok usaha mikro belum dapat dilayani oleh bank. Kelompok peminjam tersebut meliputi usaha produktif masyarakat yang memiliki perputaran usaha tinggi dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja. Dengan demikian pelayanan yang luas serta menjangkau lapisan usaha mikro yang luas diharapkan dapat membawa pasar keuangan lebih bersaing, sehingga ketergantungan usaha mikro terhadap pelepas uang dapat ditekan atau ditiadakan.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><br />
</span></div><div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><b>Daftar Pustaka</b></span></div><div><ul><li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">A.R. Karseno Universitas Gadjah Mada yang berjudul “Pengaruh 3 Pranata (Institusi) pada penerapan teori economic Neo-klasik, tanggal 7 Pebruari 2004.</span></li>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;">
<li>Dibyo Prabowo : Developent of Small and Medium-sized Enterprise, makalah pada seminar The Tokyo seminar on Indonesia 25-26 Agustus 2004 di Tokyo Jepang.</li>
<li>Stillman, Robert D ; Equity Financing for Technology, makalah pada Expert meeting on improving the competitiveness of SME through enhancing productive capacity : financing for technology 28-30 october 2002.</li>
<li>Lian, Daniel, Capital Creation-The Next Step Up ?, dalam Thailand Economics, Januari 16, 2003.</li>
<li>Soetrisno, Noer : Menuju Pembangunan Ekonomi Berkeadilan Sosial, STEKPI, Jakarta, Indonesia 2003.</li>
<li>Adiningsih, Sri, The Indonesia Business Rop in AFTA, Indonesia Business Perspective, Volume V, No. 3, PT. Harvest International Indonesia, March, 2003, hal 20.</li>
<li>Mubyarto, Pemberdayaan ekonomi rakyat dan peranan ilmu-ilmu sosial, BPFE, Yogyakarta 2001 hal 31.</li>
<li>Neher, Philip A : Economic Growth and Development : A Mathematical Introduction, John Wiley & Sons, Inc, New York, Hal 207-255.</li>
<li>Hadi Soesastro , M. N Haidi A. Pasay dan Julius A. Mulyadi : Pertumbuhan Ekonomi, Perubahan Struktural dan Perilaku Konsumen, Jurnal Ekonomi Indonesia, Agustus 1996.</li>
</span></ul></div></div></div></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-7243094338131617822011-06-06T18:46:00.001-07:002012-07-30T18:50:44.590-07:00Pengembangan Media Pembelajaran Mata Kuliah Sistem Pendukung Keputusan dengan Menggunakan Metode Computer Assisted Instructional (CAI)<i>Laporan Penelitian (6 Juni 2011)</i><br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">Oleh :</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Mariana Kristiyanti, S.Kom, MM</div><div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari, SE, M.M</div><div><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>ABSTRAKSI</b></div><div><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perkembangan teknologi yang sangat pesat telah membuka pandangan lebih luas dan memberikan peluang lebih besar bagi masyarakat pendidikan untuk memanfaatkan berbagai produk teknologi dalam pembelajaran. Dengan teknologi pembelajaran dan pelatihan dapat dilakukan cara-cara yang sistematik dalam memecahkan masalah pembelajaran yang berhubungan dengan human learning melalui prinsip-prinsip pendayagunaan sumber belajar dalam skala luas, penerapan pendekatan sistem, dan pemberian fokus pada kebutuhan pebelajar dan masyarakat luas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam rangka membantu para mahasiswa agar lebih mudah memahami mata kuliah Sistem Pendukung Keputusan di Universitas AKI, perlu diperkenalkan strategi dan model pembelajaran yang lebih komprehensip yaitu menggunakan komputer sebagai media pembelajaran karena lebih memungkinkan mahasiswa dapat mempelajari materi mata kuliah Sistem Pendukung Keputusan yang dirasa sulit, kapanpun dan dimanapun pembelajaran itu diperlukan. Komputer sebagai media atau alat bantu dalam kegiatan pembelajaran dewasa ini dikenal dengan istilah pembelajaran berbantuan komputer (Computer Assisted Instructional – CAI) atau (Computer Assisted Learning – CAL). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pendekatan ini merupakan konsep belajar yang membantu pebelajar mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata pebelajar dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan konsep tersebut, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi pebelajar. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dan bentuk kegiatan pebelajar bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari pembelajar ke pebelajar, dengan kata lain proses pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil. Dalam hal ini pebelajar perlu mengerti makna belajar, apa manfaat, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berusaha menggapainya. Dalam uapaya itu mereka memerlukan pembelajar sebagai pengarah dan pembimbing.</div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-8558456364536834282011-05-01T08:56:00.001-07:002012-08-02T08:58:07.994-07:00Pengaruh Kewirausahaan, Kualitas Manajemen Dan Kualitas Hubungan Franchise Terhadap Kinerja Pemasaran<i>Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)</i><br />
<i>Volume 2 No. 2, 1 Mei 2011 Hal : 65-74</i><br />
<br />
<div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari</div><div style="text-align: center;">Fakultas Ekonomi Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><i>Abstract</i></div><div><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><i>The objectives of the study are to determine the influence of entrepreneurship, management quality, franchise relationship quality, and the impact toward the increasing of marketing performance. Purposive sampling is applied to 100 franchise companies in Semarang and uses AMOS 5 data analysis. The result of the analysis shows that entrepreneurship, management quality, and franchise relationship company have positive influence which is significant toward marketing performance. This empirical result indicates that in order to increase marketing performance by franchise company in Semarang, it should focus on factors, such as franchise relationship quality, management quality, and entrepreneurship, because those factors have influenced the degree of marketing performance. </i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Keywords : entrepreneurship, management quality, franchise relationship quality, and marketing performance</i></div><div><br />
</div><div><b>Pendahuluan</b></div><div><br />
</div><div>Dari tahun ke tahun, bisnis waralaba di Indonesia memang terus meningkat. Dari hasil kajian AK and Partners (konsultan waralaba), pada periode tahun 1997-2003 pertumbuhan pewaralaba (franchisee) nasional/lokal rata-rata sebesar 17,13 persen. Indikasi ini sangat menggembirakan dan memberikan optimisme bahwa waralaba (franchisee) nasional/lokal akan mampu terus tumbuh dan menguasai pangsa pasar domestik secara cukup signifikan. Sedangkan waralaba utama (master franchisee) penyandang merek dagang asing, selama periode yang sama (1997-2003), rata-rata pertumbuhannya masih turun 1,75 persen. Penelitian ekonomi empiris menjelaskan mengapa perusahaan perusahaan memilih untuk mendistribusikan produk maupun jasa mereka melalui jaringan franchise. Sebaliknya, alasan mengapa perorangan mengikuti system franchise dan karakteristik-karakteristik yang memprediksikan perorangan tertarik untuk menjadi franchisee mendapatkan perhatian yang sedikit.</div><div><br />
</div><div>Ada 3 penjelasan mengapa franchising didirikan. pertama franchising merupakan reaksi atas keterbatasan sumber daya, sebagai sistem yang efisien untuk mengatasi masalah principal-agent, dapat dijelaskan sehingga pencarian cost benefit yang dapat meningkatkan efektifitas saluran. Bisnis franchise diyakini masih akan menjadi usaha yang paling menarik, tapi permasalahan yang muncul tampaknya seiring dengan perkembangan tersebut seperti yang telah dikemukakan diatas .Permasalahaan franchise dapat dialami oleh dua pihak baik itu fanchisee maupuun franchisor juga. Menurut Amir Karamoy (2004) hal-hal yang perlu diperhatikan bagi pebisnis franchise ini banyak, tapi hal penting yang harus mendapat penekanan yaitu manajemen hubungan atau franchise relationship management. Franchise yang menghadapi tekanan baik internal maupun eksternal secara signifikan, tekanan-tekanan tersebut dapat menyebabkan kekacauan system yang akan berimbas pada penyedia eksternal, customer, dan supplier juga franchisee dalam sistem franchise (Kaufmann, 1990 dalam Tikoo, 2005: 329). Ada konflik-konflik yang potensial dalam hubungan antara franchisee dan franchisor dimana kedua pihak saling tergantung, terikat oleh kontrak, dan banyaknya franchisee yang mengajukan komplain kepada franchisor. Dari uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bisnis waralaba di Indonesia masih terus mengalami peningkatan dan melihat dari negara lain bisnis waralaba menjadi sektor bisnis yang dominan dan menjanjikan. Namun Adanya kegagalan dalam membina sistem franchise telah banyak terjadi sehingga perlu dilakukan kajian faktor-faktor yang meningkatkan kualitas hubungan franchisor dan franchisee untuk meningkatkan kinerja dan produktifitas.</div><div><br />
</div><div><b>Kewirausahaan</b></div><div><br />
</div><div>Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju kesuksesan. Beberapa literatur manajemen memberikan tiga landasan dimensi-dimensi dari kecenderungan organisasional untuk proses manajemen kewirausahaan, yakni kemampuan inovasi, kemampuan mengambil risiko, dan sifat proaktif (Matsuno, Mentzer dan Ozsomer, 2002). Kewirausahaan dikenal sebagai pendekatan baru dalam pembaruan kinerja perusahaan. Hal ini, tentu harus direspon secara positif oleh perusahaan yang mulai mencoba bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat krisis berkepanjangan. Kewirausahaan disebut-sebut sebagai spearhead (pelopor) untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi perusahaan berkelanjutan dan berdaya saing tinggi. Membangun kewirausahaan dinyatakan sebagai satu dari empat pilar dalam memperkuat lapangan pekerjaan. Sedangkan Wirausaha sendiri berarti suatu kegiatan manusia dengan mengerahkan tenaga pikiran atau badan untuk mencapai/menciptakan suatu pekerjaan yang dapat mewujudkan insan mulia. Dengan kata lain, wirausaha berarti manusia utama (unggul) dalam menghasilkan suatu pekerjaan bagi dirinya sendiri atau orang lain. Orang yang melakukan wirausaha dinamakan wirausahawan.</div><div><br />
</div><div>Bentuk dari aplikasi atas sikap-sikap kewirausahaan dapat diindikasikan dengan orientasi kewirausahaan dengan indikasi kemampuan inovasi, proatifitas, dan kemampuan mengambil resiko (Looy et al. 2003). Proaktifitas seseorang untuk berusaha berprestasi merupakan petunjuk lain dari aplikasi atas orientasi kewirausahaan secara pribadi. Demikian pula bila suatu perusahaan menekankan proaktifitas dalam kegiatan bisnisnya, maka perusahaan tersebut telah melakukan aktifitas kewirausahaan yang akan secara otomatis mendorong tinginya kinerja . Perusahaan dengan aktifitas kewirausahaan yang tinggi berarti tampak dari tingginya semangat yang tidak pernah padam karena hambatan, rintangan, dan tantangan. Sikap aktif dan dinamis adalah kata kuncinya. (Doukakis, 2002). Seseorang yang berani mengambil risiko dapat didefinisikan sebagai seseorang yang berorientasi pada peluang dalam ketidakpastian konteks pengambilan keputusan. Hambatan risiko merupakan faktor kunci yang membedakan perusahaan dengan jiwa wirausaha dan tidak. Fungsi utama dari tingginya kewirausahaan adalah bagaimana melibatkan pengukuran risiko dan pengambilan risiko secara optimal (Looy et al. 2003).</div><div><br />
</div><div><b>Kualitas Manajemen</b></div><div><br />
</div><div>Menurut Monroy dan Alzola (2005: 585) kualitas manajemen dapat digambarkan sebagai bisnis yang memfokuskan pada kepuasan konsumen melalui komitmen dengan partner jaringan. Keuntungan penerapan dan pengembangan kualitas manajemen membawa peningkatan sistem franchise yang dapat dilihat dalam aspek berikut ini (Monroy dan Alzola, 2005: 585) : </div><div><ol><li>Meningkat dengan cepatnya pertumbuhan sistem franchise diikuti pelanggan yang lebih mudah dalam mengakses produk/service.</li>
<li>Franchisee dimotivasi oleh kesempatan untuk bertindak dalam bisnis perseorangan yang cukup antusias memimpin dan berpartisipasi dalam proyek franchisor dan adanya pembagian profit dari unit franchise. Motivasi yang lebih tinggi menghasilkan kepercayaan franchisor dimana franchisor memimpin dengan mengurangi biaya monitoring.</li>
<li>Kualitas transaksional dalam sistem franchise menggambarkan kinerja bisnis dalam jangka pendek dimulai unit analisis yang efektif dalam setiap transaksi. Kualitas transaksional memfokuskan pada identifikasi factor penentu kesuksesan franchisee dalam memulai bisnisnya diman hal ini dapat diterapkan dengan mempertimbankan aspek konstitusi dengan criteria minimum untuk memulai dan mengelola bisnis dengan tepat.</li>
</ol><div>Dimensi kualitas transaksi dari perspektif franchisee mengacu pada semua daerah kinerja franchisor dalam mengevaluasi dan memulai bisnis bahkan dalam setiap transaksi. Model diidentifikasi dengan 2 dimensi konten dan asisten. Konten dimensi melibatkan pelatihan dan informasi yang menggambarkan apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakan. Kontrak franchise mengacu pada aspek operasional unit franchise seperti produk yang ditawarkan, jam kerja pelatihan untuk franchisee yang disediakan franchisor (Baucus,1993: Bradach, 1998). Selanjutnya aspek yang membentuk dimensi konten adalah :</div></div><div><br />
</div><div>a. Training</div><div><br />
</div><div>Franchisor memberikan kontribusi kepada franchisee pengetahuan yang diperlukan pengembangan dan pemenuhan konsep bisnis dimana yang utama mengacu pada transfer kepemilikan know-how mengenai produksi dan operasi pelayanan ( Monroy dan Alzola, 2005: 585). Lebih dari itu franchisor memberikan semangat kepada franchisee untuk menggunakan program pelatihan tanpa dikenakan biaya hasilnya peserta meningkat dan masalah prasangka buruk akan menurun (Bradach, 1998).</div><div><br />
</div><div>b. Support</div><div><br />
</div><div>Franchisor bersedia mendukung dan menyarankan franchisee dalam setiap konsep bisnis star-up dan operasional. Kebanyakan franchisor mau menyediakan praktek pendukung kepada franchisee pemilihan letak dan asistensi secara umum dalam bisnis start-up (Teegen, 2000). Oleh karena itu franchisee memperoleh kebebasan untuk mengoperasikan dalam kontrol, asistensi dan didukung linkungan, sementara itu pada saat yang sama diperoleh juga manfaat dari merek, manajemen profesional (Fulop, 2000: 27).</div><div><br />
</div><div>c. Informasi</div><div><br />
</div><div>Franchisor juga menyediakan kepada franchisee dengan informasi penting mengenai kondisi kontrak franchise baik itu kewajibannya misalnya pertimbangan financial. Lebih lagi adanya sitem yang sah mengenai keterbukaan informasi utama yang ada dalam kontrak franchise (Fulop, 2000). Pada kenyataannya informasi yang cukup terbuka oleh pihak franchisor akan memberikan kontribusi pada tingkat kepuasan franchisee dalam melakukan pembelian dan operasional outlet franchise (Hing, 1999). Dimensi asistensi (bantuan) oleh franchisor cukup penting menolong franchisee dalam bentuk keuangan, supplay dan saran pemasaran. Dimensi ini dapat disederhanakan dalam elemen berikut :</div><div><ol><li>Supply, Franchisor yang menyediakan franchisee dengan berbagai material dan produk akan meningkatkan kewajiban kontrak dengan efektif. Kontrak franchise memerlukan franchisee agar membeli input spesifik dari franchisor(Lafontaine dan Shaw, 1999; Michael, 2000). Franchisee juga dapat menggunakan eksternal suplier dengan pemberian daftar nama suplier oleh franchisor (Bradach, 1998). Namun seringkali franchisee menggunakan distribusi rantai internal dalam kegiatan operasi dengan harga yang lebih baik dan pelayanan lebih baik (Bradach, 1998).</li>
<li>Fasilitas Financial, Franchisor bersedia menyediakan bantuan financial untuk franchisee tidak secara langsung maupun secara langsung dengan menyediakan pinjaman. (Monroy dan Alzola, 2005: 585).</li>
<li>Asistensi manajemen, Franchisor membantu franchisee dalam pengelolaan bisnis. Franchisor menyediakan bantuan dengan menyediakan dukuangan praktek dalam manajemen praktek, akuntansi dan pelayanan pemasaran dan bantuan yang lain (Monroy dan Alzola, 2005: 585).</li>
<li>Accessibility (Kemudahan jalan), Accessibility mengacu pada hubungan franchisor dengan franchisee. Pada saat franchisee bergabung rantai hubungan akan menjaga hubungan secara konstan (Bradach, 1997). Adanya komunikasi yang teratur dengan franchisee merupakan salah satu sumber ketersediaan kekuatan tanpa paksaan oleh franchisor (Fulop, 2000).</li>
</ol><div><b>Kualitas Hubungan Franchise </b></div></div><div><br />
</div><div>Sistem franchise tidak hanya sekedar sistem ekonomi tapi juga system sosial karena adanya unsur relationship yang berdasarkan dimensi ketergantungan, komunikasi dan konflik (Stern dan Reve dalam Tikoo, 2005: 331). Hubungan antara franchisor dalam mempengaruhi franchisee sering disertai dengan konflik. Dari hasil penelitian Tikoo (2005: 329) peran franchisor meliputi permintaan, ancaman dan perjanjian mempunyai hubungan positif terhadap perselisihan hubungan franchise. Konflik sendiri biasanya terjadi disesbabkan oleh asimetri distribusi atas kekuatan franchisor (Quinn dan Doherty, 2000: 354) Aspek konflik harus dikelola untuk menciptakan hubungan baik antara franchisor dan franchisee. Karena hubungan franchise tidak dapat dikendalikan oleh ketergantungan franchisee. Sehingga peran franchisor diatas mempunyai hubungan negative terhadap ketergantungan franchisee. Artinya keterikatan franchisee tidak bisa dilakukan dengan tekanan pihak franchisor. Sehingga solusi terbaik adalah terciptanya hubungan fair/adil atas 2 arah antara franchisor dengan franchisee (Tikoo, 2005: 329) misal menggunakan pertukaran informasi (information exchange), kesanggupan (promise), pengendalian diri (restrain) atas penekanan sebelumnya demand, treat dan legalistic dalam mempengaruhi franchisee. Dimensi dari hubungan baik antara franchisor dan franchisor adalah information exchange, recommedations, promises, request, treat, legalistic pleas (Tikoo, 2005: 329). Menurut Johnsin (1999: 4-18) kualitas hubungan digambarkan sebagai kedalaman dan iklim organisasi dari sebuah hubungan antar perusahaan. Ada juga yang menyatakan kualitas hubungan sebagai evaluasi menyeluruh dari kekuatan hubungan (Smit, 1998; Garbarino dan Johnson, 1999). Dalam dunia franchise ada beberapa studi yang menyatakan variabel yang menggambarkan atas kualitas hubungan dalam jaringa franchise yaitu kepercayaan komitmen, konflik, kekeluargaan, kerjasama. (Dant and Schul, 1992; Cox, 1995; Dahlstrom and ). Sehingga merupakan suatu hal yang penting mengukur kualitas hubungan antara franchisor dengan franchisee untuk menetapkan kekuatan hubungan ini dan untuk menjelaskan bahwa bukan hanya dalam network patner tapi dalam kinerja penjualan.</div><div><ol><li>Kepercayaan, Kepercayaan adalah hal terpenting penentu kesuksesan kerjasama (Dwyer et al., 1987; Ganesan, 1994) Disamping itu kepercayaan dapat digambarkan dalam 2 komponen berbeda yaitu kredibilitas dan benevolence (kebajikan) (Monroy dan Alzola, 2005: 585). Kredibilitas mnegacu pada perluasan dimana 1 partner mempercayai bahwa partner lain memiliki kacakapan untuk menampilkan kerja yang efektif dan dapat diandalkan. Sedangkan benevolence berdasarkan perluasan dimana satu partner mempercayai partner lain karena memiliki motivasi yang bermanfaat untuk mengatasi masalah yang ada.</li>
<li>Komitmen, Beberapa peneliti menyatakan bahwa komitmen adalah unsur yang essensial dalam kesuksesan hubungan (Dwyer etaL, 1987; Ganesan, 1994; Mohr and Spekman, 1994; Morgan and Hunt, 1994 ). Komitmen penting sebagai hasil dari kerjasama yang mengurang potensi ketertarikan alternative ke hal lain dan akhirnya mampu meningkatkan profit. Geyskens (1996 dalam Monroy dan Alzola, 2005: 585) menyatakan bahwa perbedaan antara komitmen afektif dan komitmen kalkulatif adalah hal yang terpenting dalam hubungan antar organisasi. Secara umum komitmen afektif menghubungkan dengan keinginan untuk meneruskan hubungan karena pengaruh positif kedepan dalam mengidentifikasi partnernya. Partner yang memiliki komitmen afektif meneruskan hubungan karena menyukai partner lain, enjoyment dan rasa setia dan rasa memiliki. Namun sebaliknya komitmen kalkulatif merupakan komitmen yang berdasarkan pada perluasan partner yang menerima kebutuhan dalam menjaga hubungan yang mengacu pada perpindahan biaya yang ditinggalkan. Yang menghasilkan perhitungan antara biaya dan manfaat termasuk penetapan investasi yang dibuat dalam sebuah hubungan.</li>
<li>Relasionalism (rasa kekeluargaan), Realsionalism dapat disebut sebagai kerjasama sosial yang mempertimbangkan referensi dari evaluasi perilaku patner. Pada kenyataannya mereka mengijinkan pertimbangan atas kenyamanan dari tindakan satu pihak dengan standar yang pasti dalam melengkapi penyusunan dasar untuk penyelesaian konflik.</li>
</ol><div><b>Metodologi Penelitian </b></div></div><div><br />
</div><div><i>Jenis dan Sumber Data</i></div><div><br />
</div><div>Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yang merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber dari lapangan. Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini data primer didapat dari pengisin kuesioner dari responden. Responden dalam penelitian ini adalah semua perusahaan franchisee yang ada di kota Semarang </div><div><br />
</div><div><i>Populasi dan Sampel</i></div><div><br />
</div><div>Penelitian sampel merupakan penelitian dimana peneliti meneliti sebagian dari elemen-elemen populasi. Analisis data sampel secara kuantitatif menghasilkan statistik sampel yang digunakan untuk mengestimasi parameter populasinya. Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap bisa mewakili populasi. Populasi penelitian ini adalah perusahaan waralaba yang ada di kota Semarang baik yang tergabung dalam organisasi atau tidak sebanyak 130 unit. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu yaitu pemilihan sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Purposive sampling merupakan pemilihan sekelompok subyek berdasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui. Melalui cara ini sampel dipilih karena factor kondisi seperti keberadaan sampel pada tempat dan waktu yang tepat (Soleh, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan franchise di kota Semarang . Adapun kriteria responden yang dipilih adalah perusahaan franchise domestik dalam bidang food service yang termasuk dalam AFI dan ditambahkan perusahaan franchise lokal yang tidak ikut serta dalam Asosiasi Franchise Indonesia. Berdasarkan teknik purposive sampling, maka terpilih sampel sejumlah 100 perusahaan.</div><div><br />
</div><div><b>Teknik Analisis </b></div><div><br />
</div><div>Alat analisis yang digunakan untuk menguji model tersebut dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan bantuan program AMOS versi 6.0. Pengujian goodness of fit model dilakukan sebelum pengujian hipotesis penelitian. Pengujian goodness of fit dilakukan dengan melihat beberapa indeks goodness of fit, seperti absolute goodness of fit, incremental goodness of fit dan parsimony goodness of fit. Absolute goodness of fit merupakan indeks kelayakan yang paling berperan dalam model kausalitas berjenjang. Metode estimasi yang umum dalam SEM ialah estimasi kesamaan maksimum (maximum likelihood (ML) estimation). Asumsi pokok untuk metode ini ialah normalitas multivariat untuk semua variable exogenous.. Dengan menggunakan Amos kita dapat mencocokkan model kita dengan data yang ada. Salah satu tujuan menggunakan Amos ialah menyediakan estimasi-estimasi yang paling baik terhadap parameter-parameter yang bervariasi sekali didasarkan dengan meminimalkan fungsi yang melakukan indeks seberapa baik model-model, serta dikenakan kendali-kendali yang sudah didefinisikan terlebih dahulu. Amos menyediakan pengukuran keselarasan model (goodness-of-fit) untuk membantu melakukan evaluasi kecocokan model. Setelah menelaah hasil-hasilnya maka kita dapat menyesuaikan model-model tertentu dan mencoba memperbaiki keselarasannya. Amos juga menyediakan model ekstensif untuk mencocokkan diagnosa- diganosa yang dibuat oleh peneliti. Membandingkan model-model dalam SEM merupakan metode dasar untuk pengujian semua hipotesis baik yang sederhana maupun yang kompleks. </div><div><br />
</div><div><b>Pembahasan</b></div><div><div><ol><li>Pengujian secara parsial variabel X1 (kualitas manajemen) memiliki memiliki probablitas dibawah 0.05 dan CR > 1,96 yang menunjukkan bahwa variabel kualitas manajemen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pemasaran . Arah koefisien regresi positif menunjukkan adanya pengaruh positif kualitas manajemen terhadap kinerja pemasaran. </li>
<li>Pengujian secara parsial variabel X2 (kewirausahaan) memiliki probablitas dibawah 005 dan CR > 1,96 yang menunjukkan bahwa variable kewirausahaan memberikan pengaruh yang signifikan menunjukkan adanya pengaruh positif kewirausahaan terhadap kinerja pemasaran.</li>
<li>Pengujian secara parsial kualitas hubungan franchise memiliki probablitas dibawah 0.05 dan CR > 1,96 yang menunjukkan bahwa variable kualitas hubungan franchise memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pemasaran. Arah koefisien regresi positif menunjukkan adanya pengaruh positif kualitas hubungan franchise terhadap kinerja pemasaran. </li>
</ol><div><div><b>Kesimpulan</b></div></div></div></div><div><br />
</div><div>Hasil analisa menunjukkan bahwa kualitas manajemen, kewirausahaan dan kualitas hubungan franchise berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pemasaran.</div><div><br />
</div><div>Hasil-hasil dalam penelitian ini dan keterbatasan-keterbatasan yang ditemukan agar dapat dijadikan sumber ide dan masukan bagi pengembangan penelitian ini dimasa yang akan datang, maka perluasan yang disarankan dari penelitian ini antara lain adalah: menambah variabel independen yang mempengaruhi kualitas hubungan franchisee. Selain itu indikator penelitian yang digunakan dalam penelitian ini hendaknya diperinci untuk dapat menggambarkan bagaimana strategi yang dijalankan dan target yang ditetapkan perusahaan dalam meningkatkan kinerja pemasaran.</div><div><br />
</div><div><div><b>Daftar Pustaka </b></div><div><ul><li>Grunhagen,Mittelstaedt, 2005, “Entrepreneur or Investor:Do Multi- UnitFranchisees Have Different Philosophical Orientation?”, Journal Of Small Business Management, Vol43 pg.207</li>
<li>Greenbaum,2006, “Creating Dynamic Brand awareness”, Franchising World, Vol.38 Pg. 46</li>
<li>Hoffman, R. C., and Preble, J. F., 1991. “Franchising : Selecting a Strategy for Rapid Growth”.Long Range Planning, 24 (4), 74-85.</li>
<li>Hopkin, Scott, 1999, ‘Franchise Relatioship Quality: Micr-Econimic Explanations”, European Journal of Marketing, Vol.33 p.827</li>
<li>Kaufmann, P. J., and Stanworth, J. (1995). “The Decision to Purchase a Franchise: A Study of Prospective Franchisees”. Journal of Small Business Management, October, 22-31.</li>
<li>Keller, K. L. (1993). “Conceptualizing, Measuring, and Managing Customer-based Brand Equity”. Journal of Marketing, 57 (January), 1-22.</li>
<li>Ferdinand, Augusty T. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Edisi II. Semarang: Bp Undip</li>
<li>Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BP Undip</li>
<li>Morrison, 1997, How Franchise Job satisfaction and personality affects Performance, organizationa commitment, Franchisor Relations, and Intention To Remain, Vol.35,pg.39</li>
<li>Monroy dan Alzola, 2005, An analysis of Quality Management in Franchise Systems, European Journal Of Marketing Vol.39 p.585</li>
<li>Peterson, A. and Dant, R. (1990). Perceived Advantages of the Franchise Option from the Franchisees Perceptive: Empirical Insights from a Service Franchise. Journal of Small Business Management, 28 (July), 46-61.</li>
<li>Pitt dan Napoli, 2003, Managing The franchised Brand : The Franchisees’perspective, Journal Of Brand Management, Vol. 10 p.411</li>
</ul></div></div></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-6996694209509059242011-05-01T07:55:00.000-07:002012-08-02T08:30:42.747-07:00Blog Sebagai Alternatif Media Pembelajaran<i>Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)</i><br />
<i>Volume 2 No. 2, 1 Mei 2011 Hal : 33-45</i><br />
<br />
<div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Mariana Kristiyanti</div><div style="text-align: center;">Fakultas Ilmu Komputer, Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>Abstract</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;"><i>The rapid progress of information and telecommunication technology offering the new ease in leaning may shift the learning orientation in society. One interesting media applied in learning is Web Blog media or shortly is called Blog. Blog as one of application services in internet might be used by either teacher or learner as unlimited learning sources. Teachers can upload all information related with the learning material by adding multimedia (picture, animation, sound effect, and video) so that it is interesting and easy to be learned. On the other hand, learner may download information which is appropriate with the intended topic and the objective. </i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Key words: Internet, Web Blog, Learning Media</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><b>Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Proses belajar mengajar adalah inti aktivitas dalam pendidikan. Proses ini terjadi antara pengajar dan pebelajar serta dipengaruhi oleh hubungan yang ada dalam proses tersebut. Ini menyebabkan metode belajar pebelajar juga dipengaruhi oleh metode pengajaran dari pengajarnya. Seiring dengan pesatnya perkembangan di dunia telekomunikasi yang ditandai dengan era digitalisasi, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi, tentunya proses belajar mengajar juga menuntut adanya penyesuaian atau linearitas institusi pendidikan dalam penggunaan metode proses belajar mengajar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adanya realita tersebut, penyelenggara pendidikan jelas memerlukan sarana dan prasarana Teknologi Informasi dan komunikasi untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar sehingga dapat menjawab tantangan-tantangan yang ada, khususnya untuk peningkatan kualitas proses belajar mengajar. Konsep pendidikan yang semakin berkembang dan banyak diadopsi belakangan ini adalah berbasis pada learning approach dan sedikit demi sedikit meninggalkan format sebelumnya yang berbasis teaching approach. Pada konsep learning approach penyampaian ilmu pengetahuan, dan juga termasuk proses pembelajaran adalah berbasis multimedia dan elektronik. Konsep ini kemudian dikenal dengan sebutan e-learning yang membawa pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital, baik secara isi (content) maupun sistemnya. Konsep ini menjadi alternatif yang sepadan dengan konsep teaching approach yang berbasis pendidikan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pembelajaran dewasa ini menghadapi dua tantangan, tantangan yang pertama datang dari adanya perubahan persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan yang kedua datang dari adanya teknologi informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan yang luar biasa. Konstruktivisme pada dasarnya telah menjawab tantangan yang pertama dengan meredefinisi belajar sebagai proses konstruktif di mana informasi diubah menjadi pengetahuan melalui proses interpretasi, korespondensi, representasi, dan elaborasi. Sementara itu, kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi yang begitu pesat yang menawarkan berbagai kemudahan-kemudahan baru dalam pembelajaran memungkinkan terjadinya pergeseran orientasi belajar pada pebelajar. Lebih dari itu, teknologi ini ternyata turut pula memainkan peran penting dalam memperbarui konsepsi pembenaran yang semula fokus pada pembelajaran sebagai semata-mata suatu penyajian berbagai pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai suatu bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi sosial-budaya yang kaya akan pengetahuan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Permasalahan yang sering muncul berkenaan dengan penggunaan media pembelajaran, yakni ketersediaan dan pemanfaatan. Ketersediaan media, masih sangat kurang sehingga para pengajar menggunakan media secara minimal. Media yang sering digunakan adalah media cetak (diktat, modul, hand out, buku teks, majalah, surat kabar, dan sebagainya), dan didukung dengan alat bantu sederhana yang masih tetap digunakan seperti papan tulis/white board dan kapur/spidol. Sedangkan media audio dan visual (kaset audio, siaran TV/Radio, overhead transparency, video/film,), dan media elektronik (komputer, internet) masih belum secara intensif dimanfaatkan. Masalah kedua, pemanfaatan media. Media cetak merupakan media yang paling sering digunakan oleh pengajar, karena mudah untuk dikembangkan maupun dicari dari berbagai sumber. Namun, kebanyakan media cetak sangat tergantung pada verbal symbols (kata-kata) yang bersifat sangat abstrak, sehingga menuntut daya imajinasi yang sangat tinggi dari pebelajar, hal inilah yang dapat menyulitkan mereka untuk memahami informasi yang terkandung didalamnya. Karena itu dalam pemanfaatan media ini, diperlukan kreativitas dan juga pertimbangan instruksional yang matang dari pengajar. Kenyataan yang sering terlihat adalah, banyak pengajar menggunakan media pembelajaran seadanya tanpa pertimbangan pembelajaran. Salah satu media yang sangat menarik untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran adalah media Web Blog atau biasa disebut dengan Blog. Menurut wikipedia.com, Blog adalah bentuk aplikasi web yang menyerupai tulisan-tulisan (yang dimuat sebagai posting) pada sebuah halaman web umum. Tulisan-tulisan ini seringkali dimuat dalam urut terbalik (isi terbaru dahulu baru kemudian diikuti isi yang lebih lama), meskipun tidak selamanya demikian. Blog sebagai salah satu layanan aplikasi dari internet dapat dimanfaatkan oleh pengajar dan pebelajar sebagai sumber belajar yang tidak terbatas. Pengajar dapat meng-upload semua informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang diajarkan dengan menambahkan multimedia (gambar, animasi, efek suara dan video) agar menarik dan lebih mudah dipelajari. Dilihat dari pihak lain, pebelajar dapat men-download informasi yang sesuai dengan topik dan tujuan yang diinginkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penggunaan Blog sebagai sebagai media pembelajaran sekaligus sebagai sumber belajar sedikitnya akan mengubah cara belajar dan teknik pembelajaran agar tidak monoton sehingga dapat memotivasi pebelajar dalam mempelajari sesuatu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pembahasan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Di zaman yang serba modern ini, hampir setiap pengguna internet di Indonesia membicarakan mengenai Blog. Istilah Weblog yang kemudian disingkat menjadi Blog sebenarnya mulai dikenal sejak tahun 1997, namun baru populer pada tahun 2000. Blog adalah bentuk aplikasi web yang menyerupai tulisan-tulisan (yang dimuat sebagai posting) pada sebuah halaman web umum. Tulisan-tulisan ini seringkali dimuat dalam urut terbalik (isi terbaru dahulu baru kemudian diikuti isi yang lebih lama), meskipun tidak selamanya demikian. Saat ini, Blog sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia WWW dan dunia per-internet-an. Blog sudah mulai dijadikan sebagai sumber berita oleh koran-koran, majalah, radio, bahkan televisi juga sudah menyiarkan beritanya lewat Blog mereka. Dunia pendidikan pun sudah banyak menampilkan materi pendidikan di dalam Blog yang telah dibuat khusus maupun tidak khusus untuk dunia pendidikan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di dalam Blog para pengajar maupun pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dapat mem-posting materi-materi yang mereka anggap berguna bagi para pencari informasi pendidikan. Sedangkan pencari informasi pendidikan pun dapat berpartisipasi mengembangkan maupun sekedar memberikan komentar dari isi Blog yang telah dilihat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Sejarah Lahirnya Blog</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">Di masa lalu, dunia web masih memiliki tampilan yang sederhana, dengan warna background yang tidak menarik, teks warna hitam, dan link berwarna biru. Kemudian berangsur-angsur muncullah gambar, suara, animasi, dan video yang membuat tampilan web menjadi lebih menarik. Walaupun demikian, tampilan halaman web masih terlihat statis. Walaupun sudah ada pendekatan untuk memisahkan data dengan tampilan web dengan cara menyimpan data ke database, namun tetap saja tampilannya berubah jika ada yang meng-update-nya secara manual. Pada akhir tahun 1990-an mulai muncul software untuk membuat Blog dan muncul juga layanan-layanan lain yang mmbuat orang mudah membuat website dan meng-update-nya secara kontinyu. Fasilitas-fasilitas ini mulai berevolusi hingga menjadi layanan Blog seperti sekarang ini. Dengan menggunakan layanan blogging, seseorang tidak perlu melakukan koding HTML secara manual untuk menentukan letak isi artikel-artikel. Pengguna hanya perlu mengisikan isi artikel ke sebuah form dan menyimpannya, maka isi artikel tersebut otomatis akan ditampilkan oleh software blogging tersebut. Dengan demikian, proses penggantian konten website menjadi lebih mudah, cepat, dan tidak mahal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Media blog pertama kali dipopulerkan oleh Blogger.com, yang dimiliki oleh PyraLab sebelum akhirnya PyraLab diakuisi oleh Google.Com pada akhir tahun 2002 yang lalu. Semenjak itu, banyak terdapat aplikasi-aplikasi yang bersifat sumber terbuka yang diperuntukkan kepada perkembangan para penulis blog tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Blog mempunyai fungsi yang sangat beragam,dari sebuah catatan harian, media publikasi dalam sebuah kampanye politik, sampai dengan program-program media dan perusahaan-perusahaan. Sebagian blog dipelihara oleh seorang penulis tunggal, sementara sebagian lainnya oleh beberapa penulis. Banyak juga weblog yang memiliki fasilitas interaksi dengan para pengunjungnya, seperti menggunakan buku tamu dan kolom komentar yang dapat memperkenankan para pengunjungnya untuk meninggalkan komentar atas isi dari tulisan yang dipublikasikan, namun demikian ada juga yang yang sebaliknya atau yang bersifat non-interaktif.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Situs-situs web yang saling berkaitan berkat weblog, atau secara total merupakan kumpulan weblog sering disebut sebagai blogosphere. Bilamana sebuah kumpulan gelombang aktivitas, informasi dan opini yang sangat besar berulang kali muncul untuk beberapa subyek atau sangat kontroversial terjadi dalam blogosphere, maka hal itu sering disebut sebagai blogstorm atau badai blog.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Komunitas Blogger</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Komunitas blogger adalah sebuah ikatan yang terbentuk dari para blogger berdasarkan kesamaan-kesamaan tertentu, seperti kesamaan asal daerah, kesamaan kampus, kesamaan hobi, dan sebagainya. Para blogger yang tergabung dalam komunitas-komunitas blogger tersebut biasanya sering mengadakan kegiatan-kegiatan bersama-sama seperti kopi darat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk bisa bergabung di komunitas blogger, biasanya ada semacam syarat atau aturan yang harus dipenuhi untuk bisa masuk di komunitas tersebut, misalkan berasal dari daerah tertentu. Beberapa jenis komunitas blogger adalah Komunitas Blogger Daerah, yaitu Komunitas Blogger berdasarkan kedaerahan atau wilayah tertentu, Komunitas Blogger Non-Daerah, yang biasanya terbentuk karena kesamaan hobi atau yang lainnya, dan Komunitas Blogger Kampus.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Jenis-jenis Blog</b></div><div style="text-align: justify;"></div><ol><li>Blog politik: Tentang berita, politik, aktivis, dan semua persoalan berbasis blog (Seperti kampanye).</li>
<li>Blog pribadi: Disebut juga buku harian online yang berisikan tentang pengalaman keseharian seseorang, keluhan, puisi atau syair, gagasan jahat, dan perbincangan teman.</li>
<li><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">Blog bertopik: Blog yang membahas tentang sesuatu, dan fokus pada bahasan tertentu.</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Blog kesehatan: Lebih spesifik tentang kesehatan. Blog kesehatan kebanyakan berisi tentang keluhan pasien, berita kesehatan terbaru, keterangan-ketarangan tentang kesehatan, dll.</span></span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Blog sastra: Lebih dikenal sebagai litblog (Literary blog).</span></span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Blog perjalanan: Fokus pada bahasan cerita perjalanan yang menceritakan keterangan-keterangan tentang perjalanan/traveling.</span></span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Blog riset: Persoalan tentang akademis seperti berita riset terbaru.</span></span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Blog hukum: Persoalan tentang hukum atau urusan hukum; disebut juga dengan blawgs (Blog Laws).</span></span></li>
<li>Blog media: Berfokus pada bahasan kebohongan atau ketidakkonsistensi media massa; biasanya hanya untuk koran atau jaringan televisi.</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif; line-height: 18px;">Blog agama: Membahas tentang agama</span></li>
<li>Blog pendidikan: Biasanya ditulis oleh pelajar atau guru.</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif; line-height: 18px;">Blog kebersamaan: Topik lebih spesifik ditulis oleh kelompok tertentu.</span></li>
<li>Blog petunjuk (directory): Berisi ratusan link halaman website.</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif; line-height: 18px;">Blog bisnis: Digunakan oleh pegawai atau wirausahawan untuk kegiatan promosi bisnis mereka</span></li>
<li>Blog pengejawantahan: Fokus tentang objek diluar manusia; seperti anjing</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif; line-height: 18px;">Blog pengganggu (spam): Digunakan untuk promosi bisnis affiliate; juga dikenal sebagai splogs (Spam Blog).</span></li>
</ol><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><b>Budaya Popular</b></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Ngeblog (istilah bahasa Indonesia untuk blogging) harus dilakukan hampir setiap waktu untuk mengetahui eksistensi dari pemilik blog. Juga untuk mengetahui sejauh mana blog dirawat (mengganti template) atau menambah artikel. Sekarang ada lebih 10 juta blog yang bisa ditemukan di Internet dan masih bisa berkembang lagi, karena saat ini ada banyak sekali software, tool, dan aplikasi Internet lain yang mempermudah para blogger (sebutan pemilik blog) untuk merawat blognya.selain merawat dan terus melakukan pembaharuan di blognya, para blogger yang tergolong baru pun masih sering melakukan blogwalking, yaitu aktivitas dimana para blogger meninggalkan link di blog atau situs orang lain seraya memberikan komentar. Beberapa blogger kini bahkan telah menjadikan blognya sebagai sumber pemasukan utama. Sehingga kemudian muncullah istilah profesional blogger, atau problogger, orang yang menggantungkan hidupnya hanya dari aktivitas ngeblog karena memang faktanya banyak chanel-chanel pendapatan dana baik berupa dolar maupun rupiah dari aktivitas ngeblog ini.</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><b>Pemanfaatan Blog Sebagai Sumber Belajar</b></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><i>Pengertian Pemanfaatan</i></span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan dapat terlepas dari kata belajar, baik itu belajar dalam lingkungan formal maupun belajar di lingkungan non-formal. Saat manusia belajar sesuatu maka mereka secara sadar maupun tidak sadar telah memanfaatkan sumber belajar yang ada berupa buku, tv, radio, manusia, bahkan internet. Ada lima aspek dalam pemanfaatan, yaitu :</span></span></div><div><ol><li>Media sebagai teknologi mesin</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif; line-height: 18px;">Media sebagai tutor</span></li>
<li>Media sebagai pemotivasi belajar</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif; line-height: 18px;">Media sebagai alat berpikir dan memecahkan masalah.</span></li>
</ol><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><i>Pengertian Sumber Belajar</i></span></span></div></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Times New Roman', serif;"><div style="line-height: 18px; text-align: justify;">Sumber belajar adalah apa saja (orang, bahan, alat, teknik, lingkungan) yang mendukung serta memungkinkan memberikan kemudahan dan kelancaran terjadinya belajar, serta memungkinkan terjadinya interaksi antara pebelajar dengan sumber belajar tersebut. Sumber belajar dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu :</div><div style="text-align: justify;"><ol><li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Sumber belajar yang sengaja direncanakan (learning resources by design), yakni semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal Contohnya adalah : buku pelajaran, modul, program audio, transparansi (OHT).</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Sumber belajar yang karena dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni sumber belajar yang tidak secara khusus didisain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan, dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar. Contohnya: pejabat pemerintah, tenaga ahli, pemuka agama, guru, olahragawan, kebun binatang, waduk, museum, film, sawah, terminal, surat kabar, siaran televisi, internet (dalam hal ini berupa Blog) dan masih banyak lagi yang lain.</span></li>
</ol><div><div style="line-height: 18px;">Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian "dapat" di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu : media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik (televisi dan radio, termasuk internet)</div><div style="line-height: 18px;">Agar bisa terjadi kegiatan belajar pada si pebelajar, maka pebelajar harus secara aktif melakukan interaksi dengan berbagai sumber belajar. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar hanya mungkin terjadi jika ada interaksi antara pebelajar dengan sumber-sumber belajar. Inilah yang seharusnya diusahakan oleh setiap pebelajar (instructor, pengajar) dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu para pendidik maupun yang berkompeten dalam hal itu dituntut untuk kreatif dalam menciptakan sumber belajar yang dapat dimanfaatkan oleh pebelajar dalam memahami materi tertentu.</div><div style="line-height: 18px;"><br />
</div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Sumber belajar memiliki fungsi :</span></div></div><div><ol><li>Meningkatkan produktivitas pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu pengajar untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban pengajar dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah. </li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual, dengan cara: (a) mengurangi kontrol pengajar yang kaku dan tradisional; dan (b) memberikan kesempatan bagi pebelajar untuk berkembang sesuai dengan kemampuannnya. </span></li>
<li>Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan cara: (a) perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis; dan (b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian. </li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan sumber belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara lebih kongkrit. </span></li>
<li>Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; (b) memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung. </li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.</span></li>
</ol><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><b>Pemanfaatan Blog Sebagai Sumber Belajar</b></span></div></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Di tengah dunia yang semakin modern ini pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan pun tidak dielakkan lagi. Dengan adanya teknologi modern, arus informasi semakin tak dapat terbendung lagi. Semua orang diseluruh dunia dapat mengetahui apa yang mereka inginkan melalui internet. Internet dapat menghilangkan batas ruang dan waktu sehingga siapa pun dapat memanfaatkanya.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Pemanfaatan internet dalam dunia pendidikan telah gencar dilakukan diberbagai negara. Bahkan internet sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia pendidikan. Blog salah satu produk yang dihasilkan oleh internet dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar karena Blog dapat dibuat oleh siapa pun dengan sangat mudah dan yang paling penting Blog dapat dibuat dengan gratis.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Fakta di lapangan tentang penggunaan internet di kalangan para pebelajar, lebih banyak dimanfaatkan untuk melakukan hal-hal yang kurang produktif, seperti terlalu banyak chatting, friendster-an, bermain game online, dan mengakses pornografi. Blog yang jumlahnya berlipat 2 setiap 6 bulan, yang pemiliknya dari kalangan pebelajar dan remaja jumlahnya sangat signifikan, hal ini merupakan fenomena yang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yaitu dengan membuat Blog yang berkualitas agar masyarakat pebelajar dapat dengan mudah memperoleh informasi yang dibutuhkan. Selain berkualitas, Blog yang dibuat harus juga menarik agar pebelajar makin betah belajar didunia maya. </span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Berbagai referensi, jurnal, maupun hasil penelitian dapat dengan mudah di download diberbagai Blog di seluruh dunia. Cukup memanfaatkan search engine, materi-materi yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan cepat. Selain menghemat tenaga dan biaya dalam mencarinya, materi-materi yang dapat ditemui cenderung lebih up to date. Adapun manfaat Blog bagi pebelajar adalah sebagai berikut: </span></div><div><ol><li>meningkatkan pengetahuan,</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">berbagi sumber diantara rekan sejawat,</span></li>
<li>bekerjasama dengan pengajar di luar negeri,</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">kesempatan mempublikasikan informasi secara langsung,</span></li>
<li>mengatur komunikasi secara teratur, dan </li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">berpartisipasi dalam forum-forum lokal maupun internasional. </span></li>
</ol><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Di samping itu para pengajar juga dapat memanfaatkan Blog sebagai sumber bahan mengajar dengan mengakses rencana pembelajaran atau silabus online dengan metodologi baru, mengakses materi pembelajaran yang cocok untuk pebelajarnya, serta dapat menyampaikan ide-idenya. Sementara itu pebelajar juga dapat menggunakan internet untuk belajar sendiri secara cepat, sehingga akan meningkatkan dan memperluas pengetahuan, belajar berinteraksi, dan mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian.</span></div></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Blog juga dapat dimanfaatkan oleh para guru untuk media pembelajaran, yaitu Blog guru sebagai pusat pembelajaran. Guru dapat menuliskan materi belajar, tugas, maupun bahan diskusi di blognya, kemudian para muridnya bisa berdiskusi dan belajar bersama-sama di blog gurunya tersebut. Selain itu blog guru dan murid juga dapat saling berinteraksi. Guru, yang harus memiliki Blog, mengharuskan murid memiliki blognya masing-masing, sebagai sarana mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya. Metode ini bisa memacu iklim kompetisi antar siswa, karena tentu saja para siswa ingin blognya menjadi yang terbaik. Setelah semua siswa memiliki Blog dibuatlah suatu komunitas blogger pebelajar. Ada sebuah Blog sebagai pusat pembelajaran (bisa berupa blog aggregator atau blog dengan beberapa kontributor), dengan guru-guru dan siswa dari berbagai sekolah bisa tergabung dalam komunitas blogger pebelajar tersebut. </span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><b>Conventional Learning dan e-Learning</b></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Menyikapi perkembangan Teknologi Informasi dan komunikasi diatas, menyebabkan adanya perubahan metode konvensional dalam proses belajar mengajar yang digantikan dengan metode e-learning. Metode conventional learning yang mengharuskan pengajar dan pebelajar harus bertatap muka langsung di ruangan memiliki beberapa ciri, yaitu: 1) pembelajaran tergantung pada pengajar; 2) seluruh kegiatan belajar mengajar terpusat di dalam ruang; 3) pengajar merupakan sumber ilmu; 4) dibatasi jarak, ruang dan waktu; dan 5) harus memiliki sarana dan prasarana belajar mengajar yang memadai serta sumber daya manusia pengajaar yang memahami setiap materi pembelajaran yang akan diajarkan. Sedangkan ciri-ciri e-learning adalah: 1) pembelajaran tidak tergantung kepada pengajar; 2) banyaknya sumber materi dan kemudahan akses; 3) peran pengajar hanya sebagai mediator atau pembimbing; 4) proses belajar tidak terkendala jarak, ruang dan waktu.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Merujuk dari ciri-ciri kedua metode di atas, maka nge-blog adalah sebuah alternatif metode proses belajar mengajar yang bersifat e-learning dan juga student centered. Penyelenggara pendidikan seperti Perguruan tinggi yang ingin menggunakan Teknologi Iinformasi dan Komunikasi untuk penerapan e-learning biasanya menggunakan Learning Management System (LMS) untuk menyediakan virtual classroom (ruang kelas virtual) di internet. Virtual classroom yang dimiliki biasanya memiliki banyak metafora ruang kelas konvensional seperti forum diskusi, pengumpulan tugas, katalog/perpustakaan bahan ajar, katalog hyperlink dan lain sebagainya.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><b>Fungsi Blog dalam Sistem Terintegrasi</b></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Jika pengajar sudah memiliki blog, maka yang harus difikirkan adalah bagaimana mengintegrasikan blog dalam proses belajar mengajar. Ada beberapa cara, diantaranya para pengajar dapat menggunakan blog untuk menampilkan informasi materi yang akan diberikan, bahan ajar yang siap diunduh pebelajar, daftar hyperlink sebagai referensi, memberikan tugas dan menampilkan hasil penelitan pengajar. Karena fitur pada blog memungkinkan memberikan pertanyaan dan komentar atas artikel atau bahan ajar yang tersedia, maka komunikasi pun akan berjalan dua arah dan interaktif, baik dari pengajar ke pebelajar atau sebaliknya.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Cara yang lain adalah ketika memberikan tugas kepada pebelajar, maka pengajar tersebut menerangkannya secara lisan dan kemudian menampilkannya pada blog. Pebelajar yang akan mengumpulkan tugas diminta untuk menampilkan jawaban dari tugas dalam blog pribadi pebelajar tersebut. Penilaian diberikan dengan cara pengajar tersebut mengunjungi blog pebelajar untuk kemudian memberikan komentar tentang jawaban tugas yang telah dibuat oleh pebelajar. Cara ini memberikan arti bahwa pebelajar tidak hanya bertanggung jawab atas jawaban tugas kepada pengajar saja, melainkan bertanggung jawab pula kepada publik/pengguna internet sebagai pembaca.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Integrasi blog dalam aktifitas proses belajar mengajar seperti ini secara otomatis meningkatkan waktu “tatap muka” pengajar dan pebelajar. Diskusi yang terekam dalam fasilitas komentar yang tersedia pada blog juga dapat menjadi referensi tambahan bagi para pembaca blog dan dapat dilihat serta dibaca kapan saja. Selain mendidik dan mengenalkan pebelajar menulis melalui media internet, cara-cara ini juga mampu mendongkrak nama institusi pendidikan di dunia maya serta melatih pebelajar untuk berbagi ilmu dengan orang lain.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Ketika membicarakan blog sebagai suatu sub-sistem yang terintegrasi, maka akan ada pula beberapa sub-sistem yang saling berkaitan serta saling memengaruhi. Proses belajar mengajar merupakan sebuah input dan output yang diharapkan adalah proses belajar mengajar yang berkualitas. Tentunya sistem tersebut harus memiliki karakteristik sebagai sistem yang memiliki umpan balik (feedback system). Dengan adanya integrasi antar sub-sistem tersebut diharapkan akan menghasilkan proses belajar mengajar yang tidak hanya melibatkan pengajar, tetapi juga pebelajar, untuk menghasilkan proses belajar mengajar yang lebih berkualitas.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><b>Kesimpulan</b></span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Pemanfaatan internet dalam dunia pendidikan telah gencar dilakukan diberbagai negara. Bahkan internet sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia pendidikan. Blog salah satu produk yang dihasilkan oleh internet dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar karena Blog dapat dibuat oleh siapa pun dengan sangat mudah dan yang paling penting Blog dapat dibuat dengan gratis.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Didalam Blog para pengajar maupun pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dapat mem-posting materi-materi yang mereka anggap berguna bagi para pencari informasi pendidikan. Sedangkan pencari informasi pendidikan pun dapat berpartisipasi mengembangkan maupun sekedar memberikan komentar dari isi Blog yang telah dilihat. Berbagai referensi, jurnal, maupun hasil penelitian dapat dengan mudah di download diberbagai Blog di seluruh dunia. Cukup memanfaatkan search engine, materi-materi yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan cepat. Selain menghemat tenaga dan biaya dalam mencarinya, materi-materi yang dapat ditemui cenderung lebih up to date. Untuk menunjang pendidikan sebaiknya Blog yang dibuat harus berkualitas dan menarik agar pebelajar dapat memperoleh informasi yang bermanfaat.</span></div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br />
</span></div><div><div><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><b>Daftar Pustaka</b></span></div><div><ul><li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Alim Bahri, Manfaat Elearning / E-Learning - Pembelajaran Online via Internet atau Intranet Services, http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?, Webpage diakses pada tanggal 15 September 2010.</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Ardy Prasetyo, Pemanfaatan Internet Sebagai Media Pembelajaran, http://ardyprasetyo.wordpress.com, Webpage diakses pada tanggal 5 September 2010.</span></li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">El Diablue, Perkembangan Teknologi Web, http://eldoblue.wordpress.com, diakses Mei 2009</span></li>
<li>Ferry Hadary , 2005, Mengintegrasikan Fungsi Blog dalam proses Belajar mengajar, Universitas Tanjungpura</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">Made santosa, 2007, Pemanfaatan Blog (Jurnal Online) dalam Pembelajaran Menulis, Universitas Pendidikan Ganesha.</span></li>
<li>M. Basyiruddin Usman, H. Asnawir, 2002, Media Pembelajaran, Jakarta : Ciputat Press,</li>
<li><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;">P. Suparno, SJ., dkk., 2002, Reformasi pendidikan: sebuah rekomendasi, Penerbit Kanisius.</span></li>
</ul></div></div></div></span></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-6140000644085523312011-01-10T00:36:00.000-08:002012-07-30T19:31:34.527-07:00Aplikasi Kriptosistem dengan Algoritma Mc Elliece<div style="text-align: center;">Ana Wahyuni</div><div style="text-align: center;">Fakultas Ilmu Komputer Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><i>Abstract</i></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>Cryptosystem is a cryptographic system, that is science and art to maintain the safety of messages by encrypting it into a form that cannot be understood what the meaning is. Message safety includes confidentiality / privacy, authenticity / integrity, authentication and non repudiation. One of the cryptographic algorithms is Mc Ellice algorithm. Mc Ellice algorithm is based on matrix computation, so it has safety on the keys that are not easily solved. The result of this cryptosystem is a message in the form of a password / encryption, i.e. chipper text which is ready to be transmitted, for example, by means of e-mail. After that, the message receiver will describe that chip text and get the actual message content / plaintext.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Key words : Cryptosystem, cryptography, chipper text, plaintext, public key, private key, encryption, description</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam arti umum, istilah kriptosistem digunakan sebagai nama lain untuk "sistem kriptografi" yaitu sebuah sistem kriptografi pada sistem komputer yang melibatkan kriptografi . Yang termasuk sistem tersebut misalnya, suatu sistem keamanan surat elektronik yang mencakup metode untuk tanda tangan digital , fungsi hash kriptografi , teknik manajemen kunci, dan sebagainya. Sistem kriptografi dibangun dari primitif kriptografi , dan biasanya rumit/ komplex. Karena itu, memecahkan kriptosistem adalah tidak terbatas untuk memecahkan algoritma kriptografi dasarnya, biasanya jauh lebih mudah untuk mematahkan sistem secara keseluruhan, misalnya, melalui kesalahpahaman pengguna sehubungan dengan kriptosistem tersebut. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam arti khusus, kriptografi mengacu pada suatu algoritma yang diperlukan untuk melaksanakan suatu bentuk khusus dari enkripsi dan dekripsi . Biasanya, kriptosistem terdiri dari tiga algoritma: satu untuk kunci pembangkit, satu untuk enkripsi, dan satu untuk dekripsi. Cipher panjang (kadang-kadang nol) sering digunakan untuk merujuk kepada sepasang algoritma, satu untuk enkripsi dan satu untuk dekripsi. Oleh karena itu, "kriptografi" istilah yang paling sering digunakan ketika algoritma pembangkitan kunci dipakai. Untuk alasan ini, istilah "kriptosistem“ umumnya digunakan untuk merujuk kepada teknik kunci publik, namun keduanya "cipher" dan "kriptografi" digunakan juga untuk teknik kunci privat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ada empat tujuan mendasar dari ilmu kriptografi ini yang juga merupakan aspek keamanan informasi yaitu :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Kerahasiaan, adalah layanan yang digunakan untuk menjaga isi dari informasi dari siapapun kecuali yang memiliki otoritas atau kunci rahasia untuk membuka/mengupas informasi yang telah disandi.</li>
<li>Integritas data, adalah berhubungan dengan penjagaan dari perubahan data secara tidak sah. Untuk menjaga integritas data, sistem harus memiliki kemampuan untuk mendeteksi manipulasi data oleh pihak-pihak yang tidak berhak, antara lain penyisipan, penghapusan, dan pensubsitusian data lain kedalam data yang sebenarnya.</li>
<li>Otentikasi, adalah berhubungan dengan identifikasi/pengenalan, baik secara kesatuan sistem maupun informasi itu sendiri. Dua pihak yang saling berkomunikasi harus saling memperkenalkan diri. Informasi yang dikirimkan melalui kanal harus diautentikasi keaslian, isi datanya, waktu pengiriman, dan lain-lain.</li>
<li>Non-repudiasi, atau nir-penyangkalan adalah usaha untuk mencegah terjadinya penyangkalan terhadap pengiriman/terciptanya suatu informasi oleh yang mengirimkan/membuat.</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Dasar matematis yang mendasari proses enkripsi dan dekripsi adalah relasi antara dua himpunan yaitu yang berisi elemen teks terang /plaintext dan yang berisi elemen teks sandi/ciphertext. Enkripsi dan dekripsi merupakan fungsi transformasi antara himpunan-himpunan tersebut. Apabila elemen-elemen teks terang dinotasikan dengan P, elemen-elemen teks sandi dinotasikan dengan C, sedang untuk proses enkripsi dinotasikan dengan E, dekripsi dengan notasi D.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9fthciq5qhHmBqWljPSaNZy54LtxE9jSkP3umYm7m-kCLO2pbRRv1QIWnfn9VMHCpx0qwk_a8Eq1ZI1UOt1tUfF_8ckCV_UELaMhMD77HtZT3hkK0gs-IoHNMn8yNJ6SyFAaK3tC6dYs/s1600/1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9fthciq5qhHmBqWljPSaNZy54LtxE9jSkP3umYm7m-kCLO2pbRRv1QIWnfn9VMHCpx0qwk_a8Eq1ZI1UOt1tUfF_8ckCV_UELaMhMD77HtZT3hkK0gs-IoHNMn8yNJ6SyFAaK3tC6dYs/s1600/1.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"> Secara umum berdasarkan kesamaan kuncinya, algoritma sandi dibedakan menjadi :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Kunci-simetris/symetric-key, sering disebut juga algoritma sandi konvensional karena umumnya diterapkan pada algoritma sandi klasik.</li>
<li>Kunci-asimetris/asymetric-key.</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Berdasarkan arah implementasi dan pembabakan jamannya dibedakan menjadi :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Algoritma sandi klasik/ classic cryptography.</li>
<li>Algoritma sandi modern/ modern cryptography. </li>
</ol><div style="text-align: justify;">Berdasarkan kerahasiaan kuncinya dibedakan menjadi :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Algoritma sandi kunci rahasia/secret-key. </li>
<li>Algoritma sandi kunci publik/publik-key.</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Pada skema kunci-simetris, digunakan sebuah kunci rahasia yang sama untuk melakukan proses enkripsi dan dekripsinya. Sedangkan pada sistem kunci-asimentris digunakan sepasang kunci yang berbeda, umumnya disebut kunci publik(public key) dan kunci pribadi (private key), digunakan untuk proses enkripsi dan proses dekripsinya. Bila elemen teks asli dienkripsi dengan menggunakan kunci pribadi maka elemen teks sandi yang dihasilkannya hanya bisa didekripsikan dengan menggunakan pasangan kunci pribadinya. Begitu juga sebaliknya, jika kunci pribadi digunakan untuk proses enkripsi maka proses dekripsi harus menggunakan kunci publik pasangannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Fungsi Enkripsi dan Dekripsi Algoritma Sandi Kunci-Asimetris secara umum sebagai berikut :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>Apabila Ahmad dan Bejo hendak bertukar berkomunikasi, maka:</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Ahmad dan Bejo masing-masing membuat 2 buah kunci yaitu :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghWNMy9N0KCW9VDgz1XYPomCpvuUO7zSXAVqcUS0gECLWbleF4oRx3MOyXdIF2aj_AOt89UKfTys2dpI4lb_s-FlWYgPnPNz-yWDRBRwTZM7L1JX1uvH85pQWRVMJOYhlfpyylPxk_JGk/s1600/2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghWNMy9N0KCW9VDgz1XYPomCpvuUO7zSXAVqcUS0gECLWbleF4oRx3MOyXdIF2aj_AOt89UKfTys2dpI4lb_s-FlWYgPnPNz-yWDRBRwTZM7L1JX1uvH85pQWRVMJOYhlfpyylPxk_JGk/s1600/2.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"> 2. Mereka berkomunikasi dengan cara :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_dZfg1ukbygFXMlsNQu-ZhdKcAj-gX-qkShScHp44vuDxK_m3Gulu56Y7pSOxYW0AR2ue9LSuLO4OaFBvMjNjjyhQs1KC5UZuY0bNsp3zHj6LWpkItzYoZgwoDAhOrwiM7-W0eVKAvpE/s1600/3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_dZfg1ukbygFXMlsNQu-ZhdKcAj-gX-qkShScHp44vuDxK_m3Gulu56Y7pSOxYW0AR2ue9LSuLO4OaFBvMjNjjyhQs1KC5UZuY0bNsp3zHj6LWpkItzYoZgwoDAhOrwiM7-W0eVKAvpE/s320/3.jpg" width="235" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hal yang sama terjadi apabila Bejo hendak mengirimkan pesan ke Ahmad</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiehZ_wSw0Lv2_PGMTSX3_e2USwAcVnEhnSVv4UyQXcmlki49zsBIbSISorPUmbzVrpuVZArI6BtSGHbfVYY29HCB_davem-qIWguSe4h-EqK69gwwQGpsE1FRUnsAoAV-SwkvdZ7mdmrw/s1600/4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiehZ_wSw0Lv2_PGMTSX3_e2USwAcVnEhnSVv4UyQXcmlki49zsBIbSISorPUmbzVrpuVZArI6BtSGHbfVYY29HCB_davem-qIWguSe4h-EqK69gwwQGpsE1FRUnsAoAV-SwkvdZ7mdmrw/s1600/4.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;">Salah satu contoh algoritma kunci asimetris adalah algoritma Mc Elliece. Pada paper ini akan dibahas aplikasi kriptosistem pada pesan teks menggunakan algoritma Mc Ellice yang bermanfaat dalam menjaga kerahasiaan pesan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Metode Penelitian</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Metode yang digunakan pada penelitian ini mencakup :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Bahan penelitian yang meliputi literatur-literatur berupa jurnal dan buku-buku mengenai kriptografi.</li>
<li>Alat penelitian meliputi seperangkat komputer dengan processor Pentium III, sistem operasi Windows XP, dan software Matlab 7.</li>
<li>Proses penelitian meliputi pengkajian literatur mengenai algoritma Mc Elliece secara matematis dan diimplementasikan pada komputasinya menggunakan Matlab. </li>
</ol><div style="text-align: justify;"><b>Hasil dan Pembahasan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Algoritma Mc Elliece</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kriptosistem Mc.Eliece adalah algoritma kunci asimetris yang dibangun pada tahun 1978 oleh Robert Mc Eliece. Algoritma ini menggunakan kode Goppa dengan type kode koreksi kesalahan (error-correcting code). Algoritma menyamarkan kode Goppa dibuat dari plaintext sebagai kode linier umum. Kode Goppa mudah dikodekan, tapi membedakan mereka dari kode linier umum adalah sukar. Kunci privat & publik sebagai matriks yang tidak sama. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Aplikasi Kriptosistem dengan Algoritma Mc Ellice</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagai contoh aplikasi algoritma Mc. Ellice untuk menyandikan pesan (enkripsi)“MSI10”. Pertama-tama proses pembentukan kunci dilakukan :</div><div style="text-align: justify;"></div><ul style="text-align: justify;"><li>Misalnya dipilih nilai k = 4 dan n = 7</li>
<li>Pilih sembarang matriks A berdimensi k x (n-k) atau (4,3) misalnya</li>
</ul><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEkHtOUvnBc3UFoQKa71ItPoQgCSBdA9fCb6jXs46IMeg7C67yU2UuIjV2GIZxAOCJ4J9aSgF4wKhJc9jgJ334a3opv4aBt-xlM_IfURjNQ5A6jF_mkvHCEKrP9sciVOCqfeJMwxDlnWE/s1600/5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhEkHtOUvnBc3UFoQKa71ItPoQgCSBdA9fCb6jXs46IMeg7C67yU2UuIjV2GIZxAOCJ4J9aSgF4wKhJc9jgJ334a3opv4aBt-xlM_IfURjNQ5A6jF_mkvHCEKrP9sciVOCqfeJMwxDlnWE/s1600/5.jpg" /></a></div><ul style="text-align: justify;"><li> Tentukan matriks generator G = [Ik |A] , yang merupakan kunci pribadi yaitu :</li>
</ul><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIVT8n_jdhtrvWeKBOMwA54GbahI6Ga4xi3EMPJzgcmFa4Lhzg9zYmS0r4ai_KFuPKLsWHDtGqvkHXwhoCub1RjzCJo4Pz2IfegAGa-5R4dYQA11OXyLv_dgDC2ylxG-WGKUuE7daeGJk/s1600/6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIVT8n_jdhtrvWeKBOMwA54GbahI6Ga4xi3EMPJzgcmFa4Lhzg9zYmS0r4ai_KFuPKLsWHDtGqvkHXwhoCub1RjzCJo4Pz2IfegAGa-5R4dYQA11OXyLv_dgDC2ylxG-WGKUuE7daeGJk/s1600/6.jpg" /></a></div><ul style="text-align: justify;"><li> Pilihan matriks nonsingular S berdimensi k x k atau (4,4), yang merupakan kunci pribadi yaitu :</li>
</ul><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglc4aXY2DPzrrbqlWy8GTDPNCyhg0kyZJT7a_AH8F1ElAvGZp3ypiMbGizN14F_i8Gs__OaGDcEp4JzReo8EtIeAW72EjzTOt9ThlMiMfGtEm8z-uy0nhJ_yD98wNWRiQsA_dOHZIgkrQ/s1600/7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglc4aXY2DPzrrbqlWy8GTDPNCyhg0kyZJT7a_AH8F1ElAvGZp3ypiMbGizN14F_i8Gs__OaGDcEp4JzReo8EtIeAW72EjzTOt9ThlMiMfGtEm8z-uy0nhJ_yD98wNWRiQsA_dOHZIgkrQ/s1600/7.jpg" /></a></div><ul style="text-align: justify;"><li> Pilih matriks permutasi P berdimensi n x n atau (7x7), yang merupakan kunci pribadi yaitu :</li>
</ul><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQWMH2cXTOZjrlwnl9ofp8DcXp_WBksnDU3h-wEfeguEgqgiBry22C_lrA0xKVjkjRyMBsShyqkA876PfT2WxuheLekAjcevTlYdMD01goCT2zjijDnZ1EqRCFQ5CkDynp7obqF2hYZ1g/s1600/8.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQWMH2cXTOZjrlwnl9ofp8DcXp_WBksnDU3h-wEfeguEgqgiBry22C_lrA0xKVjkjRyMBsShyqkA876PfT2WxuheLekAjcevTlYdMD01goCT2zjijDnZ1EqRCFQ5CkDynp7obqF2hYZ1g/s1600/8.jpg" /></a></div><ul style="text-align: justify;"><li> Hitung Ga = SGP, yang merupakan kunci publik</li>
</ul><div style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7f0A3I_02cyy1O5EtRZQNYygNe-25gqfH3WU8Ln2LtEhmW-TgUHPYdsjpiC8NyAGFxD5FlhDqFrOwGlSy8Lw6YQhT7ucnqLwVseYkAeOsWE0dLNp3hPksPze7xuZgtJi2piH9jVivYX0/s1600/9.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7f0A3I_02cyy1O5EtRZQNYygNe-25gqfH3WU8Ln2LtEhmW-TgUHPYdsjpiC8NyAGFxD5FlhDqFrOwGlSy8Lw6YQhT7ucnqLwVseYkAeOsWE0dLNp3hPksPze7xuZgtJi2piH9jVivYX0/s1600/9.jpg" /></a> </div><div style="text-align: justify;">Perhitungan tersebut menghasilkan pasangan kunci, yaitu kunci publik matriks Ga dan kunci pribadi matriks-matriks P, G, dan S. Selanjutnya dilakukan enkripsi terhadap pesan ‘MSI10’, pertama-tama pesan tersebut diterjemahkan ke dalam kode ASCII menjadi :</div><div style="text-align: justify;"><br />
0100110101010011010010010011000100110000. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena k = 4, maka pesan tersebut harus di blok dengan panjang tiap blok adalah 4 bit, menjadi :</div><div style="text-align: justify;">0100 1101 0101 0011 0100 1001 0011 0001 0011 0000</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjde1WAYJvkecaUWjGDDy6gSp6blzT_EFgx4dEZF7OhTTPtJSNXavukwc50YQQL0GjrZZ-hJxC8-DmqIRTaNyuJuacfgHozwJWvKKQ3ZRe-wtmvb2osg0HX2j2Ipfmq1e0OrS5UqnxIII/s1600/10.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjde1WAYJvkecaUWjGDDy6gSp6blzT_EFgx4dEZF7OhTTPtJSNXavukwc50YQQL0GjrZZ-hJxC8-DmqIRTaNyuJuacfgHozwJWvKKQ3ZRe-wtmvb2osg0HX2j2Ipfmq1e0OrS5UqnxIII/s1600/10.jpg" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjp6qA7HdHhuK3Xs-Z4_caclull2Kbv3aoJ-AdMttP8hXCvkELKJNHl4zutpTefksy-JfiVTqSdJHNQoaSzmJC7qPydH2Itd8JFwu221HEXUknakFHxfHCw9tniDJzT4c7McLJTXxjtfLg/s1600/11.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjp6qA7HdHhuK3Xs-Z4_caclull2Kbv3aoJ-AdMttP8hXCvkELKJNHl4zutpTefksy-JfiVTqSdJHNQoaSzmJC7qPydH2Itd8JFwu221HEXUknakFHxfHCw9tniDJzT4c7McLJTXxjtfLg/s1600/11.jpg" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaGD8-upA7LeOnRA8hU1ytmrMD7wm0xTEWILNh2S6VCAisln1fHnaNIi9u-41e1-vfygSgHgdIyFZb8kjNhyphenhyphenlDe7CjMWlFdr5H9kNLyLvxDWZbMIfN5XMmQaqFPY0wbi2z-10BiQOy9QE/s1600/12.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjaGD8-upA7LeOnRA8hU1ytmrMD7wm0xTEWILNh2S6VCAisln1fHnaNIi9u-41e1-vfygSgHgdIyFZb8kjNhyphenhyphenlDe7CjMWlFdr5H9kNLyLvxDWZbMIfN5XMmQaqFPY0wbi2z-10BiQOy9QE/s1600/12.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"></div><div class="separator" style="clear: both;"></div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkgn55vQBeVfcWwqojz2a2az0gzq4gLYwue2SP1rELxbSFJS3pPDi-TxpwzGwHhpe4z7GF6QMQ4k57px6wyqxe1Jh8R2JEtDQmXFWyjKK9i-AY9JPxrwpREggBxDG68JBkerltWo2WEcE/s1600/13.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkgn55vQBeVfcWwqojz2a2az0gzq4gLYwue2SP1rELxbSFJS3pPDi-TxpwzGwHhpe4z7GF6QMQ4k57px6wyqxe1Jh8R2JEtDQmXFWyjKK9i-AY9JPxrwpREggBxDG68JBkerltWo2WEcE/s1600/13.jpg" /></a><br />
<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyBMhTt4_yqpXpBW3tAJBZF8rLoW_kdKiTtjTxLUgIxnGcFPhyphenhyphenlJajJLf2T-tKH48fmZxgyiRX9zOo3sNHFQyTymw6bQe2szjbnjMP9rlFFjcAuXgVV454idOhj3B2VRiiWjmRgJj8pqc/s1600/14.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyBMhTt4_yqpXpBW3tAJBZF8rLoW_kdKiTtjTxLUgIxnGcFPhyphenhyphenlJajJLf2T-tKH48fmZxgyiRX9zOo3sNHFQyTymw6bQe2szjbnjMP9rlFFjcAuXgVV454idOhj3B2VRiiWjmRgJj8pqc/s1600/14.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjflkyttu8V4bxS1U2JZshMrwFcO7dyGhlR2w_WrzmOKR8ybRD_35gozl6HpajFY4FNjr-uO1aAZbK6tOhe5R5mOrNFLOvoysraLiL5RE7bYak70W8-sefbdfrMW3tlZqEtU7THwZXcpMQ/s1600/15.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjflkyttu8V4bxS1U2JZshMrwFcO7dyGhlR2w_WrzmOKR8ybRD_35gozl6HpajFY4FNjr-uO1aAZbK6tOhe5R5mOrNFLOvoysraLiL5RE7bYak70W8-sefbdfrMW3tlZqEtU7THwZXcpMQ/s1600/15.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;"><br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Catatan : perhitungan di atas dihitung dengan software matlab yang memudahkan operasi perhitungan dengan matriks.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Kesimpulan dan Saran</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Algoritma Mc Eliece digunakan untuk menyandikan teks (huruf dan angka) dengan efektif. Kekuatan algoritma ini adalah pada kunci yang berbentuk matriks dan pada proses komputasinya. Penelitian ini dapat dikembangkan untuk pesan selain teks, misalnya image yang sudah dikonversi ke bit string. Dapat pula dikembangkan dengan membuat program sederhana misalnya dengan menggunakan GUI di matlab atau dengan bahasa pemrograman yang lain. Untuk melipatgandakan keamanan algoritma ini dapat dikombinasikan dengan algoritma pertukaran kunci, misalnya algoritma Deffie Helman.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka :</div><ul style="text-align: justify;"><li> Kurniawan, Y. 2004. Kriptografi Keamanan Internet dan jaringan Komunikasi, Informatika, Bandung</li>
<li>Munir, R. 2006. Kriptografi, Informatika, Bandung</li>
<li>Stallings, W. 2004. Cryptography and Network Security, Pearson Education, India</li>
<li>Sujalwo. 2004. Skema Pertukaran Kunci Menggunakan Teori Matriks, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 5, No. 1, UMS Surakarta.</li>
<li><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kriptografi">http://id.wikipedia.org/wiki/Kriptografi </a></li>
</ul>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-70456150050797121792011-01-05T02:19:00.000-08:002012-07-30T19:33:37.472-07:00Pemanfaatan Teknologi RFID (Radio Frequency Identification)<div style="text-align: center;">Jutono Gondohanindijo</div><div style="text-align: center;">Fakultas Ilmu Komputer Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><i>Abstract</i></div><div style="text-align: center;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>RFID is a compact wireless technology that utilizes radio frequency for automatic identification toward objects or humans. RFID transmits information or data between the RFID tag and RFID reader, so it does not need physical contact between them in communication. The implementation system of RFID needs a local server, a RFID reader, and pre-encoded labels (tags). This server will store all needed data and applications that can read data from the tag by means of the RFID Reader. RFID is a data capture technology that can be used electronically to identify, track, and store information in RFID tags.</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>Key words : Radio Frequency Identification, Tag, Reader, Server, System</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perhatian terhadap RFID dalam lingkungan media massa maupun akademis yang populer telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu buktinya adalah usaha dari organisasi-organisasi besar seperti Wal-Mart, Procter and Gamble, serta Departemen Pertahanan Amerika Serikat untuk menggunakan RFID sebagai suatu alat yang mampu mengontrol secara otomatis rantai suplai mereka. Harga tag yang menurun dan standardisasi yang dinamis telah menyebabkan kita berada pada ambang ledakan penggunaan RFID.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Para pengamat RFID menganggap RFID sebagai suksesor dari <i>barcode</i> optik yang banyak dicetak pada barang dagangan dengan dua keunggulan pembeda :</span></div><ol style="text-align: justify;"><li><span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Identifikasi yang unik : Sebuah barcode mengindikasikan tipe obyek tempat ia dicetak, misalnya “Ini adalah sebatang coklat merek ABC dengan kadar 70% dan berat 100 gram”. Sebuah tag RFID selangkah lebih maju dengan mengemisikan sebuah nomor seri unik di antara jutaan obyek yang identik, sehingga ia dapat mengindikasikan “Ini adalah sebatang coklat merek ABC dengan kadar 70% dan berat 100 gram, nomor seri 897348738”. Identifier yang unik dalam RFID dapat berperan sebagai pointer terhadap entri basis data yang menyimpan banyak histori transaksi untuk item-item individu.</span></li>
<li><span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Otomasi : Barcode di-scan secara optik, memerlukan kontak line-of-sight dengan reader, dan tentu saja peletakan fisik yang tepat dari obyek yang di-scan, kecuali pada lingkungan yang benar-benar terkontrol. Scanning terhadap barcode memerlukan campur tangan manusia. Sebaliknya, tag-tag RFID dapat dibaca tanpa kontak line-of-sight dan tanpa penempatan yang presisi. Reader RFID dapat melakukan scan terhadap ratusan tag perdetik.</span></li>
</ol><div style="text-align: justify;">Sebagai suksesor dari barcode, RFID dapat melakukan kontrol otomatis untuk banyak hal. Sistem-sistem RFID menawarkan peningkatan efisiensi dalam pengendalian inventaris (inventory control), logistik dan manajemen rantai suplai (supply chain management).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Komponen-komponen utama sistem RFID</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Secara garis besar sebuah sistem RFID terdiri atas tiga komponen utama, yaitu tag, reader,dan basis data (gambar 2.1). Secara ringkas, mekanisme kerja yang terjadi dalam sebuah sistem RFID adalah bahwa sebuah reader frekuensi radio melakukan scanning terhadap data yang tersimpan dalam tag, kemudian mengirimkan informasi tersebut ke sebuah basis data yang menyimpan data yang terkandung dalam tag tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiL7rgcnpEshTxSw0vpTvQe9n-wE2C8joWJRelhXUXDMK4ETL2PJK2enVnTIerF1zKkXX7nIdXhcVSOjaE62vHhmyj3k4F1rmk0XrvzY2VMBbrG47yT5YcZS3Nuzk2eQi4zf9LCVwiDKps/s1600/1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiL7rgcnpEshTxSw0vpTvQe9n-wE2C8joWJRelhXUXDMK4ETL2PJK2enVnTIerF1zKkXX7nIdXhcVSOjaE62vHhmyj3k4F1rmk0XrvzY2VMBbrG47yT5YcZS3Nuzk2eQi4zf9LCVwiDKps/s1600/1.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebuah tag RFID atau transponder, terdiri atas sebuah mikro (microchip) dan sebuah antena (gambar 2). Chip mikro itu sendiri dapat berukuran sekecil butiran pasir, seukuran 0,4 mm. Chip tersebut menyimpan nomor seri yang unik atau informasi lainnya tergantung kepada tipe memorinya. Tipe memori itu sendiri dapat read-only, read-write, atau write-once read-many. Antena yang terpasang pada chip mikro mengirimkan informasi dari chip ke reader. Biasanya rentang pembacaan diindikasikan dengan besarnya antena. Antena yang lebih besar mengindikasikan rentang pembacaan yang lebih jauh. Tag tersebut terpasang atau tertanam dalam obyek yang akan diidentifikasi. Tag dapat di-scan dengan reader bergerak maupun stasioner menggunakan gelombang radio.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1sDacBs9OQFRybqg3no8Wi0mGK_mz-VkhcKiuL1gDR-v0Tos7eCT-qI6MYRvNPb1LR3qu0wgtkVMrh3NR4BI-V_X1PhgupDaOhlvlMIEmC20ro9BCaAr1phTPw79CHeifJTbj7YlXE0Y/s1600/2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="203" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1sDacBs9OQFRybqg3no8Wi0mGK_mz-VkhcKiuL1gDR-v0Tos7eCT-qI6MYRvNPb1LR3qu0wgtkVMrh3NR4BI-V_X1PhgupDaOhlvlMIEmC20ro9BCaAr1phTPw79CHeifJTbj7YlXE0Y/s320/2.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berikut adalah karakteristik umum TagRFID yang digambarkan dalam bentuk tabel.</div><div style="text-align: justify;"><style type="text/css">
table.tableizer-table {border: 1px solid #CCC; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 11px;} .tableizer-table td {padding: 4px; margin: 3px; border: 1px solid #ccc;}
.tableizer-table th {background-color: #104E8B; color: #FFF; font-weight: bold;}
</style><br />
<br />
<table class="tableizer-table"><tbody>
<tr class="tableizer-firstrow"><th></th><th>Tag Pasif</th><th>Tag Semipasif</th><th>Tag Aktif</th></tr>
<tr><td>Catu Daya</td><td>eksternal (dari reader)</td><td>baterai internal</td><td>baterai internal</td></tr>
<tr><td>Rentang Baca</td><td>dapat mencapai 20 kaki</td><td>dapat mencapai 100 kaki</td><td>dapat mencapai 750 kaki</td></tr>
<tr><td>Tipe Memori</td><td>umumnya read-only</td><td>read-write</td><td>read-write</td></tr>
<tr><td>Harga</td><td>$0.20 hingga beberapa dolar</td><td>$2 hingga $10</td><td>$20 atau lebih</td></tr>
<tr><td>Usia Tag</td><td>bisa mencapai 20 tahun</td><td>2 sampai 7 tahun</td><td>5 sampai 10 tahun</td></tr>
</tbody></table><br />
Untuk berfungsinya sistem RFID diperlukan sebuah reader atau alat scanning-device yang dapat membaca tag dengan benar dan mengomunikasikan hasilnya ke suatu basis data (gambar 1).<br />
<br />
Sebuah reader menggunakan antenanya sendiri untuk berkomunikasi dengan tag. Ketika reader memancarkan gelombang radio, seluruh tag yang dirancang pada frekuensi tersebut serta berada pada rentang bacanya akan memberikan respon. Sebuah reader juga dapat berkomunikasi dengan tag tanpa line-of-sight langsung, tergantung kepada frekuensi radio dan tipe tag (aktif, pasif, atau semipasif) yang digunakan. Reader dapat memproses banyak item sekaligus. Menurut bentuknya, reader dapat berupa reader bergerak seperti peralatan genggam, atau stasioner seperti peralatan point-of-sale di supermarket. Reader dibedakan berdasarkan kapasitas penyimpanannya, kemampuan pemrosesannya, serta frekuensi yang dapat dibacanya.<br />
<br />
Basis data merupakan sebuah sistem informasi logistik pada posisi back-end yang bekerja melacak dan menyimpan informasi tentang item ber-tag (gambar 1). Informasi yang tersimpan dalam basis data dapat terdiri dari identifier item, deskripsi, pembuat, pergerakan, dan lokasinya. Tipe informasi yang disimpan dalam basis data dapat bervariasi bergantung kepada aplikasinya. Sebagai contoh, data yang disimpan pada sistem pembayaran tol akan berbeda dengan yang disimpan pada rantai suplai. Basis data juga dapat dihubungkan dengan jaringan lainnya seperti local area network (LAN) yang dapat menghubungkan basis data ke Internet. Konektivitas seperti ini memungkinkan sharing data tidak hanya pada lingkup basis data lokal.<br />
<br />
<b>Frekuensi radio sebagai karakteristik operasi sistem RFID</b><br />
<br />
Pemilihan frekuensi radio merupakan kunci kerakteristik operasi sistem RFID. Frekuensi sebagian besar ditentukan oleh kecepatan komunikasi dan jarak baca terhadap tag. Secara umum, tingginya frekuensi mengindikasikan jauhnya jarak baca. Pemilihan tipe frekuensi juga dapat ditentukan oleh tipe aplikasinya. Aplikasi tertentu lebih cocok untuk salah satu tipe frekuensi dibandingkan dengan tipe lainnya karena gelombang radio memiliki perilaku yang berbeda-beda menurut frekuensinya. Sebagai contoh, gelombang LF memiliki kemampuan penetrasi terhadap dinding tembok yang lebih baik dibandingkan dengan gelombang dengan frekuensi yang lebih tinggi, tetapi frekuensi yang lebih tinggi memiliki laju data (data rate) yang lebih cepat.<br />
<br />
Di Amerika Serikat, Federal Communications Commission (FCC) mengatur alokasi band frekuensi untuk penggunaan komersial, sementara National Telecommunications and Information Administration (NTIA) mengatur spektrum pada negara bagian. Sistem RFID menggunakan rentang frekuensi yang tak berlisensi dan diklasifikasikan sebagai peralatan industrial scientific-medical atau peralatan berjarak pendek (short-range device) yang diizinkan oleh FCC. Peralatan yang beroperasi pada bandwidth ini tidak menyebabkan interferensi yang membahayakan dan harus menerima interferensi yang diterima. FCC juga mengatur batas daya spesifik yang berasosiasi dengan masing-masing frekuensi. Kombinasi dari level-level frekuensi dan daya yang dibolehkan menentukan rentang fungsional dari suatu aplikasi tertentu seperti keluaran daya dari reader.<br />
<br />
Berikut ini adalah empat frekuensi utama yang digunakan oleh sistem RFID: (1) LF, (2) HF, (3) UHF, dan (4) gelombang mikro yang digambarkan dalam bentuk tabel.<br />
<style type="text/css">
table.tableizer-table {border: 1px solid #CCC; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 11px;} .tableizer-table td {padding: 4px; margin: 3px; border: 1px solid #ccc;}
.tableizer-table th {background-color: #104E8B; color: #FFF; font-weight: bold;}
</style><br />
<br />
<table class="tableizer-table"><tbody>
<tr class="tableizer-firstrow"><th>Gelombang</th><th>Frekuensi</th><th>Rentang dan Laju Baca</th><th>Contoh Penggunaan</th></tr>
<tr><td>LF</td><td>125 KHz</td><td>~1,5 kaki;</td><td>Access control, animal tracking, point-of-sale applications</td></tr>
<tr><td></td><td></td><td>kecepatan baca rendah</td><td></td></tr>
<tr><td>HF</td><td>13,56 KHz</td><td>~3 kaki;</td><td>Access control, smart cards, item-level tracking</td></tr>
<tr><td></td><td></td><td>kecepatan baca sedang</td><td></td></tr>
<tr><td>UHF</td><td>860–930 MHz</td><td>sampai 15 kaki;</td><td>Pallet tracking, supply chain management</td></tr>
<tr><td></td><td></td><td>kecepatan baca tinggi</td><td></td></tr>
<tr><td>Gelombang mikro</td><td>2,45/5,8 GHz</td><td>~3 kaki;</td><td>Supply chain management</td></tr>
<tr><td></td><td></td><td>kecepatan baca tinggi</td><td></td></tr>
</tbody></table><br />
<b>Kategori sistem RFID</b><br />
<br />
Secara kasar, sistem-sistem RFID dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori sebagai berikut.<br />
<ol><li>Sistem EAS (Electronic Article Surveillance): Umumnya digunakan pada toko-toko untuk menyensor ada tidaknya suatu item. Produk-produk diberi tag dan reader berantena besar ditempatkan di masing-masing pintu keluar toko untuk mendeteksi pengambilan item secara tidak sah.</li>
<li>Sistem Portable Data Capture: dicirikan oleh penggunaan reader RFID yang portabel yang memungkinkan sistem ini digunakan dalam seting yang bervariasi.</li>
<li>Sistem Networked: dicirikan oleh posisi reader yang tetap yang terhubung secara langsung ke suatu sistem manajemen informasi terpusat, sementara transponder berada pada orang atau item-item yang dapat dipindahkan.</li>
<li>Sistem Positioning: Digunakan untuk identifikasi lokasi item-item atau kendaraan.</li>
</ol><b>Pemanfaatan teknologi RFID</b><br />
<br />
Jika di masa lalu barcode telah menjadi cara utama untuk pelacakan produk, kini sistem RFID menjadi teknologi pilihan untuk tracking manusia, hewan peliharaan, produk, bahkan kendaraan. Salah satu alasannya adalah kemampuan baca-tulis dari sistem RFID aktif memungkinkan penggunaan aplikasi interaktif. Selain itu, tag juga dapat dibaca dari jarak jauh dan melalui berbagai substansi seperti salju, asap, es, atau cat di mana barcode telah terbukti tidak dapat digunakan.<br />
<br />
Berikut ini adalah beberapa contoh nyata agenda berbagai organisasi pemerintah maupun perusahaan dalam rencananya untuk mengimplementasikan teknologi RFID :<br />
<ol><li>Pelacakan pakaian: Produsen pakaian Benetton merencanakan untuk memasang tag RFID di dalam item-item ritel. Peralatan yang ditanam tersebut memungkinkan Benetton untuk melacak individu-individu dan barang inventaris yang mereka miliki dengan me-link-kan nama konsumen dan informasi kartu kredit dengan nomor seri pada suatu item pakaian. Demikian juga Marks & Spencer, salah satu peritel terbesar di Inggris, mengumumkan untuk memulai memasang tag pada item-item pakaian dengan tag UHF mulai musim gugur 2003. Tag UHF adalah teknologi RFID generasi baru yang menyediakan kecepatan transfer data yang cepat dan rentang baca yang lebih jauh (tabel 2). Marks & Spencer telah secara ekstensif menggunakan peralatan tracking pada divisi penjualan makanannya.</li>
<li>Pelacakan barang dagangan dalam kemasan: Gillette, Wal-Mart, dan Tesco, rantai supermarket berbasis di Inggris, bergabung untuk menguji rak-rak yang dapat melacak secara real-time terhadap barang-barang dalam toko. “Rak-rak pintar” akan dapat membaca gelombang frekuensi radio yang diemisikan oleh chip mikro yang ditanam dalam jutaan silet dan produk-produk lainnya. Wal-Mart merencanakan untuk menguji rak Gillette diawali di toko yang berlokasi di Brockton. Jika sukses, Wal-Mart juga merencanakan untuk bergabung dengan Procter & Gamble untuk menguji hal serupa pada produk-produk kosmetik dan telah mendukung 100 top suppliernya untuk menggunakan pelacak barang nirkabel pada 2005. Para eksekutif Wal-Mart mengatakan bahwa perusahaan hanya akan menggunakan chip RFID untuk melacak barang dagangan dan akan melepasnya jika sudah dibeli.</li>
<li>Pelacakan ban: pembuat ban Michelin baru-baru ini memulai pengujian sistem identifikasi ban dengan frekuensi radio untuk ban mobil penumpang dan truk kecil. Transponder RFID dipasang di dalam ban dan menyimpan informasi identifikasi yang dapat diasosiasikan dengan nomor identifikasi kendaraan.</li>
<li>Pelacakan uang: Bank Sentral Eropa melaju dengan rencananya untuk menanamkan tag RFID setipis rambut manusia di dalam serat uang kertas Euro pada tahun 2005 meskipun menuai banyak protes. Tag-tag tersebut memungkinkan uang untuk mencatat informasi tentang setiap transaksi. Pemerintah dan agen-agen peradilan menyambut teknologi tersebut sebagai cara untuk mencegah pencucian uang, transaksi pasar gelap, dan bahkan permintaan kuitansi kosong dari koruptor.</li>
<li>Pelacakan pasien dan orang: Rumah Sakit Alexandra di Singapura belum lama ini menerapkan sistem tracking di bagian gawat daruratnya karena sadar akan kekuatiran wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Dengan sistem ini, seluruh pasien, pengunjung, dan karyawan yang memasuki rumah sakit diberi sebuah kartu yang ditanami chip RFID. Kartu dibaca oleh sensor yang dipasang di langit-langit yang mencatat secara tepat waktu masuk dan keluarnya seseorang. Informasi ini tersimpan dalam komputer selama 21 hari. Teknologi ini juga memungkinkan untuk dengan segera melacak orang-orang yang pernah kontak dengan seorang penderita SARS.</li>
<li>Sistem pembayaran: Pada tahun 1997, Exxon Mobil mengembangkan aplikasi pembayaran nirkabel yang diberi nama Speedpass. Sejak itu, enam juta konsumen dapat melakukan pembayaran dengan cara ini pada 7.500 lokasi Speedpass-enabled. Sekarang, banyak merchant dan peritel mencari cara untuk mengimplementasikan sistem pembayaran nirkabel RFID. Sony dan Philips menjadi pendahulu. Kedua korporasi ini akan segera memulai melakukan uji lapangan terhadap sebuah sistem RFID yang disebut Near Field Communication (NFC), yang akan memungkinkan komunikasi RFID di antara PC, komputer genggam, dan peralatan elektronik lainnya. Kedua perusahaan tersebut menggambarkan bahwa para konsumen akan masuk ke dalam portal mereka dengan melakukan swiping terhadap smart card mereka –yang ditanam dengan RFID Sony atau Philips– yang akan dibaca oleh reader RFID yang dipasang pada port USB di komputer. Di waktu selanjutnya, konsumen akan dapat belanja online, misalnya untuk tiket pertunjukan lokal. Mereka dapat melakukan pembayaran tiket online, men-download-nya melalui PC dan kemudian mentransmisikannya melalui teknologi NFC ke tag RFID pada HP mereka. Selanjutnya pada saat pertunjukan, dengan mendekatkan HP mereka ke reader RFID di pintu masuk, mereka akan diperbolehkan masuk secara otomatis.</li>
</ol><b>Kesimpulan</b><br />
<br />
RFID merupakan teknologi revolusioner yang diunggulkan untuk mentransformasi dunia komersial.Pada saat ini, RFID telah diimplementasikan pada berbagai bidang industri. RFID menggunakan frekuensi radio untuk mengirimkan informasi atau data diantara RFID tag dengan RFID readernya, sehingga tidak diperlukan kontak fisik diantara keduanya untuk dapat berkomunikasi. Hal inilah yang membuat RFID memiliki keunggulan dibandingkan denganteknologi barcode yang ada.RFID dapat menjadi barcode generasi berikutnya yang dapat dipergunakan untuk otomatisasi sistem informasi karena akan memberikan banyak kemudahan dan mengurangi biaya untuk distribusi barang dari pabrik atau vendor ke lokasi yang berbeda.<br />
<br />
<b>Daftar Pustaka</b><br />
<ol><li>Radio Frequency Identification (RFID) Systems. http://www.epic.org/privacy/rfid/</li>
<li>Advanced Card Systems Ltd. 2007. ACR120 Technical Specifications. Hong Kong.</li>
<li>Ari Juels .2009. RFID Security and Privacy: A Research Survey. http://www.rsasecurity.com/rsalabs/staff/bios/ajuels/ publications/pdfs/rfid_survey_28_09_10.pdf</li>
<li>Philips Semiconductors. 2006. Product Specification. Austria: Philips Semiconductors Gratkorn GmbH.</li>
<li>United States Government Accountability Office. 2006. Information Security: Radio Frequency Identification Technology in the Federal Government. http://www.gao.gov/ new.items/d05551.pdf</li>
<li>Wikipedia.org, The Free Encyclopedia. mart Card. http://en.wikipedia.org/wiki/Smart_card.</li>
</ol></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-41364874981123557422011-01-01T07:30:00.000-08:002012-08-02T07:53:51.358-07:00Peningkatan Motivasi Melalui Pemberdayaan Psikologis Dan Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan<i>Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)</i><br />
<i>Volume 2 No. 1, 1 Januari 2011 Hal : 57-67</i><br />
<br />
<div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari</div><div style="text-align: center;">Fakultas Ekonomi Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><i>Abstract</i></div><div><br />
</div><div><div style="text-align: justify;"><i>This research is rejoinder of Drake et. als’ research (2007) and has been modified by the researcher. This research aims to examine relations of empowerment, motivation, and employee’s performance. This reaserch uses the empirical random sampling technique in the data collection. Data are collected using a survey on 160 nonmanagement employees of civil servants in Semarang . Data analysis uses Structural Equation Model (SEM) with AMOS 16.0 program. The result of this research indicates that all hypotheses that have been proposed are accepted. Hypothesis 1 shows that empowerment significantly gives positive influence toward motivation. Hypothesis 2 shows that motivation significantly gives positive influence to employee’s performance.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Key words: Empowerment, motivation, employee performance, and structural equation model (SEM).</i></div></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karyawan yang mempunyai motivasi tinggi merupakan salah satu factor penting dari kesuksesan jangka panjang di banyak organisasi. Pemberdayaan karyawan merupakan salah satu cara yang dianjurkan oleh banyak peneliti akuntansi manajemen untuk meningkatkan motivasi karyawan (Drake dkk. 2007). Studi di bidang manajemen juga memperlihatkan bahwa karyawan yang telah merasa diberdayakan akan mempunyai tingkat motivasi kerja yang lebih tinggi. Selanjutnya, tingkat motivasi kerja yang tinggi akan berhubungan dengan tingkat efektivitas dan kinerja yang semakin tinggi pula (dikutip oleh Drake dkk. 2007). Berkaitan dengan peningkatan motivasi melalui pemberdayaan, para peneliti mulai menaruh perhatian khusus pada pemberdayaan psikologis yang merupakan upaya untuk meningkatkan motivasi intrinsik karyawan . Pemberdayaan psikologis merupakan suatu konsep psikologis dan memiliki beberapa dimensi. Terdapat 4 dimensi utama yang membentuknya yaitu meaning, perceived impact, competence, dan self-determination.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keempat dimensi di atas tergabung membentuk keseluruhan konstruk pemberdayaan psikologis, atau dengan kata lain, apabila salah satu dimensi tidak ada, maka tingkat pemberdayaan yang diperoleh juga tidak maksimal. Menurut Spreitzer (2005), meaning, perceived impact, competence, dan self-determination merupakan keempat dimensi utama yang membentuk pemberdayaan psikologis. Meaning diartikan nilai intrinsik dari suatu tugas kerja seorang karyawan, nilai tersebut dianggap dalam hubungannya dengan tujuan atau standar yang bersangkutan. Perceived impact atau dapat diartikan suatu persepsi tentang seberapa besar pengaruh seseorang berkaitan dengan peran mereka dalam pekerjaan baik dalam hal yang bersifat operasional, strategik maupun administratif. Competence atau kompetensi dapat diartikan sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengerjakan pekerjaan. Sedangkan self-determination adalah perasaan seseorang berkaitan dengan pilihan dalam mengawali atau mengatur tindakan. Faktor yang berpengaruh pada pemberdayaan psikologis seseorang salah satunya adalah faktor lingkungan kerja. Faktor lingkungan kerja merupakan faktor-faktor yang berkaitan dengan keadaan di tempat kerja baik fisik maupun non fisik. Sebagai contoh, fasilitas di tempat kerja, sarana dan prasarana yang tersedia maupun hubungan antar personal. Informasi yang kedua yang selanjutnya mempengaruhi pemberdayaan berkaitan dengan kinerja. Informasi ini sebenarnya berfungsi agar karyawan mengetahui tentang seberapa besar perannya terhadap peningkatan pada keberhasilan perusahaan dan seberapa baik pekerjaannya dilakukan. Selain itu, informasi tentang kinerja juga akan meminimalisasi rasa ketidakpastian dalam karyawan dengan cara memberikan evaluasi pada setiap pekerjaan (Stup dan Holden, 2005). Dengan adanya informasi kinerja (umpan balik) diharapkan mampu meningkatkan persepsi setiap dimensi pemberdayaan psikologis. Informasi tentang strategi dan juga kinerja diharapkan mampu membuat tugas seseorang lebih berarti (meaning). Hal tersebut dikarenakan dengan informasi mengenai strategi dan juga kinerja dapat membantu seseorang menyadari visi dan misi organisasi dan bagaimana seharusnya tugas dapat dilaksanakan dengan baik. Berkaitan dengan dimensi self-determination, bahwa informasi tentang kinerja akan menyediakan pengarahan tentang bagaimana mempertahankan atau meningkatkan kinerja serta dapat memperkuat pemahaman seseorang terhadap tujuan perusahaan. ( Rahman dkk, 2007) menyatakan bahwa karyawan yang menggunakan informasi kinerja akan memiliki kontrol yang lebih besar atas permasalahan pada perusahaan. Hal ini memberikan karyawan perasaan seolaholah mereka mempunyai pengaruh yang besar terhadap perusahaan tempat mereka bekerja (perceived impact). Faktor lingkungan kerja yang selanjutnya mempengaruhi pemberdayaan adalah penghargaan (rewards). Semakin kuat hubungan antara kinerja seseorang dan penghargaan yang didapat mampu mendorong adanya peningkatan rasa pemberdayaan. Peningkatan rasa pemberdayaan seorang karyawan tersebut dilakukan dengan menguatkan rasa kompetensi (competence) dan menyediakan seseorang dengan insentif dalam usahanya. mengambil bagian dan memberi pengaruh pada proses pengambilan keputusan (Drake dkk. 2007). Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Spreitzer (1995) (dikutip oleh Drake dkk. 2007) umpan balik dan penghargaan dihipotesiskan mempunyai hubungan positif terhadap pemberdayaan psikologis karyawan yaitu meaning, competence, perceived impact, dan self-determination. Keempat dimensi pemberdayaan psikologis tersebut juga dihipotesiskan mempunyai hubungan yang positif dengan motivasi kerja. Motivasi kerja juga dihipotesiskan mempunyai hubungan yang positif dengan kinerja karyawan. Subjek penelitian yang digunakan oleh Spreitzer (1995) adalah manajer tingkat menengah (midle manager). Berbeda hasil yang ditunjukan pada penelitian yang dilakukan oleh Drake dkk (2007). Drake dkk (2007) mencoba menguji hubungan umpan balik dan penghargaan pada dimensi pemberdayaan psikologis Spreitzer (1995). Namun dengan memanipulasi variabel umpan balik dan penghargaan (rewards). Hasil dari penelitian Drake dkk (2007) menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penghargaan yang berbasis kinerja dengan perceived impact on profitability, dan terjadi hubungan negatif dengan self-determination. Selain itu, penghargaan berbasis kinerja juga berhubungan secara negatif dengan task competence setelah adanya pengawasan pada kinerja aktual. Dapat disimpulkan bahwa seorang karyawan dengan tugaskerja yang sama baik menggunakan penghargaan berbasis kinerja maupun penghargaan yang flat-wage akan memiliki tingkat kompetensi kerja yang sebanding. Penelitian ini akan kembali menguji hubungan pemberdayaan psikologis, motivasi dan kinerja. Namun, berbeda dengan penelitian Drake dkk (2007), penelitian ini tidak didesain secara eksperimen agar dapat menggeneralisasi hasil penelitian yang didapat. Karena apabila penelitian didesain secara eksperimen, maka hasil penelitian tidak dapat digeneralisasi. Semua hasil penelitian tergantung jenis, metode, prosedur, sampling serta instrumen yang digunakan (Sekaran, 2006). Subjek penelitian yang dilakukan adalah karyawan nonmanajerial. Karyawan nonmanajerial yaitu karyawan yang mempunyai tugas yang terstruktur, kerja rutin dibandingkan karyawan pada level manajer. Karyawan yang menjadi responden penelitian ini adalah karyawan nonmanajerial pegawai negeri sipil ( PNS ) di Semarang . Pada hakekatnya penelitian ini dikembangkan untuk mengetahui bagaimana pengembangan strategi untuk memotivasi dan mempengaruhi perilaku, inspirasi, dan tujuan orang-orang yang menjalankan organisasi. Hal ini dilakukan agar terjadi keselarasan tujuan antara organisasi dan individu didalamnya. Diharapkan implementasi sistem ini dapat memastikan adanya keterpaduan tujuan atau goal congruen semaksimal mungkin antara tujuan individu dengan tujuan organisasi. Apabila goal congruen dapat tercipta, perusahaan akan mampu memaksimalkan kinerja para karyawan, maka kinerja perusahaan akan meningkat. Peningkatan kinerja perusahaan dapat dilihat dalam laporan keuangan perusahaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pengaruh Pemberdayaan Psikologis terhadap Motivasi Kerja</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;">Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang (motivasi intrinsik) dan juga berasal dari luar (motivasi ekstrinsik). Pada teori dua faktor Herzberg dapat diketahui bahwa ternyata gaji yang tinggi, adanya fasilitas yang memadai maupun kondisi kerja yang baik (motivasi ekstrinsik) tidak sepenuhnya dapat meningkatkan motivasi karyawan. Tetapi Herzberg, hanya pekerjaan yang menantang yang mempunyai suatu kesempatan untuk menunjukkan prestasi, tanggung jawab, kemajuan, dan pertumbuhan yang akan memotivasi seseorang. Dapat dikatakan bahwa sebenarnya hal motif yang sebenarnya yang dapat meningkatkan motivasi seseorang adalah perasaan tanggung jawab, pencapaian, prestasi (motivasi intrinsik). Pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan motivasi intrinsik yang mana melibatkan kondisi umum dari seorang individu, berkaitan langsung dengan tugas, yang dapat menciptakan motivasi dan kepuasan. Terdapat 4 dimensi utama yang membentuk pemberdayaan yaitu meaning, perceived impact, competence, dan selfdetermination. Apabila seseorang menganggap pekerjaannya mempunyai nilai yang penting (meaning) bagi dirinya, maka motivasi untuk bekerja akan meningkat. Dengan semakin besar pengaruh (impact) yang dapat diberikan oleh seseorang pada pekerjaannya maka perannya untuk pekerjaan besar dan motivasi intrisik akan meningkat dengan semakin besar tanggung jawab yang dipegangnya. Sedangkan kompetensi (competence) seseorang meningkat maka akan secara mudah mencapai prestasi dan pencapaian yang diinginkan. Pada akhirnya dengan adanya kebebasan untuk menentukan sikap terhadap pekerjaannya (self-determination), akan menyebabkan seseorang merasa bebas untuk menentukan langkah yang akan diambil untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Seseorang akan merasa lebih tertantang untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut sendiri tanpa campur tangan</div><div style="text-align: justify;">seseorang. Berdasarkan penelitian terdahulu (Drake dkk. 2007) bahwa terdapat hubungan antara pemberdayaan psikologis dengan motivasi. Dengan memberdayakan karyawan, sama halnya dengan memberikan pekerjaan yang lebih menantang yang memiliki kesempatan untuk lebih menunjukkan prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan, dan pertumbuhan yang dapat meningkatkan memotivasi intrinsic karyawan. Dalam konsep balance scorecard juga dijelaskan adanya hubungan pemberdayaan dan motivasi. Drake dkk, 2007menyatakan bahwa adanya pemberdayaan akan mampu meningkatkan motivasi, pembelajaran dan juga perkembangan karyawan. Pemberdayaan merupakan bagian dari perspektif keempat dalam balance scorecard yaitu perspektif pembelajaran dan perkembangan (learning and growth perspective).</div><div><br />
</div><div><b>Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan</b></div><div><br />
</div><div>Kinerja karyawan dapat ditingkatkan dengan berbagai macam cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan motivasi kerja pada karyawan tersebut. Peningkatan motivasi intrinsik merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Kekuatan yang berupa keinginan maupun harapan tersebut yang pada akhirnya menuntun seseorang untuk berkinerja secara maksimal. Beberapa faktor internal yang dapat membentuk motivasi tersebut antara lain adanya pencapaian, pemberian tanggung jawab, dan adanya kesempatan untuk berkembang. Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Herzberg. Pada teori 2 faktor Herzberg menyatakan bahwa seseorang kan mempunyai kinerja yang baik apabila faktor-faktor motivasi (motivational factor) terdapat dalam pekerjaan. Faktor motivasi tersebut antara lain dorongan untuk berprestasi, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, dan kepuasan kerja Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang membentuk motivasi intrinsik.</div><div><br />
</div><div><b>Metodologi Penelitian</b></div><div><br />
</div><div><i>Populasi dan Sampel</i></div><div><br />
</div><div>Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan non manajerial pada perusahaan negeri sipil di kota Semarang. Karyawan nonmanajerial adalah karyawan karyawan yang mempunyai tugas yang terstruktur, kerja rutin dibandingkan karyawan pada level manajer. Karyawan pada level ini biasanya terlibat secara langsung dengan pengolahan data, customer service, dan proses manufaktur. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling. Berikut ini kriteria pengambilan sampel yaitu :</div><div><br />
</div><div>Setiap instansi pemerintah akan diberi 10 kuesioner yang akan dibagikan kepada karyawan pada level nonmanajerial. Pemberian 10 kuesioner dikarenakan pada perusahaan jumlah total karyawan pada level nonmanajerial antara 20–30 orang.</div><div><br />
</div><div>Penentuan jumlah sampel didasarkan pada ukuran sampel yang disyaratkan dengan analisis data menggunakan Model Persamaan Struktural (SEM). Menurut Ghozali (2008) jumlah sampel yang diperlukan dalam estimasi likelihood dengan SEM berkisar 100 sampai 200 sampel.</div><div><br />
</div><div><i>Jenis dan Sumber Data</i></div><div><br />
</div><div>Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer. Penelitian ini berkaitan dengan persepsi karyawan, maka sebagai data utama yang diperlukan adalah data primer. Sumber data primer pada penelitian ini diperoleh langsung dari para responden karyawan di pegawai negeri sipil di Semarang</div><div><br />
</div><div><b>Metode Pengumpulan Data</b></div><div><br />
</div><div>Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data primer yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan atau kuesioner. </div><div><br />
</div><div><i>Uji Hipotesis</i></div><div><br />
</div><div><div>Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model persamaan struktural (structural equation modelling) atau dikenal dengan SEM dengan program AMOS versi 16.0. Analisis SEM merupakan gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor (factor analysis) yang dikembangkan di ilmu psikologi dan psikometri serta model persamaan simultan (simultaneous equation modeling) yang dikembangkan di ekonometrika (Ghozali, 2008). Alasan penggunaan alat analisis ini adalah adanya beberapa hubungan yang kompleks dari beberapa variabel yang akan diuji dalam penelitian ini. Pemodelan melalui SEM memungkinkan seorang peneliti dapat menjawab penelitian yang bersifat regresif maupun dimensional (yaitu mengukur apa dimensi-dimensi dari suatu konsep) (Ferdinand, 2005). Penggunaan SEM dengan program AMOS versi 16.0 mengkombinasikan beberapa teknik yang menyertakan analisis faktor, analisis path (jalur) dan analisis regresi. Pada penelitian ini menggunakan dua macam analisis, yaitu :</div></div><div><br />
</div><div><i>Analisis Faktor Konfirmatori</i></div><div><br />
</div><div>Analisis ini pada Structural Equation Model (SEM) digunakan untuk mengkonfirmasi faktor-faktor yang paling dominan dalam satu kelompok variabel. Pada penelitian ini analisis faktor konfirmatori digunakan untuk uji indikator yang membentuk faktor umpan balik, sistem penghargaan (system reward), pemberdayaan, motivasi dan kinerja karyawan.</div><div><br />
</div><div><i>Regression Weight</i></div><div><br />
</div><div>digunakan untuk meneliti seberapa besar pengaruh variabelvariabel dalam penelitian. Dalam penelitian akan diuji hubungan umpan balik dan sistem penghargaan (sistem reward) terhadap pemberdayaan. Lalu hubungan pemberdayaan, motivasi dan juga kinerja karyawan. sebuah pemodelan yang lengkap pada dasarnya terdiri dari measurement model dan structural model. Measurement model atau model pengukuran ditujukan untuk mengkonfirmasi variabel-variabel yang dikembangkan pada sebuah faktor. Sedangkan structural model adalah model mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas.</div><div><br />
</div><div><b>Hasil dan Pembahasan</b></div><div><br />
</div><div><i>Pemberdayaan Berpengaruh Positif Terhadap Motivasi</i></div><div><br />
</div><div>Pemberdayaan berpengaruh positif pada motivasi mengindikasikan bahwa dengan memperkuat pemberdayaan pada karyawan akan mampu meningkatkan motivasi karyawan dalam hal ini lebih pada motivasi intrinsik karyawan. Pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan motivasi intrinsik yang mana melibatkan kondisi umum dari seorang individu, berkaitanlangsung dengan tugas, yang dapat menciptakan motivasi dan kepuasan. Pentingnya pemberdayaan sangat ditekankan dalam teori dua factor Herzberg. Pada teori Herzberg, diketahui bahwa gaji yang tinggi, adanya fasilitas yang memadai maupun kondisi kerja yang baik (motivasi ekstrinsik) tidak sepenuhnya dapat meningkatkan motivasi karyawan. Tetapi Herzberg, hanya pekerjaan yang menantang yang mempunyai suatu kesempatan untuk menunjukkan prestasi, tanggung jawab, kemajuan, dan pertumbuhan yang akan memotivasi seseorang. Pemberdayaan merupakan bentuk faktor motivator yang ada pada teori Herzberg. Dengan memberdayakan karyawan, sama halnya dengan memberikan pekerjaan yang lebih menantang yang memiliki kesempatan untuk lebih menunjukkan prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan, dan pertumbuhan yang dapat meningkatkan memotivasi intrinsic karyawan. Dalam konsep balance scorecard juga dijelaskan adanya hubungan pemberdayaan dan motivasi. (Drake dkk, 2007) menyatakan bahwa adanya pemberdayaan akan mampu meningkatkan motivasi, pembelajaran dan juga perkembangan karyawan. Pemberdayaan merupakan bagian dari perspektif keempat dalam balance scorecard yaitu perspektif pembelajaran dan perkembangan (learning and growth perspective). Berdasarkan hasil uji hipotesis jika kedua variabel di uji pengaruhnya dengan menggunakan AMOS 16.0, maka akan menghasilkan pengaruh yang positif dan signifikan pada 0,05 sehingga penelitian menerima hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan bahwa pemberdayaan berpengaruh positif terhadap motivasi.</div><div><br />
</div><div><i>Motivasi Berpengaruh Positif Terhadap Kinerja Karyawan</i></div><div><br />
</div><div>Motivasi (motivasi intrinsik) berpengaruh positif pada kinerja karyawan mengindikasikan bahwa untuk adanya motivasi yang bersumber dari dalam diri karyawan mampu meningkatkan kinerja. Motivasi intrinsik sendiri terbentuk karena adanya berbagai keinginan dan harapan yang ada di dalam diri personal seseorang . Kekuatan yang berupa keinginan maupun harapan tersebut yang pada akhirnya menuntun seseorang untuk berkinerja secara maksimal. Beberapa faktor internal yang dapat membentuk motivasi tersebut antara lain adanya pencapaian, pemberian tanggung jawab, dan adanya kesempatan untuk berkembang. Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Herzberg. Pada teori 2 faktor Herzberg menyatakan bahwa seseorang kan mempunyai kinerja yang baik apabila faktor-faktor motivasi (motivational factor) terdapat dalam pekerjaan. Faktor motivasi tersebut antara lain dorongan untuk berprestasi, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, dan kepuasan kerja . Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang membentuk motivasi intrinsik. Berdasarkan hasil uji hipotesis jika kedua variabel di uji pengaruhnya dengan menggunakan AMOS 16.0, maka akan menghasilkan pengaruh yang positif dan signifikan pada 0,05 sehingga penelitian menerima hipotesis alternatif (H2) yang menyatakan bahwa motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.</div><div><br />
</div><div><b>Kesimpulan dan Saran</b></div><div><br />
</div><div><i>Kesimpulan</i></div><div><ol><li>Pemberdayaan terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi, dalam hal ini motivasi intrinsik pada karyawan level non manajerial. Pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan motivasi intrinsik yang mana melibatkan kondisi umum dari seorang individu, berkaitan langsung dengan tugas, yang dapat menciptakan motivasi dan kepuasan. Pada teori Herzberg menyatakan bahwa hanya pekerjaan yang menantang yang mempunyai suatu kesempatan untuk menunjukkan prestasi, tanggung jawab, kemajuan, dan pertumbuhan yang akan memotivasi seseorang. Pemberdayaan merupakan bentuk faktor motivator yang ada pada teori Herzberg. Dengan memberdayakan karyawan, sama halnya dengan memberikan pekerjaan yang lebih menantang yang memiliki kesempatan untuk lebih menunjukkan prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan, dan pertumbuhan yang dapat meningkatkan memotivasi intrinsik karyawan. Pada balance scorecard dijelaskan adanya hubungan pemberdayaan dan motivasi. Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Thomas dan Velthouse (dikutip oleh Spritzer 1995) dan penelitian Drake dkk. (2007).</li>
<li>Motivasi intrinsik terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pada karyawan level non manajerial. Pada teori 2 faktor Herzberg menyatakan bahwa seseorang kan mempunyai kinerja yang baik apabila faktor-faktor motivasi (motivational factor) terdapat dalam pekerjaan. Faktor motivasi tersebut antara lain dorongan untuk berprestasi, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, dan kepuasan kerja (Mangkunegara dikutip oleh Juliani, 2007). Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang membentuk motivasi intrinsik. Hal ini konsisten dengan penelitian Drake dkk. (2007).</li>
</ol><div><i>Saran</i></div></div><div><ol><li>Rekomendasi untuk penelitian yang mendatang adalah untuk memperbesar jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian. Selain itu, populasi responden penelitian diperluas. </li>
<li>Model penelitian juga diperluas dengan menambahkan variabel yang mempengaruhi pemberdayaan seperti self-esteem dan juga locus of control sebagai variabel antesenden. Kedua variabel tersebut juga sebenarnya juga berpengaruh pada variabel pemberdayaan. Dalam penelitian ini tidak dimasukkan karena fokus penelitian hanya pada factor lingkungan kerja yaitu sistem umpan balik dan sistem penghargaan. Untuk variabel konsekuensi dari pemberdayaan dapat ditambahkan yaitu komitmen organisasi dan kepuasan kerja. Dengan adanya pemberdayaan akan membuat karyawan semakin merasakan kepuasan dalam bekerja dan komitmen dalam berorganisasi lebih meningkat.</li>
<li>Dalam penelitian ini konstruk pemberdayaan merupakan satu kesatuan. Akan lebih baik apabila setiap dimensi dalam pemberdayaan yaitu meaning, impact, compentence, dan self-determination diuji satu per satu dengan variabel antesenden ataupun variabel konsekuensinya. Hal tersebut akan menambah jelas hasil penelitian tentang pemberdayaan karyawan. Akan diketahui seberapa besar kontribusi tiap-tiap dimensi pemberdayaan yang sebenarnya berpengaruh atau dipengaruhi oleh masing-masing variabel antesenden atau variabel konsekuensinya</li>
</ol><div><div><b>Daftar Pustaka</b></div><div><ul><li>Babakus, Emin, David W Cravens, Mark Johnston dan Wiliam C Moncrief, (2006), “Examining The Role of Organizational Variables in The Salesperson Job Satisfaction Model,” Journal Of Personal Selling & Sales Management Journal, Vol.XVI, No.3</li>
<li>Drake et al. (2007) menemukan bahwa aktivitas yang inovatif ... Cahyono, Dwi dkk. 2007. “Pengaruh Moderasi Sistem Pengendalian Manajemen dan ... Kejelasan Peran, Pemberdayaan Psikologis, dan Kinerja Manajerial”.</li>
<li>Dessler, Gary, 2006, Manajemen Personalia: Teknik dan Konsep Modern,Terjemahan, Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta</li>
<li>Ferdinand, Augusty T. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Edisi II. Semarang: Bp Undip</li>
<li>Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BP Undip</li>
<li>Gujarati, Damodar N, 1995, Basic Econometrics. Singapore: Mc Graw Hill, Inc.</li>
<li>Hadi Sutrisno, 2004, Metodologi Resesarch, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM</li>
<li>Hair, J.F.,Jr.,R.E. Anderson, R.L., Tatham & W.C. Black, (1995), Multivariate Data Analysis With Readings, Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.</li>
<li>Husein Umar, 2009, Riset Manajemen Strategik, PT. Gramedia Pustaka Utama. </li>
<li>Kotler, Philip, 2006, Manajemen Pemasaran, Penerbit Erlangga</li>
<li>Rahman, Syaiful dkk. 2007. ”Pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja terhadap Kejelasan Peran, Pemberdayaan Psikologis, dan Kinerja Manajerial”. Kumpulan Makalah Simposium Nasional Akuntansi X di Makasar</li>
<li>Stup, Holden, and Hyde identified competencies in different management areas ..... Journal of. Agribusiness 23 (Spring 2005):75-91</li>
<li>Ramayah, T danAizzat Mohd. Nasurdin, (2003), “Job Satisfaction and Organizational Commitment: Differential Effects Ror Men and Women,” Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol.5,No.1, Januari 2002, Hal. 75-90.</li>
</ul></div></div></div></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-24720823663198992752011-01-01T06:40:00.000-08:002012-08-02T07:15:05.256-07:00Strategi Teknologi Informasi Pada Perusahaan<i>Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)</i><br />
<i>Volume 2 No. 1, 1 Januari 2011 Hal 1-13</i><br />
<br />
<div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Mariana Kristiyanti</div><div style="text-align: center;">Fakultas Ilmu Komputer, Universitas AKI</div><div><br />
</div><div><i>Abstract</i></div><div><br />
</div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;"><i>For modern company, only having business strategy is not enough to face competition these days. Business strategy applied in document or blue print of Business Plan must be provided by information technology strategy or IT Strategy. The aim is to use maximally the application of information technology as the main component of company’s information system ( the system consists of components processing data and sending information of the result of data processing to related organizational functions).</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Key words : Information Technology, technology Strategy Information Technology, Strategy Company.</i></div><div><br />
</div><div><b>Pendahuluan</b></div><div><br />
</div><div>Teknologi Informasi saat ini berperan penting dalam bisnis dan Organisasi. Melalui Teknologi Informasi, perusahaan dapat memperoleh keunggulan strategi dalam persaingan antar para pelaku bisnis yang ketat saat ini. Agar hal ini dapat dicapai, diperlukan suatu perencanaan strategi di bidang Teknologi Informasi. Melalui perencanaan strategi yang bersifat dinamis dan fleksibel, sebuah perusahaan dapat melihat secara objektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga dapat mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis dan mampu bertahan pada persaingan bisnis dan mampu bertahan pada persaingan bisnis yang semakin ketat.</div><div><br />
</div><div>Kendala yang dihadapi oleh perusahaan pada masa sekarang ini adalah system informasi yang berjalan pada saat ini, belum dapat menghubungkan antara divisi yang satu dengan divisi yang lain, sehingga menyebabkan informasi yang dihasilkan tidak dapat terintegrasi dengan baik dan sering terjadi duplikasi data yang menyebabkan ketidak-akuratan informasi. Hal ini menghambat keputusan para eksekutifnya, terutama pada waktu merumuskan perencanaan yang berhubungan dengan pengembangan perusahaan dimasa yang akan datang. Atas dasar hal ini maka diperlukan suatu terobosan untuk mengembangkan sebuah Strategi Teknologi Informasi pada sebuah perusahaan.</div><div><br />
</div><div>Menurut Wheelen dan Hunger (2004), strategi dari sebuah perusahaan merupakan perencanaan utama yang menyeluruh yang merumuskan bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi yang tepat akan mampu memaksimalkan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Strategi adalah pola perencanaan yang menyeluruh meliputi serangkaian usaha dan pemberdayaan sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Robson (1997), Perencanaan Strategi Informasi adalah suatu proses untuk memformulasikan strategi informasi bagi suatu perusahaan yang meliputi perumusan kegunaan dari system informasi dan pengelolaannya. Keseluruhan proses perencanaan ini akan mendefinisikan dengan jelas apa yang harus dicapai system dan batasan-batasan yang dimiliki oleh system yang dihasilkan.</div><div><br />
</div><div>Penekanan utama dari Strategi Informasi adalah bagaimana menggunakan Teknologi secara tepat untuk membantu perusahaan agar dapat meningkatkan keuntungan, mendorong pertumbuhan perusahaan dan memenangkan persaingan dengan para pesaingnya tanpa melupakan etika bisnis. Pengertian Teknologi menurut Fred. R. David (2004) adalah suatu penemuan secara revolusioner yang mengakibatkan perkembangan sehingga membantu manusia dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Menurut Henry C. Lukas, Jr (2000), Teknologi Informasi digunakan untuk semua bentuk teknologi yang dipakai untuk pemrosesan, penyimpanan, dan pengiriman informasi dalam bentuk elektronik. </div><div><br />
</div><div><b>Pentingnya Strategi Perusahaan</b></div><div><br />
</div><div>Menurut Ward (2002), strategi bisnis ialah sekumpulan tindakan terintegrasi yang bertujuan untuk mencapai tujuan jangka panjang dan kekuatan perusahaan untuk menghadapi competitor. Berikut ini adalah beberapa hal yang membuat strategi itu penting untuk perusahaan :</div><div><ol><li>Karena sumber daya yang dimiliki perusahaan sangat terbatas, sehingga harus digunakan seoptimal mungkin.</li>
<li>Untuk meningkatkan daya saing atau kinerja perusahaan, karena para kompetitor memiliki sumber daya teknologi yang sama.</li>
<li>Untuk memastikan bahwa asset teknologi informasi dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan profitabilitas perusahaan, baik berupa peningkatan pendapatan atau revenue maupun pengurangan biaya-biaya atau costs.</li>
<li>Untuk mencegah terjadinya kelebihan investasi (over investment) atau kekurangan investasi (under investment) di bidang teknologi informasi.</li>
<li>Untuk menjamin bahwa teknologi informasi yang direncanakan dan dikembangkan benar-benar menjawab kebutuhan bisnis perusahaan akan informasi.</li>
</ol><div>Hal-hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan untuk menghasilkan sebuah Strategi Teknologi informasi yang baik adalah :</div></div><div><ol><li>Sistem Informasi, merupakan definisi secara jelas dan terperinci sehubungan dengan jenis-jenis informasi apa saja yang dibutuhkan oleh perusahaan dan hal-hal yang berkaitan dengannya (kecepatan proses pengolahan data menjadi informasi, tingkatan detil informasi, cara menampilkan informasi, volume dan transaksi informasi, penangung jawab informasi, dan lain sebagainya).</li>
<li>Teknologi Informasi, meliputi komponen-komponen perangkat keras (komputer, infrastruktur, alat komunikasi, dll) dan perangkat lunak (aplikasi, sistem operasi, database, dll) yang harus tersedia untuk menghasilkan sistem informasi yang telah didefinisikan.</li>
<li>Manajemen Informasi, menyangkut perangkat manusia (brainware) yang akan mengimplementasikan sistem informasi yang dibangun dan mengembangkan teknologi informasi sejalan dengan perkembangan perusahaan di masa mendatang.</li>
</ol><div>Untuk setiap domain atau hal pokok di atas, akan dianalisa dan diusulkan beberapa skenario atau pilihan (options), dimana setiap skenario memiliki variabelnya masing-masing seperti biaya (costs), manfaat (benefits), resiko (risks), dampak (impacts), tingkat kesulitan (complexity), hambatan (constraints), dan hal-hal terkait lainnya. Beberapa skenario ini kemudian diajukan dalam rapat para pimpinan manajemen untuk dibahas secara mendetail dengan tujuan tunggal untuk memilih skenario terbaik. Jika pembuatan Strategy Teknologi Informasi melibatkan banyak pihak ada baiknya dimintakan pendapat obyektif mereka (rekomendasi). Setelah skenario terbaik berhasil ditentukan, maka langkah terakhir adalah membuat rencana implementasi yang didasarkan pada manajemen proyek (project management).</div></div><div><br />
</div><div>Melihat bahwa akan terjadi pengembangan beberapa modul sistem, maka harus dibedakan proyek-proyek jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang yang ditentukan melalui analisa nilai kepentingan atau skala prioritas. Jadwal pengembangan proyek inilah yang akan menjadi pegangan dalam setiap pengembangan teknologi informasi di perusahaan.</div><div><br />
</div><div>Untuk menghasilkan output yang berkualitas dengan karakteristik di atas, berbagai hal harus dilakukan, menyangkut masukan (input) yang dibutuhkan oleh tim penyusun Strategy Teknologi Informasi dan proses analisa yang harus dilakukan. Setidak-tidaknya harus ada lima input utama sebagai langkah awal penyusunan Strategy Teknologi Informasi :</div><div><ol><li>Business Strategy.</li>
<li>Business Trends.</li>
<li>Competitor Analysis</li>
<li>IT Trends</li>
<li>Existing IT</li>
</ol><div><b><i>Business Strategy</i></b> merupakan dokumen yang harus dijadikan landasan berpijak utama dalam pembuatan IT Strategy karena dalam dokumen tersebut disebutkan visi dan misi perusahaan beserta target kinerja masing-masing fungsi pada struktur organisasi. Di dalam dokumen ini pula ditegaskan peranan teknologi informasi yang sesuai dengan strategi perusahaan (ingat bahwa untuk setiap perusahaan sejenis, posisi teknologi informasi dapat berbeda), sehingga filosofi yang digunakan dalam pengembangan IT Strategy harus sesuai dengannya.</div></div><div><br />
</div><div><b><i>Business Trends</i></b> adalah segala hal yang berhubungan dengan kecenderungan pola-pola bisnis yang akan terjadi di masa mendatang sehubungan di sebuah industri tertentu.</div><div><ul><li>Contohnya dalam industri keuangan seperti bank, asuransi, dan sekuritas. Ada kecenderungan bahwa di masa depan, ketiga entiti bisnis yang biasa terpisah ini akan bergabung menjadi sebuah perusahaan keuangan multi fungsi di mana produk-produk dan jasa pelayanan yang diberikan dapat beragam.</li>
<li>Contoh lain adalah di industri pariwisata yang melibatkan perusahaan-perusahaan transportasi (darat, laut, dan udara), hotel, lokasi wisata, taman-taman hiburan dan lain sebagainya. Saat ini, masing-masing perusahaan berada dalam jalur bisnisnya sendiri-sendiri, tetapi dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan fenomena pembentukan rekanan strategis (strategic alliances) antar beberapa perusahaan, kecenderungannya di masa depan akan terbentuk sebuah tipe perusahaan pelayanan yang memadukan servis-servis yang biasa dilakukan perusahaan-perusahaan dalam industri pariwisata tersebut.</li>
</ul><div>Hal-hal seperti di atas perlu dicermati dan dipelajari untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dalam jangka pendek, menengah, atau panjang yang dapat mempengaruhi infrastruktur teknologi informasi yang ada (karena adanya perubahan orientasi bisnis).</div></div><div><br />
</div><div><b><i>Competitor Analysis</i></b> merupakan suatu aktivitas yang harus dilakukan mengingat bahwa pada dasarnya strategi itu dibuat karena adanya pesaing. Tujuan dari dikembangkannya teknologi informasi adalah untuk meningkatkan kinerja perusahaan sehingga dapat menghasilkan produk atau jasa yang cheaper, better, dan faster dibandingkan dengan produk atau jasa yang dihasilkan kompetitor. Sehingga jelas bahwa tujuan diadakannya analisa terhadap para pesaing bisnis adalah untuk melihat seberapa murah, seberapa baik, dan seberapa cepat produk dan jasa yang ditawarkan perusahaan lain sehingga hal tersebut dapat menjadi patokan target perusahaan.</div><div><br />
</div><div>Tujuan dipelajarinya <b><i>IT Trend</i></b> adalah agar tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan teknologi yang diterapkan dan dikembangkan di perusahaan. Tidak semua produk-produk teknologi informasi tergolong baik. Dari sekian banyak produk yang ditawarkan, lebih banyak yang gagal bertahan di pasaran daripada yang berhasil.</div><div><br />
</div><div>Perusahaan harus dapat melakukan pemilahan terhadap teknologi mana saja yang masih dalam tahap percobaan atau perkenalan (infancy/emerging), perkembangan (growth), stabil (mature), dan mulai ditinggalkan (facing out). Dan dari sekian banyak produk, mana pula yang kira-kira akan menjadi standar di masa mendatang. Di samping untuk tujuan tersebut di atas, melihat trend dalam perkembangan teknologi informasi berarti mempelajari kesempatan-kesempatan (opportunities) baru yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan di masa mendatang, baik dalam peningkatan revenue, penurunan costs, atau kemungkinan dikembangkannya bisnis baru.</div><div><br />
</div><div>Hal terakhir yang harus dipelajari adalah konfigurasi dan spesifikasi dari teknologi informasi yang dimiliki perusahaan saat ini (<b><i>Existing IT</i></b>). Alasan utamanya adalah karena pada hakekatnya pengembangan teknologi informasi di masa mendatang dibangun di atas infrastruktur yang dimiliki saat ini (baseline), bukan membuat sesuatu yang sama sekali baru (paling tidak jika diputuskan untuk sama sekali tidak menggunakan infrastruktur yang ada sekarang, tetap saja diperlukan strategi untuk facing out).</div><div><br />
</div><div>Setelah mengetahui output dan input yang dibutuhkan, tahap selanjutnya adalah aspek-aspek yang harus dipelajari dan dianalisa sebagai dasar pijakan pembuatan rekomendasi stretegi yang cocok diterapkan. Ada dua aspek utama yang harus dicermati: aspek internal dan aspek eksternal.</div><div><br />
</div><div><i>Di dalam aspek internal, ada empat hal utama yang harus dianalisa:</i></div><div><ol><li>Struktur Organisasi, mempelajari fungsi-fungsi apa saja yang ada dalam organisasi dan bagaimana hubungan keterkaitan antara fungsi-fungsi tersebut;</li>
<li>Proses dan Prosedur, mempelajari bagaimana proses dan prosedur penciptaan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan secara mendetail;</li>
<li>SDM dan Budaya Perusahaan, mempelajari karakteristik manusia sebagai implementor sistem yang diterapkan perusahaan, terutama hal-hal yang melatarbelakangi terbentuknya budaya perusahaan; dan</li>
<li>Sumber Daya dan Infrastruktur Perusahaan, mempelajari sumber daya-sumber daya yang dimiliki perusahaan seperti asset, keuangan, manusia, informasi, waktu, dan lain sebagainya.</li>
</ol><div>Mempelajari faktor-faktor internal ini sangat perlu dilakukan karena pada kenyataannya setiap perusahaan memiliki keunikan tersendiri, yang membedakannya dengan perusahaan lain. Harap diperhatikan bahwa pada dasarnya strategi adalah bagaimana meutilisasikan sumber daya-sumber daya yang dimiliki perusahaan sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atau jasa sesuai dengan target yang diinginkan. </div></div><div><br />
</div><div><i>Di dalam aspek eksternal, ada dua faktor yang harus dipelajari :</i></div><div><ol><li>Produk dan Jasa (Pelayanan), yang merupakan alasan mengapa sebuah perusahaan didirikan, karena dari penjualan produk dan jasa inilah pendapatan diperoleh untuk mendapatkan profit atau keuntungan.</li>
<li>Pasar dan Pelanggan, yang merupakan kumpulan dari para calon pembeli produk atau jasa yang ditawarkan tersebut di atas.</li>
</ol><div>Aspek eksternal ini pun mutlak dipelajari karena tanpa ada produk dan jasa yang laku dijual di pasaran, perusahaan akan merugi dan jatuh bangkrut. Di pihak lain, banyak sekali hal yang telah terbukti bahwa keterlibatan teknologi informasi memungkinkan terciptanya produk-produk atau jasa-jasa baru yang dapat ditawarkan perusahaan atau memperbaiki produk atau jasa yang sudah ada. Tidak tertutup ada kemungkinan bahwa teknologi informasi dapat mempengaruhi pasar dan pelanggan.</div></div><div><br />
</div><div><b>Aspek Eksternal dan Internal dalam penyusunan Strategi Teknologi Informasi </b></div><div><br />
</div><div>Kalau diamati lebih jauh, hanya komponen-komponen yang berada di dalam aspek internal saja yang dapat dikontrol oleh perusahaan karena semuanya merupakan milik perusahaan. Sementara di lain pihak, komponen-komponen pada aspek eksternal berada di luar kendali perusahaan, sehingga perusahaan hanya dapat bertindak secara pasif dan adaptif (dengan asumsi bahwa tidak ada praktek monopoli). Namun dilemanya, justru aspek eksternal-lah yang belakangan ini menjadi sedemikian kuatnya, sehingga merupakan sumber mati hidupnya perusahaan. Sehingga, harus diperlukan strategi khusus untuk dapat mengantisipasi setiap pergerakan dinamis yang mungkin terjadi pada komponen-komponen eksternal.</div><div><br />
</div><div>Hal kedua yang patut dipelajari adalah bahwa perubahan pada komponen luar akan merubah komponen-komponen internal baik secara langsung maupun tidak langsung, karena sebagai komponen internal, teknologi informasi harus mampu mengantisipasi perubahan tersebut.</div><div><br />
</div><div>Pada akhirnya semua strategi yang ada harus diimplementasikan, bukan hanya dijadikan sekedar mimpi yang dapat terwujud dapat juga tidak. Untuk keperluan ini, harus ditunjuk seseorang yang bertanggung jawab atas implementasi semua rencana tersebut. Untuk perusahaan besar, biasanya akan ditunjuk seorang CIO (Chief Information Officer). Selanjutnya CIO ini akan memilih orang-orang terbaik sebagai anggota team pengembangan teknologi informasi.</div><div><br />
</div><div>Sebelum team ini bekerja berdasarkan cetak biru yang telah dibuat, terlebih dahulu, CIO harus menjelaskan visi dan misi team tersebut, beserta target-target dan ukuran kinerja (performance) yang ingin dicapai. Selanjutnya CIO tersebut akan mengundang para manajer menghadiri suatu sesi dimana CIO akan mempresentasikan rencana-rencananya untuk memperoleh dukungan. Terhitung mulai saat itu, dimulailah perjalanan implementasi teknologi informasi di perusahaan.</div><div><br />
</div><div>Di era modern yang serba dinamis ini, organisasi seperti perusahaan berusaha untuk selalu berubah dari waktu ke waktu. Semboyan “today has to be better than yesterday” berusaha untuk ditanamkan ke seluruh jajaran manajemen dan karyawan.</div><div><br />
</div><div>Sistem informasi sebagai salah satu komponen utama perusahaan modern juga tidak lepas dari tuntutan untuk selalu memperbaiki kinerjanya. Perkembangan teknologi informasi yang kecepatannya eksponensial saat ini memberikan dampak yang cukup besar bagi perusahaan yang ingin selalu beradaptasi dengan teknologi terbaru.</div><div><br />
</div><div>Ada satu masalah yang kerap diperdebatkan antara praktisi teknologi informasi dan manajemen: perubahan semacam apakah yang cocok diterapkan di perusahaan? Di lihat dari kacamata manajemen organisasi, perubahan secara evolusioner (perlahan-lahan) yang cenderung dipilih, berlawanan dengan pendekatan perubahan revolusioner yang cocok diterapkan jika ingin selalu memanfaatkan teknologi informasi terbaru.</div><div><br />
</div><div>Para pakar teknologi informasi dari Sloan School of Management di Massachusetts Institute of Technology (MIT) memberikan suatu kerangka landasan yang dinamakan sebagai “MIT ’90 Five Layer Model” untuk membantu manajemen perusahaan dalam mencermati permasalahan ini (Scott-Morton, 1991). Dalam menganalisa permasalahan ini, mereka mencoba melihat dari dua buah sisi: besarnya manfaat atau benefit yang akan didapatkan perusahaan, dan tingkat perubahan manajemen internal perusahaan yang harus dijalani (business transformation). </div><div><br />
</div><div>Jenis perubahan pertama disebut sebagai “localised exploitation” karena wilayah perubahan hanya terjadi di sebuah fungsi atau departemen di dalam organisasi. Katakanlah Divisi SDM ingin menerapkan Sistem Aplikasi Personalia sebagai pengganti sistem manual yang saat ini dipergunakan. Otomatis proses dan prosedur baru sehubungan dengan diimplementasikannya aplikasi ini hanya diperuntukkan bagi para karyawan di Divisi SDM tersebut. Dampaknya pun secara langsung hanya akan dinikmati oleh divisi yang bersangkutan, tidak secara signifikan berpengaruh ke seluruh fungsi-fungsi yang ada di perusahaan. Dari segi resiko, perubahan ini dapat secara “aman” dilakukan karena ruang lingkupnya yang terbatas.</div><div><br />
</div><div>Jenis perubahan kedua yang dikenal dengan istilah “internal integration” merupakan perubahan yang terjadi, dimana tujuan utama adalah untuk melakukan integrasi antar fungsi-fungsi atau departemen departemen yang ada dalam perusahaan. Dalam teori organisasi modern, perusahaan yang ingin berkembang saat ini harus merubah filosofi cara memandang aktivitas internal perusahaan, dari yang berbasis hirarki (atau fungsional) untuk keperluan manajemen internal, menjadi berbasis proses yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Contohnya adalah penerapan Sistem Informasi Lembur Karyawan yang secara langsung akan berdampak pada paling tidak tiga direktorat perusahaan, yaitu Direktorat Sumber Daya Manusia, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Operasi. Seorang karyawan yang lembur kerja di daerah pertambangan, harus memperoleh ijin kerja lembur dari supervisornya (Direktorat Operasi), dimana besarnya uang lembur dan jumlah jam lembur akan ditentukan dan dikelola oleh manajer personalia (Direktorat SDM), dengan pembayaran uang lembur yang akan ditangani oleh staf bagian penggajian karyawan (Direktorat Keuangan). Secara langsung, pengenalan aplikasi baru ini akan merubah cara kerja beberapa direktorat sekaligus. Proses dan prosedur kerja secara efisien dan efektif akan tercapai jika ketiga direktorat di atas terintegrasi dengan baik. Untuk jenis perubahan “internal integration” ini, manfaat yang didapatkan akan lebih besar dibandingkan dengan “localised exploitation” karena sudah melibatkan beberapa fungsi dalam organisasi. Demikian pula dengan resiko yang dihadapi akan lebih besar, mengingat mengintegrasikan beberapa buah fungsi organisasi yang memiliki karakteristik dan obyektivitas berbeda bukanlah suatu hal yang mudah.</div><div><br />
</div><div>Jenis perubahan berikutnya yang sangat populer saat ini adalah “business process redesign” atau yang lebih dikenal dengan BPR atau “Business Process Reengineering”. Teori Michael Hammer dan James Champy, yang digabung dengan kerangka value chain Michael Porter, telah mengilhami perusahaan untuk mengadakan perubahan besar-besaran dan secara mendasar. Karena perusahaan akan melakukan transformasi besar-besaran di sini, maka resiko yang dihadapi juga sangatlah besar.</div><div><br />
</div><div>Tercatat dalam statistik terakhir bahwa 80% dari program BPR mengalami kegagalan. Namun seperti istilah “high risk high return” mengatakan, dari 20% perusahaan yang berhasil menjalani program BPR dengan sukses, manfaat atau benefit yang diperoleh pun tidak kepalang tanggung! Ada yang sanggup meningkatkan pendapatan-nya (revenue) hingga 100%, ada yang langsung menjadi market leader, ada yang frekuensi transaksi dan volume penjualannya meningkat sangat tajam, dan keberhasilan lainnya. Dilihat dari kacamata sistem informasi, aplikasi-aplikasi seperti ERP (Enterprise Resource Planning) dan Sistem Informasi Korporat lainnya merupakan salah satu komponen utama (change driver) yang memicu perusahaan untuk melakukan program BPR. Sebutlah aplikasi seperti SAP, BAAN, Oracle, PeopleSoft, yang merupakan perangkat lunak paling laku di pasaran. Perubahan mendasar yang dimaksud dalam BPR adalah tidak hanya membatasi diri pada pembagian fungsi atau proses di dalam perusahaan, tetapi lebih dari itu. Bahkan ada perusahaan yang harus mendefinisikan ulang bisnis yang akan digelutinya (visi dan misi usaha).</div><div><br />
</div><div>“Business Network Redesign” adalah suatu jenis perubahan yang mulai menjadi fenomena di abad globalisasi informasi saat ini. Perusahaan akan sukses di masa-masa ini jika menspesialisasikan diri pada suatu proses tertentu (fokus). Dalam proses penciptaan produk atau jasa yang ditawarkan, tentu saja banyak sekali rekanan bisnis (business partners) yang diajak untuk bekerja sama, baik secara langsung (sebagai supplier bahan mentah, pendistribusi produk, agen pemasaran, dsb.) maupun tidak langsung (pemasok alatalat kantor, kebutuhan sehari-hari karyawan, dsb.). Semangat “collaboration for competition” merupakan hal yang menjadi sangat umum saat ini dimana kunci keberhasilannya adalah terletak pada jaringan yang dimiliki suatu perusahaan dengan rekanan bisnisnya. Biasanya yang terjadi pada perubahan ini adalah masalah komunikasi antar rekanan bisnis.</div><div><br />
</div><div>Produk-produk teknologi informasi berbasis internet, intranet, dan ekstranet merupakan tulang punggung dalam jaringan kerja ini. Tentu saja derajat transformasi yang akan dialami perusahaan akan semakin besar, karena bisa dibayangkan tingkat kompleksitas penyusunan proses dan prosedur untuk beberapa perusahaan yang ingin bekerja dalam proses penciptaan produk-produk baru. Lepas dari resiko kegagalan yang cukup “tinggi”, keberhasilan menjalin jaringan bisnis secara efektif akan mendatangkan dampak positif yang signifikan untuk masing-masing perusahaan yang berkerja sama.</div><div><br />
</div><div>Jenis perubahan terakhir yang resikonya tertinggi namun dampak yang dihasilkan akan sangat besar adalah “business scope redefinition”. Singkatnya adalah perubahan ini disebabkan karena kemajuan teknologi informasi yang tercanggih (state-of-the-art) menawarkan kesempatan (opportunity) baru bagi perusahaan untuk menciptakan jenis-jenis produk atau pelayanan yang lain dari pada yang lain. Namun syarat utamanya adalah bahwa bisnis harus mengikuti teknologi informasi, bukan sebaliknya. Seorang praktisi manajemen mengatakan: “Mungkin baru di era ini seseorang dapat menjalankan bisnis atau usahanya tanpa harus memiliki asset seperti tanah, gedung, peralatan kantor, atau bahkan karyawan! Dengan berbekal seperangkat PC (personal computer) yang terkoneksi dengan jaringan internet, seorang individu sudah dapat menawarkan produknya ke sekian juta calon pelanggan di seluruh dunia…”. Sudah banyak perusahaan yang melakukan transformasi besar-besaran dengan menggunakan kerangka manajemen perubahan “business scope redefinition”. Bank internet pertama lahir di benua Eropa dimana bank yang bersangkutan “benar-benar” tidak memiliki gedung untuk menjalankan bisnisnya.</div><div><br />
</div><div>Tentu saja resikonya cukup besar, karena selain harus merubah cara berfikir (mindset) dalam melihat kesempatan bisnis di cyber space, perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat harus selalu dapat diantisipasi oleh perusahaan tersebut dengan cara mengadaptasikannya secepat mungkin. Kecenderungan yang terjadi adalah bahwa akan menjamurnya perusahaan yang mentransformasikan dirinya menjadi perusahaan pelayanan murni, dimana secara internal manajemen dan stafnya (dengan jumlah armada yang relatif sedikit) hanya akan berfungsi mengatur perjalanan produknya (flow of goods) dari satu tempat ke tempat lain, sampai ke tangan pelanggan.</div><div><br />
</div><div>Seperti terlihat pada grafik di atas, para pakar dari MIT mengusulkan pendekatan evolusi untuk dua jenis perubahan yang pertama, dan pendekatan revolusi untuk tiga manajemen perubahan terakhir. Namun tentu saja hal ini tidak mutlak untuk dilakukan, tetapi baik sebagai pertimbangan karena didasarkan pada pengalaman beberapa perusahaan. Kunci mengelola perubahan adalah terletak pada pola pikir (mindset) dari seluruh SDM perusahaan yang terlibat. Agak sulit, terutama bagi negara berkembang, untuk memahami pola pikir manajemen perubahan seperti BPR yang sangat populer di negara-negara maju. Faktor utamanya adalah kesiapan SDM dalam menghadapi perubahan drastis tersebut. Tidaklah aneh jika fenomena yang terjadi di negara berkembang cenderung pada perubahan yang bersifat evolusioner sebagai konsekuensi masuknya teknologi informasi sebagai salah satu komponen penting abad ini. Dan tentu saja, kemauan dan kesediaan untuk berubah (“willingness to change and to act”) merupakan kunci lainnya di samping pola pikir baru yang harus mulai ditanamkan di kepala para generasi muda penerus. Mengapa generasi muda? Karena banyak para pengambil keputusan saat ini (terutama di negara berkembang) tidak mau aktif dalam mempelajari kemajuan teknologi. Bagi mereka sistem informasi tidak ada bedanya dengan teknologi informasi yang mereka setarakan dengan pengertian komputer, alat untuk mengetik dan membuat laporan.</div><div><br />
</div><div><b>Kesimpulan</b></div><div><br />
</div><div>Dengan menggunakan Strategi Teknologi Informasi, pihak perusahaan dapat mengetahui factor-faktor penting yang diperlukan dalam mengembangkan suatu system informasi yang selaras dengan strategi perusahaan. Perusahaan akan memfokuskan pada pemanfaatan seluruh peluang-peluang yang dimilikinya untuk merebut pasar dan meminimalkan kelemahan. Prioritas factor sukses akan dimulai dari peningkatan kinerja Sumber Daya yang ada. Dengan penambahan divisi Teknologi Informasi, diharapkan perusahaan mampu mengatasi kebutuhan perusahaan akan pengembangan Perangkat Teknologi guna pencapaian target perusahaan.</div><div><br />
</div><div><div><b>Daftar Pustaka</b></div><div><ul><li>David, Fred R. (2004), Manajemen Strategis : Konsep, edisi ketujuh, Terjemahan Alexander Sindoro. PT. Indeks, Jakarta.</li>
<li>Indrajit, Ricardus E. (2001), manajemen Sistem Informasi dan Teknologi Informasi, Cetakan ke-2, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta</li>
<li>Madura, James (2001), Pengantar Bisnis Buku Satu, PT. Salemba Empat, Jakarta</li>
<li>McLeod, Raymond (2001), Sistem Informasi Manajemen jilid 2, edisi ketujuh. PT. Prenhallindo, Jakarta</li>
<li>Robson, Wendy (1997), Strategic Management & Information Systems, Second Edition. Prentice Hall, London</li>
<li>Tozer, Edwin E (1996), Strategic IS/IT Planning, Butterworth-Heinemann, USA</li>
<li>Turban, Efraim, Rainer, dan Potter (2001), Introduction to Information Tecnology, John Wiley & Sons</li>
<li>Ward, John, dan Peppard (2002), Strategic Planning for Information System, 3 rd Edition. John Wiley & Sons</li>
<li>Wheelen & Hunger (2004), Strategic Management and Business Policy, Pearson Prentice Hall.</li>
</ul></div></div></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-54148127569069442702010-09-27T18:39:00.000-07:002012-07-30T18:44:14.522-07:00Sistem Informasi Penilaian Siswa pada SMP Negeri 10 Semarang Berbasis Multiuser<i>Laporan Penelitian (27 September 2010)</i><br />
<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">Oleh :</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Mariana Kristiyanti, S.Kom, MM</div><div style="text-align: center;">Nettinia Pranurul Murlisa</div><div><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>ABSTRAKSI</b></div><div><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perkembangan teknologi saat ini, sudah sangat cepat dan maju, salah satunya adalah teknologi di bidang informasi. Kemajuan teknologi yang semakin meningkat didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, membuktikan bahwa kini informasi telah menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka pemakaian komputer di bidang akademik memberikan manfaat yang sangat besar, baik dalam ketelitian maupun volume pekerjaan yang ditangani. Sehingga dalam menyajikan laporan dan informasi akademik yang dibutuhkan dapat diperoleh secara cepat, tepat dan lengkap tanpa harus melalui proses pencatatan yang berulang-ulang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengolahan data nilai siswa dengan didukung perkembangan teknologi dalam bidang informasi yang semakin maju menjadi sangat penting terutama bagi SMP Negeri 10 Semarang yang masih menerapkan sistem manual yang belum dapat menangani pengolahan data dalam jumlah yang besar secara cepat, tepat dan akurat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk memperbaiki sistem yang masih berjalan pada sekolah tersebut, sistem informasi pengolahan nilai siswa SMP Negeri 10 Semarang yang dibangun dengan menggunakan perangkat lunak Visual Basic 6.0 dengan database Access 2007 sebagai suatu solusi untuk memecahkan masalah dalam hal pengolahan data dan penyimpanan data nilai siswa di sekolah. Selain itu sistem ini juga dapat menghasilkan laporan-laporan. Dengan penggunaan secara multiuser, diharapkan sistem ini akan memudahkan bagi pihak sekolah untuk mengolah data siswa dan nilai siswa sehingga akan memudahkan dalam pencarian data dan penyimpanan data.</div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-90163810873647798782010-09-01T06:01:00.000-07:002012-08-02T06:38:37.605-07:00Menciptakan Impulse Buying<i>Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)</i><br />
<i>Volume 1 No. 3, 1 September 2010 Hal : 56-68</i><br />
<i><br />
</i><br />
<div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari</div><div style="text-align: center;">Fakultas Ekonomi Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><i>Abstract</i></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: justify;"><i>This study tries to determine what factors causing consumers to do impulse buying. This study uses 4 independent variables, that are store environment (X1), positive emotions (X2), personal selling sklill (X3), in store promotion (X4), and impulse buying as the dependent variable (Y). After doing a literature review, and preparing the hypothesis, the data were collected through a questionnaire distributed to 200 people in the Carrefour shoppers of Semarang city, which has made an impulse buying with purposive sampling. Tthe analyes of the data processing are done by using SEM with AMOS program . Based on the results of the analysis conducted, it shows that, the four independent variables significantly influence the dependent. Store environment variable has positive effect of 0.209 with significance level 0.002, positive emotions variable has positive effect of 0.320 with a significance level 0.000, the personal selling skill variable has a positive effect of 0.248 with a significance level of 0.003, and in store promotion variable has positive effect of 0.549 with a significance level of 0.002. </i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Key words : impulse buying, positive emotion,personal selling skill , in store promotion</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><b>1. Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Siapa yang tidak pernah melakukan impulse buying? Hampir dari kita mungkin pernah melakukannya. Seringkali, pembeli yang belanja di pasar swalayan atau mal, membeli barang di luar rencana semula. Walaupun daftar belanja sudah dicatat rapi, seperti di luar kesadaran, masih saja mereka membeli yang tidak ada dalam daftar itu. Tentunya, bagi yang tidak terbiasa mencatat daftar barang yang hendak dibeli, potensi berbelanja di luar rencana jauh lebih besar. Impulse buying adalah proses pembelian suatu barang, dimana sipembeli tidak mempunyai niatan untuk membeli sebelumnya. Pembelian tanpa rencana atau pembelian seketika.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan semakin terbukanya peluang bisnis bagi pengusaha asing untuk berekspansi mengembangkan bisnis ritelnya di Indonesia dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong perkembangan bisnis ritel akan mengakibatkan tumbuhnya ritel modern yang begitu pesat. Pernyataan ini diperkuat dengan data hasil survey yang dilakukan oleh Nielsen Media Research dan Retail Asia Magazine yaiut jumlah gerai hypermarket di tahun 2008 meningkat sekitar 25 persen dari 109 menjadi 146 unit; sementara supermarket pertumbuhannya lebih cepat yakni sekitar 29 persen dari 85 menjadi 120. Peningkatan jumlah gerai yang paling tajam terjadi pada minimarket. Alfamart pada tahun 2005 hanya memiliki 1263 gerai. Kemudian, pada tahun 2008, jumlahnya berkembang menjadi 2750 gerai. Peningkatan indomaret bahkan lebih fantastis, dari 1401 di tahun 2005 menjadi 3093 di tahun 2008.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perilaku pembelian yang tidak direncanakan merupakan sesuatu yang menarik bagi produsen maupun pengecer, karena merupakan pangsa pasar terbesar dalam pasar modern. Tentunya fenomena “impulse buying . Konsumen yang tertarik secara emosional (terutama untuk produk involvement) seringkali tidak lagi melibatkan rasionalitas dalam proses pengambilan keputusan pembelian. Konsumen sebagai pengambil keputusan pembelian atau yang berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan tersebut, perlu dipahami melalui suatu penelitian yang teratur. Strategi yang tepat dan trik khusus perlu di miliki, tentunya faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan impulse buying perlu di ketahui oleh pemasar supaya pengorbanan yang besar terutama untuk biaya promosi bisa terbayar dan tidak menjadi sia-sia. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa seseorang terdorong untuk melakukan impulse buying diantaranya adalah karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang ada pada diri seseorang yaitu pada suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja apakah di dorong sifat hedonis atau tidak.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa faktor yang mempengaruhi impulse buying antara lain : </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>1.1 Pengaruh Store Environment terhadap Impulse Buying </b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;">Store Environment merupakan unsur penting dalam retailing mengingat bahwa 70% dari pembelian ternyata merupakan impulse buying atau pembelian yang tidak direncanakan (Dunne & Lusch, 2005). Melalui elemen-elemen yang ada di dalam store environment, retailer dapat menciptakan stimuli-stimuli yang akan memicu atau mengerakan pelanggan untuk membeli lebih banyak barang diluar yang mereka rencanakan. Store environment yang dirancang dengan baik dan sesuai dengan target market yang ditetapkan akan dapat menciptakan emosiemosi yang kondusif untuk berbelanja. Berdasarkan teori Dunne and Lusch, store environment meliputi store planning (layout dan design), visual merchandising, dan visual communication.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>1.1.1 Store Planning</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Store planning adalah sebuah skema tentang penempatan barang-barang maupun departemen lainnya dalam sebuah toko. Dalam retailing, istilah store planning atau juga bisa disebut floor plan adalah sebuah skematis yang menujukkan dimana barang-barang dan pusat pelayanan berada, bagaimana sirkulasi pelanggan di dalam toko dan seberapa banyak ruang yang dialokasikan untuk tiap-tiap departemen, dan desain interior dari toko tersebut . Terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam store planning yaitu allocating space, circulation, dan interior design</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">a. Allocating space</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Langkah pertama untuk merancang sebuah floor plan yaitu dengan mengalokasikan ruang yang ada yaitu dengan menentukan aisles, service areas and other nonselling areas. Meskipun berada di lantai penjualan utama, beberapa bagian ruang harus dialokasikan untuk fungsi lain di luar penjualan. Aisles yang ada harus cukup lebar untuk mengakomodasi orang yang banyak sehingga pengunjung tidak berdesak-desakan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">b. Circulation</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pola yang digunakan sebuah toko tidak hanya memastikan efisiensi dari perputaran pelanggan di dalam toko dan memicu mereka untuk melihat lebih banyak barang, tetapi juga akan menentukan karakter dari toko itu. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">c. Interior design</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><div style="text-align: justify;">Desain interior dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu finishing yang digunakan untuk seluruh permukaan (baik untuk lantai, dinding maupun plafon) dan bentuk arsitektur didalam toko itu sendiri. Banyak sekali hal yang dibutuhkan untuk menciptakan image bagi sebuah toko dan diperlukan pemilihan bahanbahan material, penataan lampu, sound and smell yang mendukung untuk terciptanya image yang tepat dan sesuai dengan keinginan pelanggan. Masalah penerangan seringkali luput dari perhatian retailer padahal pemahaman mengenai penerangan dapat memberikan efek yang mendukung pada merchandising dan dapat meningkatkan penjualan. Di sebuah departemen store misalnya, pemakaian lampu yang terang pada bagian pakaian malah akan menurunkan tingkat penjualan, karena lampu yang terang tidak dapat menciptakan kesan yang elegan melainkan kesan diskon pada pakaian yang di jual. Pada perkembangannya, lighting tidak hanya sesederhana memilih jenis dan warna lampu, tetapi dibutuhkan pengetahuan yang lebih dalam mengenai dampak lampu tersebut terhadap tekstur dan warna. Design yang efektif harus dapat dirasakan oleh semua panca indera mulai dari indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan peraba atau sentuhan. Walaupun ada beberapa penelitian membuktikan hal yang berbeda, tetapi indera peciuman dipercaya sebagai indera yang paling berhubungan dengan memori dan emosi. Dan retailer dapat menggunakan hal ini untuk menciptakan suatu mood di dalam toko bagi pelanggan. Sebagai contoh aroma roti dan kue yang masih fresh dari oven dapat</div><div style="text-align: justify;">membuat pelanggan lebih santai dalam berbelanja.</div><div><br />
</div></div><div><i>1.1.2 Merchandising</i></div><div><br />
</div><div>Ada dua tipe dasar dari cara penyajian atau mempresentasikan barangbarang yang ditawarkan di dalam toko yaitu on-shelf merchandising dan visual merchandising. Retailer harus memahami komponen-komponen dasar dalam cara penyajian barang dan bagaimana pengaruh potensialnya dalam mendukung image yang mau diciptakan untuk sebuah toko dan juga pengaruhnya terhadap tingkat penjualan, termasuk di dalamnya adalah pemilihan tipe perabotan yang sesuai. a. On-shelf merchandising</div><div><br />
</div><div>On-shelf merchandising adalah penyajian barang-barang di meja pajangan, rak, dan perabotan di seluruh toko. “On-shelf merchandising is the display of merchandising on counters, racks, shelves, and fixtures throughout the store” (Dunne & Lusch, 2005 p.467). Yang dimaksudkan disini adalah barang-barang yang disentuh, dicoba, diperiksa, dibaca, dimengerti dan yang akan dibeli nantinya oleh pelanggan. Maka dari itu, on-shelf merchandising tidak hanya harus menyajikan barang-barang dengan menarik tetapi juga menyajikannya dengan cara yang mudah untuk dimengerti dan diakses oleh pelanggan. Lebih jauh, penataan barang-barang tersebut harus masuk akal sehingga pelanggan tidak mengalami kesulitan untuk mengembalikannya ke tempat semula. Selain itu, penataan barang-barang sebaiknya jangan berlebihan sehingga membuat pelanggan takut untuk menyentuh. Tak kalah untuk dipertimbangkan yaitu jangan sampai penataan barang-barang tersebut malah akan dapat membahayakan atau mencederai pelanggan. Kesalahan umum yang sering dilakukan oleh retailer yaitu menjejalkan barang sebanyak mungkin ke dalam toko dengan harapan mereka dapat meningkatkan tingkat penjualan mereka.Pada dasarnya terdapat enam metode pada tipe ini yang digunakan oleh retailer untuk menyajikan barang-barang yang ditawarkan dimana masing-masing dari metode ini dapat memberikan dampak yang dramatis terhadap store image dan juga space productivity. Pada metode-metode penyajian tersebut terdapat faktor psikologi.</div><div><br />
</div><div>a. Shelfing</div><div><br />
</div><div>Metode ini menempatkan barang-barang pada rak-rak yang ada dalam gondola atau di dinding. Metode shelving ini fleksibel dan lebih mudah untuk merawat barang-barang yang ditawarkan.</div><div><br />
</div><div>b. Hanging</div><div><br />
</div><div>Beberapa jenis barang khususnya pakaian dapat digantung pada softlines features seperti round racks ataupun four-way racks atau bisa juga digantung pada palang yang di pasang di dinding.</div><div><br />
</div><div>c. Pegging</div><div><br />
</div><div>Barang-barang kecil dapat dipancangkan di pengait yang dipasang di gondola maupun di dinding. Metode ini menimbulkan kesan rapi tapi sangat dibutuhkan tenaga yang lebih intensif untuk menata dan menjaga kerapiannya.</div><div><br />
</div><div>d. Folding</div><div><br />
</div><div>Barang yang cukup besar dapat dilipat kemudian diletakkan ke dalam rak atau ditempatkan di atas meja. Hal ini dapat menciptakan image high-fashion dengan harga yang lebih mahal.</div><div><br />
</div><div>e. Stacking</div><div><br />
</div><div>Barang-barang yang besar dapat diletakkan ditumpuk di bagian bawah gondola atau langsung diletakkan diatas lantai yang akan menimbulkan kesan volume besar dengan harga murah.</div><div><br />
</div><div>f. Dumping</div><div><br />
</div><div>Barang-barang yang kecil-kecil dengan jumlah yang banyak dapat diletakkan di sebuah keranjang di dalam gondola atau di dinding. Metode ini efektif untuk menimbulkan kesan volume besar dan harga murah. Merchandising juga menyangkut price image karena hal itu erat hubungannya dengan dampak dari pemilihan barang-barang dengan kualitas yang sesuai dengan image yang mau ditampilkan dan pemilihan metode penyajian barang-barang tersebut sehingga memperkuat image tersebut. Tetapi dalam penelitian ini, merchandising lebih ditekankan pada cara penyajianya karena hal tersebut erat hubungannya dengan menciptakan store environment.</div><div><br />
</div><div><i>1.1.3 Visual Communication</i></div><div><br />
</div><div>Salah satu masalah yang dihadapi oleh retailer adalah bagaimana mengontrol biaya pekerja dengan tetap mempertahankan komunikasi dengan pelanggan dan menyediakan pelayanan yang berkualitas. Solusinya adalah visual communications berupa tanda-tanda, gambar atau media lainnya yang dapat digunakan sebagai pengganti sales person yang dapat memberi informasi dan memberikan pengarahan yang dibutuhkan oleh pelanggan untuk berbelanja di toko tersebut, mengevaluasi barang-barang yang ditawarkan dan melakukan pembelian. Instalasi dari visual communications merupakan biaya yang hanya satu kali dan dapat diandalkan fungsinya daripada sales person yang kadang kala terlambat, mengalami suasana hati yang buruk atau memperlakukan pelanggan dengan salah. Tetapi apabila kita kombinasikan antara visual communications dengan personal services maka dapat menciptakan selling environment yang efektif. Yang termasuk di dalam visual communications diantaranya :</div><div><br />
</div><div>a. Name, Logo and Retail Identity</div><div><br />
</div><div>Hal pertama yang terlihat dari visual communications adalah identitas retailer yang tersusun dari nama toko, logo, dan elemen visual yang mendukung.</div><div><br />
</div><div>b. Institutional Signage</div><div><br />
</div><div>Institutional signage yang menggambarkan misi, kebijakan pelayanan di dalam toko atau pesan-pesan lain yang mau disampaikan atas nama institusi retailer. Pesan-pesan sperti “dijamin harga murah” atau “menerima segala macam kartu kredit”</div><div><br />
</div><div>c. Directional, Departemental and Category Signage</div><div><br />
</div><div>Directional signane department signane bisanya besar dan diletakan di tempat yang tinggi supaya dapat dilihat oleh pelanggan pada saat berbelanja. Directional signage adalah tanda-tanda yang memberikan informasi mengenai letak-letak barang. Pada retail kecil directional signage tidak perlu digunakan.</div><div><br />
</div><div>d. Point of Sale Signage</div><div><br />
</div><div>Point of sale ukurannya relatif kecil dan ditempatkan sangat dekat dengan barang yang dimaksudkan, dan berguna memberikan detail tentang barang yang dijual.</div><div><br />
</div><div>e. Lifestyle Graphic</div><div><br />
</div><div>Visual communications tidak hanya berupa kata-kata, tetapi juga bisa menggunakan gambar-gambar.</div><div><br />
</div><div><b>1.2 Pegaruh Emosi Positif terhadap Impulse Buying</b></div><div><br />
</div><div>Taman dalam Tirmizi,et al. (2009) menemukan hubungan positif emosi positif, keterlibatan dan mode fashion yang berorientasi impuls membeli dengan dorongan keseluruhan perilaku pembelian dari konsumen. Perasaan seperti jatuh cinta, sempurna, gembira, ingin memiliki, bergairah, terpesona, dan antusias, dari berbagai studi, disinyalir memiliki korelasi positif yang signifikan dengan kecenderungan melakukan impulse buying (Premananto, 2007). Emosi positif didefinisikan sebagai suasana hati yang mempengaruhi dan yangmenentukan intensitas pengambilan keputusan konsumen.(Watson dan Tellegen dalam Tirmizi,et al., 2009). Namun lebih luas perlu dibedakan mengenai emosi yang berkaitan dengan keputusan pembelian misalnya emosi yang diciptakan merek, stimuli yang ada dan emosi yang sifatnya lebih luas. Hal tersebut dikemukakan oleh Shiv dan Fedorikhin dalam Premananto (2007) dengan mengklasifikasikan emosi menjadi task-induced affect yang dinyatakan sebagai ‘affective reaction that arise directly from the decision task itself’ dan ambient affect yang dinyatakan sebagai ‘affective states that arise from background condition such as fatigue and mood.’</div><div><br />
</div><div>Emosi positif yang dirasakan konsumen akan mendorong konsumen untuk mengakuisisi suatu produk dengan segera tanpa adanya perencanaan yang mendahuluinya dan sebaliknya emosi yang negatif dapat mendorong konsumen untuk tidak melakukan pembelian impulse (Premananto, 2007).</div><div><br />
</div><div><b>1.3 Pengaruh Personal Selling Skill terhadap Impulse Buying </b></div><div><br />
</div><div>Pembeli kemungkinan besar terbuka dan fleksibel terhadap pikiran pembelian tiba-tiba atau pembelian yang tidak diduga-duga. Karena bisa jadi, saat dihadapkan pada keputusan membeli, konsumen seringkali membutuhkan persetujuan dan opini orang-orang di sekitar mereka. Bisa dari pasangan, keluarga, teman dekat, dan tak luput pula, pendapat dari Sales Person/SPG yang berada di toko, tempat mereka akan membeli produk. Kepercayaan konsumen pada opini wiraniaga (pelayan toko) harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi promosi (Engel,et al., 2008 ). Di segmen usaha retail, pemilik merek perlu benar-benar membekali SPG dengan skill khusus untuk merekomendasikan produk yang benar-benar sesuai kondisi dan kebutuhan konsumen. Pelayan toko hadir di toko untuk mengatasi masalah konsumen ketika mereka menghadapi keputusan pembelian sulit. Pelayan toko perlu ada di sana untuk membantu saran pertimbangan dan membuat keputusan pembelian konsumen menjadi lebih mudah. Hasil riset terakhir menunjukkan bahwa semakin banyak orang cenderung meminta pendapat pelayan toko yang berada di toko, untuk membantu keputusan pembelian. Apalagi ketika pembelian produk bersifat impulse buying-pembelanjaan yang tidak direncanakan- ketika konsumen dalam kondisi 'terdesak' merasa harus membeli dan memiliki barang/produk segera saat itu juga. Perilaku pelayan toko dapat mempengaruhi segala kemungkinan yang terjadi di titik beli. Mereka dapat mengubah keragu-raguan antara membeli atau tidak membeli (Peter dan Olson, 2008). Bahkan menurut Engel, et al. (2005) Potensi untuk mempengaruhi konsumen selama berbelanja dapat dipengaruhi secara kuat oleh staf garis depan pengecer. Ini menunjukkan bahwa rangsangan merek melalui interaksi antara pelanggan dan pelayan toko mampu mempengaruhi keputusan konsumen dalam melakukan pembelian terutama yang bersifat impulse buying.</div><div><br />
</div><div><b>1.4 Pengaruh In Store Promotion terhadap Impulse Buying</b></div><div><br />
</div><div>Salah satu cara yang dilakukan oleh peritel u ntuk mempertahankan keunggulan bersaing dan menjaga gross profit adalah dengan promosi. Promosi dapat dilakukan melalui berbagai macam jenis media baik di luar toko ataupun promosi yang dilakukan di dalam toko (instore promotion). Promosi di luar toko dapat dilakukan dengan tujuan untuk menarik konsumen mengunjungi toko dan promosi yang dilakukan di dalam bertujuan untuk menjadi stimulus yang dapat merangsang keputusan pembelian konsumen di dalam toko, baik keputusan yang telah direncanakan atau pun keputusan yang belum direncanakan sebelum datang ke toko. In-store promotion merupakan salah satu bentuk promosi yang dapat dilakukan oleh peritel ataupun pemilik produk. Dalam usaha ritel salah satu tujuan dilaksanakannya in-store promotion adalah untuk mempercepat pergerakan barang yang pada akhirnya dapat berdampak pada penjualan. Selain itu, tujuan lain dilaksanakannya promosi adalah untuk mengurangi penumpukan barang yang sudah out of date atau dengan kata lain mendekati tanggal kadaluarsa. Peritel juga melakukan promosi untuk menjaga keseimbangan barang yang disediakan dengan barang yang dibutuhkan oleh konsumen. Belakangan ini strategi in-store promotion banyak dilakukan oleh para peritel maupun perusahaan manufaktur. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya iklan-iklan yang dibuat melalui display toko baik berupa iklan banner, point of purchase, poster yang ditempelkan pada rak di dalam toko, iklan yang ditempelkan pada keranjang belanja, bahkan tayangan iklan melalui video di dalam toko. Dengan adanya iklan atau promosi di dalam toko diharapkan akan menarik minat konsumen untuk membeli produk tersebut. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Reveries.com 72% responden (peritel dan perusahaan manufaktur) menyatakan bahwa in-store promotion merupakan salah satu media alternatif untuk menarik minat konsumen membeli suatu produk. Iklan atau berbagai promosi yang dilakukan peritel ataupun supplier di dalam toko merupakan daya tarik yang secara langsung dapat mengingatkan konsumen terhadap suatu produk tertentu. Promosi tersebut dapat menimbulkan keinginan membeli oleh konsumen walaupun sebelumnya konsumen tidak merencanakan membeli produk atau merek tersebut. Hal ini dapat disebut sebagai impulse buying atau dorongan membeli yang tidak direncanakan sebelumnya. Untuk menetapkan promosi di dalam toko yang tepat yaitu promosi yang dapat meningkatkan keputusan berdasarkan impulse, peritel dan supplier perlu mengetahui bagaimana promosi di dalam toko dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli suatu produk atau merek barang tertentu. Berdasarkan hal tersebut, studi mengenai bagaimana pengaruh promosi di dalam toko (in-store promotion) terhadap keputusan membeli konsumen yang tidak direncanakan sebelumnya (impulse buying) perlu diteliti.</div><div><br />
</div><div><b>2. Metodologi Penelitian</b></div><div><br />
</div><div>Populasi penelitian adalah semua pengunjung yang pernah melakukan pembelian tanpa rencana (impulse buying) produk di Carrefour Semarang . Sampel yang diambil sebanyak 200 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria penelitian responden pernah melakukan pembelian tanpa rencana .</div><div><br />
</div><div><i>2.1 Metode pengumpulan data</i></div><div><br />
</div><div>Dalam usaha untuk mendapatkan data yang dibutuhkan metode yang digunakan adalah :</div><div><br />
</div><div>1. Kuesioner</div><div><br />
</div><div>Metode ini dilakuan dengan mengajukan daftar pertanyaan yang bersifat tertutup dan terbuka kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat tertutup diukur dengan menggunakan skala dengan interval 1-10, dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju.</div><div><br />
</div><div>2. Studi pustaka</div><div><br />
</div><div>Metode ini dilakukan dengan cara mempelajari literatur dan sumber pustaka yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.</div><div><br />
</div><div><i>2.2 Teknik Analisis </i></div><div><br />
</div><div>Alat analisis yang digunakan untuk menguji model tersebut dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan bantuan program AMOS versi 6.0. Pengujian goodness of fit model dilakukan sebelum pengujian hipotesis penelitian. Pengujian goodness of fit dilakukan dengan melihat beberapa indeks goodness of fit, seperti absolute goodness of fit, incremental goodness of fit dan parsimony goodness of fit. Absolute goodness of fit merupakan indeks kelayakan yang paling berperan dalam model kausalitas berjenjang. Metode estimasi yang umum dalam SEM ialah estimasi kesamaan maksimum (maximum likelihood (ML) estimation). Asumsi pokok untuk metode ini ialah normalitas multivariat untuk semua variable exogenous.. Dengan menggunakan Amos kita dapat mencocokkan model kita dengan data yang ada. Salah satu tujuan menggunakan Amos ialah menyediakan estimasi-estimasi yang paling baik terhadap parameter-parameter yang bervariasi sekali didasarkan dengan meminimalkan fungsi yang melakukan indeks seberapa baik model-model, serta dikenakan kendali-kendali yang sudah didefinisikan terlebih dahulu. Amos menyediakan pengukuran keselarasan model (goodness-of-fit) untuk membantu melakukan evaluasi kecocokan model. Setelah menelaah hasil-hasilnya maka kita dapat menyesuaikan model-model tertentu dan mencoba memperbaiki keselarasannya. Amos juga menyediakan model ekstensif untuk mencocokkan diagnosa- diganosa yang dibuat oleh peneliti. Membandingkan model-model dalam SEM merupakan metode dasar untuk pengujian semua hipotesis baik yang sederhana maupun yang kompleks.</div><div><br />
</div><div><b>3. Hasil Dan Pembahasan</b></div><div><ol><li>Hasil analisa menunjukkan store planning, merchandising dan visual communication secara bersama sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap impulse buying.</li>
<li>Variabel bebas emosi positif secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat impulse buying. Variabel emosi positif berpengaruh positif sebesar 0,320 dengan tingkat signifikansi 0,000, variabel respon lingkungan belanja berpengaruh positif sebesar 0,210 dengan tingkat signifikansi 0,011, Maka dapat dikatakan bila seorang konsumen tidak merasakan emosi yang positif saat berbelanja di toko ritel modern maka akan memperkecil niat mereka untuk melakukan impulse buying, sehingga keputusan untuk melakukan pembelian impulsif bisa lambat atau bahkan tidak ada. Begitu juga sebaliknya pada saat seorang konsumen merasakan adanya emosi yang positif saat mereka berbelanja di toko ritel modern dalam penelitian ini yaitu pada Carrefour maka pada saat ada kesempatan mereka akan secepatnya melakukan impulse buying atau pembelian impulsif. Berdasarkan hasil yang telah didapat maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini mendukung hasil penelitian Veronika Rachmawati (2009), yangmenyatakan bahwa variabel positive emotion atau emosi positif mempunyai pengaruh terhadap variabel impulse buying terbukti kebenarannya. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode three box didapat bahwa pada indikator perasaan puas saat berbelanja memiliki nilai indeks yang sedang yaitu sebesar 61,4%.</li>
<li>Variabel bebas personal selling secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat impulse buying. Variabel personal selling berpengaruh positif sebesar 0,248 dengan tingkat signifikansi 0,003, Maka dapat dikatakan bila seorang pelayan toko yang cerdas menjelaskan produknya ke konsumen bahkan mampu mempengaruhi konsumen untuk membeli maka akan semakin cepat konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian walaupun sebelumnya tidak direncanakan. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Darmayanti (2009), yang menyatakan bahwa interaksi antara pelanggan dan pelayan toko berpengaruh terhadap impulse buying. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode three box didapat bahwa pada indikator kemampuan pelayan toko mempengaruhi pelanggan memiliki nilai indeks yang sedang yaitu sebesar 58,8%.</li>
<li>Berdasarkan analisis regresi didapatkan hasil bahwa in-store promotion mempengaruhi keputusan impulse buying . Variabel in store promotion berpengaruh positif sebesar 0.549 dengan tingkat signifikansi 0,002.</li>
</ol><div><b>4. Kesimpulan Dan Saran</b></div></div><div><ol><li>Hasil analisa menunjukkan store planning, merchandising , visual communication , emosi positif , personal selling skill dan in store promotion secara bersama sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap impulse buying. </li>
<li>Berdasarkan hasil penelitian, variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap impulse buying adalah emosi positif sehingga saran praktis lebih difokuskan kepada variabel tersebut. Berdasarkan hasil statistik deskriptif variable emosi positif, indikator dengan indeks yang paling rendah adalah perasaan penuh kegembiraan dan perasaan penuh semangat. Perasaan penuh kegembiraan dan penuh semangat saat berbelanja merupakan cerminan dari situasi lingkungan belanja yang baik sehingga kedua indicator tersebut harus dapat ditingkatkan di toko ritel modern.</li>
</ol><div><b>Daftar Pustaka</b></div></div><div><div><ul><li>Assael, Henry. 2001. Consumer Behavior and Marketing Action. 6th ed. Natorp Blvd,Mason: South-Western College Publishing</li>
<li>Buedincho, P. 2003. “Impulse Purchasing: Trend or Trait?.” Orlando: UCF</li>
<li>Darmayanti. 2008. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impulse Buying Konsumen Pada Butik Rudi Collection Tangerang.” Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro</li>
<li>Engel, J.F., R.D, Blackwell dan P.W. Miniard.1995.Perilaku Konsumen. Edisi Keenam. Jakarta : Binarupa Aksara</li>
<li>Esch, Franz-Rudolf, Joern Redler Dan Tobias Langner. 2003. “Promotional Efficiency And The Interaction BetweenBuying Behavior Type And Product Presentation Format –Evidence From An Exploratory Study.” Personal Selling and Sales Management Track, p. 1838-1845</li>
<li>Ferdinand, Augusty T. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Edisi II. Semarang: Bp Undip</li>
<li>Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BP Undip</li>
<li>Jaya Negara, Danes, 2002, “The Relationship beetwen Shopping Environment and Shopping Behaviour: An Approach to Structural Equation Modelling.” Sinrem I, 29 Juni: 305</li>
<li>Mehrabian A. And Russel, J.A., An Approach to Environmental Psychology. in Fisher, Feffrey D., Paul A. Bell, and Andrew Baum (1984). Environmental Psycholog. 2nd ed. New York: Holt, Rinehart and Winston</li>
<li>Park, Jihye dan Sharron J. Lennon, 2006, “Psychological and Environmental Antencendents of impulse buying tendency in the multichannel shopping context”, journal of consumer marketing, vol. 23, no. 2, p. 58-68</li>
<li>Permana, Agung Surya. 2006. “The Effect of Religiosity And Locus of Control onShopping Orientation: A Study In Mm-Ugm Yogyakarta.” Skripsi Tidak Dipublikasikan, Magister of Management Program Department of Social Science, Universitas Gajah Mada</li>
<li>Peter, J.P. dan J. C. Olson.1999. Consumer Behaviour : Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Jilid 1. 4th ed”, Jakarta : Erlangga</li>
<li>Tjiptono, Fandy. 1999. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi: Yogyakarta.</li>
<li>Utami, Christina Whidya. 2006. Manajemen Ritel : Strategi dan Implementasi Ritel Modern. Jakarta : Salemba Empat</li>
</ul></div></div></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-26823454837171869762010-09-01T03:17:00.000-07:002012-08-02T05:57:29.674-07:00Kebutuhan Manajemen Strategi Dalam Lingkungan Bisnis Baru<div style="text-align: center;"><div style="text-align: left;"><i>Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)</i></div><div style="text-align: left;"><i>Volume 1 No. 3, 1 September 2010 Hal : 1-16</i></div><br />
Mariana Kristiyanti</div><div style="text-align: center;">Fakultas Ilmu Komputer Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Abstract</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>The decision making determines whether the company is excellent, survives, or almost collapses. This decision-making processes is called " strategic management”. Strategic Manager explores the company’s resource in changeable environment as well as possible. This research tries to know what strategic management which is required in the business environment to assist company in making a future plan in order to maintain the eternity of its business company. effort permanence him.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Key words : Management Strategy, Requirement of Strategic management, Environmental of New Business.</i></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Persiapan yang matang dan penerapan strategi tepat merupakan jalan keluar untuk tetap dapat eksis ditengah persaingan bisnis yang kiat cepat seperti saat ini. Bagaimanapun juga tujuan bisnis tetap untuk mencari keuntungan atau laba dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama atau panjang. Dengan asumsi seperti itu, bisnis yang baik adalah bisnis yang dapat bertahan dalam jangka waktu panjang sekaligus mampu mencetak laba.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Igor Ansoff dalam bukunya Corporate Strategy (1950) menuliskan akan pentingnya konsep manajemen pemasaran perusahaan yang berorientasi pada masyarakat (Societal marketing). menurut Ansoff, misi perusahaan berkembang dari pemuasan pemilik (Shareholder) menuju kepuasan semua pihak yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan (Stakehoders). Artinya, itu termasuk seluruh karyawan, masyarakat, pemerintah, dan sebagainya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Manajemen secara tradisional oleh Henri Fayol ( 1916 ) terdiri dari :</div><ol><li>Perencanaan (Planning)</li>
<li>Pengkoordinasian (Coordinating)</li>
<li>Pengorganisasian (Organizating)</li>
<li>Pengawasan (Controlling)</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Dan itu seakan telah membudaya dan menjadi jaminan kerja bagi para manajer sebagai Job Descreption mereka. Mungkin secara teori konsep manajemen tersebut dapat diandalkan, namun pada kenyataannya Henri Mintzberg (1975), berpendapat konsep manajemen tersebut hanyalah mitos. Manajer-manajer ternyata kerap tidak merencanakan pekerjaannya dengan sistematis dan bekerja dengan irama tak menentu. Manajer juga kurang melakukan organisasi dan koordinasi, dan terlibat dalam tugas-tugas yang tidak semestinya dia kerjakan, seperti mengetik surat sendiri. dari pada melakukan sebuah pengawasan (Controlling), manajer lebih cenderung mempercayakan intuisinya dan kepercayaan dirinya yang terkadang over-confidance.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengambilan keputusan (decision making) sangat menentukan apakah suatu perusahaan tersebut unggul, dapat bertahan hidup, atau menghadapi kematiannya. Proses pengambilan keputusan ini sisebut “ manajemen strategis “. Tugas manajer strategis ialah menggunakan sebaik-baiknya sumber daya perusahaan dalam lingkungan yang berubah-ubah. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam sebagian besar bisnis di masa lampau (dan dalam banyak perusahaan kecil dewasa ini), titik pusat pekerjaan manajer ialah mengambil keputusan pada saat dan pada hari ini, untuk dunia sekarang dan bisnis sekarang. Tetapi perubahan lainnya yang terjadi di sekeliling kita terus berlangsung dan menyebabkan pendekatan yang berbeda terhadap manajemen.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena kurangnya penekanan terhadap masa depan, maka timbullah perencanaan jangka panjang. Perencanaan ini dipusatkan untuk meramalkan masa depan dengan menggunakan sarana ekonomi dan teknologi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perencanaan tahap pertama (First generation planning), yaitu perusahaan memilih penilaian dan diagnosis yang paling mungkin mengenai lingkungan masa depan serta kekuatan dan kelemahannya sendiri. perencanaan ini mengembangkan strategi terbaik untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan perusahaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pendekatan ini sekarang disebut “manajemen strategis“. Manajemen strategis dipusatkan para “ perencanaan tahap kedua, menganalisis bisnis dan menyiapkan beberapa skenario untuk masa depan. Pada waktu perencanaan strategi melakukan analisisnya, pelaksanaan dan pemilihan strategi masa lalu dan yang akan datang harus dipertimbangkan. Dalam kenyataannya, manajemen strategis adalah proses yang berkesinambungan. Manajemen strategis adalah proses daripada serentetan tindakan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Strategi adalah sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan akhir (sasaran). Tetapi strategi bukanlah sekedar suatu rencana. Strategi adalah rencana yang disatukan : strategi mengikat semua bagian perusahaan menjadi satu. Strategi itu menyeluruh : strategi meliputi semua aspek penting perusahaan. Strategi itu terpadu : semua bagian rencana serasi satu sama lain dan bersesuaian. Permasalahan yang akan dibahas kali ini adalah mencoba untuk mengetahui manajemen strategi yang dibutuhkan dalam lingkungan bisnis baru untuk membantu perusahaan dalam membuat sebuah rencana ke depan guna mempertahankan kelanggengan usahanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tujuan yang ingin dicapai dalam pembahasan kali ini adalah : untuk mengetahui manajemen strategi yang dibutuhkan dalam menghadapi kemungkinan perubahan lingkungan bisnis dan menganalisa seberapa besar peran manajemen dalam manajemen strategi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Manajemen Strategi </b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejumlah alasan mengenai mengapa perusahaan (dan lembaga-lembaga lainnya) membutuhkan manajemen strategi adalah :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Ironi perubahan adalah sesuatu yang mempersulit perencanaan. Tetapi perusahaan bukan sekedar bereaksi terhadap perubahan, mereka dapat bereaksi lebih dulu atau malahan membuat perubahan. Manajemen strategi memungkinkan eksekutif puncak perusahaan untuk mengantisipasi perubahan dan penyiapan petunjuk dan pengendalian bagi perusahaan. Hal ini juga memungkinkan perusahaan membuat cara baru pada waktunya untuk mengambil keuntungan dari peluang baru dalam lingkungan dan mengurangi resikonya karena telah mengantisipasi lebih dulu. Selain itu, hal ini membantu memastikan untuk mengeksploitasi peluang sepenuhnya.</li>
<li>Perusahaan akan melaksanakan sesuatu lebih baik (dalam pengertian kualitas dan kuantitas) kalau mereka memahami apa yang diharapkan dari mereka dan kemana arah perusahaan. Hal ini juga dapat mengurangi terjadinya konflik. Manajemen strategi yang efektif menunjukkan jalan yang harus diikuti karyawan. Manajemen strategi menyediakan rangsangan yang kuat bagi karyawan dan pimpinan agar mencapai sasaran perusahaan.</li>
<li>Memang tidak ada studi yang secara pasti membuktikan bahwa manajemen strategis menyebabkan pelaksanaan yang lebih baik. Tetapi sebagian besar studi mengemukakan bahwa bisnis yang melaksanakan perencanaan strategis formal mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berhasil daripada mereka yang tidak melaksanakannya.</li>
</ol>Banyak alasan yang mendukung pernyataan ini, yaitu :<br />
<ol style="text-align: justify;"><li> Manajemen strategis merupakan satu cara mensistematisasi berbagai keputusan bisnis yang paling penting. Bisnis mencakup resiko besar dan manajemen strategi berusaha menyediakan data sehingga spekulasi yang beralasan dan informasi dapat dilakukan kalau perlu. </li>
<li>Manajemen strategis membantu mendidik para manajer agar menjadi pengambil keputusan yang lebih baik. Hal ini juga membantu meneliti masalah pokok perusahaan</li>
<li>Manajemen strategis membantu meningkatkan komunikasi perusahaan, koordinasi proyek perorangan, alokasi sumber daya, dan perencanaan jangka pendek seperti penyusunan anggaran.</li>
</ol>Tugas dari seorang manajer adalah :<br />
<ol><li>Manajer dituntut untuk menemukan sistem membagi informasi yang sesuai kepada para bawahannya.</li>
<li>Manajer dituntut untuk mampu melihat persoalan secara lebih jernih dan perspektif yang lebih luas dengan memanfaatkan masukan-masukan dari para analis.</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Strategi masa lalu merupakan titik tolak pemilihan strategi dan akibatnya menghilangkan beberapa pilihan strategi. Mintzberg dan beberapa rekannya berkesimpulan bahwa pilihan strategis masa lampau sangat mempengaruhi pilihan strategis selanjutnya. secara khusus mereka mengemukakan :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Strategi yang sekarang berkembang dari strategi masa lampau yang dikembangkan oleh pimpinan yang kuat. Strategi yang unik dan yang secara ketat terintegrasi ini (gestalt strategy) mempunyai pengaruh penting terhadap pilihan strategis selanjutnya.</li>
<li>Kemudian strategi menjadi terprogram. Selain itu, momentum birokratis menjaganya agar berjalan terus. Mintzberg menyebutnya “gejala dorong-tarik“ : mengambil keputusan yang sesungguhnya mendorong strategi, lalu manajemen tingkat bawah menariknya.</li>
<li>Bila strategi ini mulai menunjukkan kegagalan karena perubahan keadaan, maka perusahaan mencangkokkan substrategi baru pada strategi lama dan baru, kemudian mencari strategi baru.</li>
<li>Kalau lingkungan semakin berubah, maka perusahaan secara serius mulai memperhitungkan strategi penciutan, kombinasi, atau strategi ekspansi yang dulunya disarankan beberapa eksekutif yang pada waktu itu tidak diindahkan.</li>
</ol>Model manajemen yang terdapat dan berlaku pada masyarakat kita saat ini adalah manajemen dengan ciri-ciri paradikma lama, yang dimaksud dengan modl manajemen lama adalah model dengan ciri-ciri ( George dan Weimerskirch, 1994 ) :<br />
<ol><li>Organisasinya bersifat vertikal</li>
<li>Kepemimpinan otokratik</li>
<li>Fokus pada profit</li>
<li>Motivasi organisasi hanya untuk diri sendiri</li>
<li>Struktur dalam organisasi yang cukup untuk memenuhi dirinya sendiri</li>
<li>Pasar mengarah domestik</li>
<li>Sumber daya mengandalkan pada modal/capita</li>
<li>Keunggulan organisasi pada cost</li>
<li>Daya kerjanya homogen</li>
<li>Harapan pada pekerja yaitu keamanan</li>
<li>Cara kerja individualis, dan</li>
<li>Kualitas diabaikan </li>
</ol><div style="text-align: justify;">Segala krisis yang muncul merupakan salah satu akibat berlakunya model manajemen lama yang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan munculnya berbagai perubahan. Salah satu fenomena yang terjadi dalam proses perubahan-perubahan adalah adanya tuntutan masyarakat terhadap perubahan berbagai aspek termasuk aspek model manajemen dalam organisasi. Sedangkan isu tuntutan perubahan bahan model manajemen itu sendiri telah muncul sekitar 1980-an ( Bounds, et, Al. 1994 ).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pernyataan tentang sifat perubahan sebagaimana disinggung diatas cukuplah logis dan realistis mengingat bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini tidak ada yang tetap, sebab perubahan ( change ) itu sendirilah yang bersifat tetap. Dalam hal ini Tofler ( 1980 ) menggambarkan adanya perubahan sosial besar menyangkut kehidupan masyarakat. Setidaknya terdapat tiga (3) gelombang perubahan besar berkaitan dengan peradaban manusia ini yaitu :</div><ol><li>Revolusi Pertanian (Agriculture Revolution)</li>
<li>Revolusi Industri (Industrial Revolution)</li>
<li>Era Pasca Industri (Post Industrial Age). </li>
</ol><div style="text-align: justify;">Era sekarang ini merupakan pasca industri yang ditandai dengan industri berat dengan kekuatan utama dibidang ekonomi pada industri jasa, sistem informasi dan komputer dan komunikasi yang canggih.</div><br />
<b>Lingkungan Bisnis Baru</b><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Sebagai akibat tuntutan perubahan lingkungan, maka muncullah lingkungan bisnis baru. Prahalad dan Hamel (1990) menyatakan bahwa baik teori maupun praktek manajemen masyarakat barat (western) terjadi menjadi penghalang bagi pergerakan kita ke depan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penyebab ketidakmampuan teori maupun praktek bisnis mengikuti pergerakan kemajuan yang cenderung selalu berubah setiap saat adalah karena apa yang sedang dipraktekkan dan menjadi teori sudah tidak cocok (Compatible) dengan perubahan lingkungannya. Perubahan-perubahan lingkungan itu sendiri ditandai dengan adanya kompetisi secara global (Global Compatition). Artinya pernyataan ini adalah berbagai aspek lingkungan masyarakat telah berubah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa kejadian telah menunjukkan adanya kompetisi global dan perubahan secara menyeluruh dengan segala konsekwensi logisnya pada pelaku bisnis (Bounds et. Al. 1994). Misalnya perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi udara, Boeing dan McDonnel, juga kehilangan pangsa pasarnya karena munculnya persaing global, Airbus dari Eropa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pendekatan tradisional baik secara teoritis maupun secara praktis sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan akan perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan secara kontinyu. Manajemen tradisional yang sangat dipengaruhi oleh manajemen saintifiknya Taylor dan teori birokrasinya Webster sudah tidak mampu menjelaskan dan memprediksi perubahan bisnis. Teori-teori baru sangat dibutuhkan untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi pada era global.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Arti dari fenomena-fenomena diatas adalah bahwa paradigma lama sudah usang dan oleh karenanya harus ada perubahan paradigma baik teoritis maupun praktis. Para manajer harus mempunyai pandangan tentang teori maupun praktek manajemen yang berbeda.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tuntutan perubahan paradigma yang harus menjadi bagian hidup para manajemen ini secara garis besar digambarkan oleh George dan Weimerskirch (1994) dan Bounds, et, Al (1994). Dengan menggunakan paradigma baru ini, para manajer diharapkan mampu mengorganisasikan bisnis dengan baik. Perbandingan paradigma baru dengan paradigma lama dapat dilihat dari beberapa aspek George dan Weimerskirch (1994).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3TfdaN24R8TUeqlMbTW8aQGjPt_MN8pEceoPZLLTcVwZkZ-EKDztmhcgy19di7vlH5WEbkM6hRFiC-O2za6S2mJ8O4Txp3yXfrIcQZaHpSxzoIDEx8gLuP2UOxAW-aCPPWyrM01ebPxo/s1600/3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3TfdaN24R8TUeqlMbTW8aQGjPt_MN8pEceoPZLLTcVwZkZ-EKDztmhcgy19di7vlH5WEbkM6hRFiC-O2za6S2mJ8O4Txp3yXfrIcQZaHpSxzoIDEx8gLuP2UOxAW-aCPPWyrM01ebPxo/s1600/3.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perbandingan diatas juga bisa dilihat dari 3 isu tema yaitu :</div><ol><li>Strategi nilai konsumen (Custumer Value Strategy)</li>
<li>Sistem cross - functional, dan</li>
<li>Perbaikan secara kontinyu (Continuous Improvement)</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Dari gambar diatas, strategi nilai konsumen adalah rencana bisnis yang didalamnya berisi penawaran nilai pada konsumen, termasuk karakteristik produk, atribut, cara pengiriman, dukungan jasa dan segala hal berkaitan dengan kebutuhan konsumen. Ada beberapa tema berkaitan dengan strategi nilai konsumen ini, yaitu menyangkut kualitas produk, ukuran, penempatan (positioning), pihak-pihak yang berkepentingan kunci (key stakeholder), dan rancangan produk. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam hal kualitas, paradigma lama atau pandangan manajemen lama mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan spesifikasi. secara kontras, dalam paradigma baru, manajer memandang bahwa kualitas produk merupakan salah satu komponennilai konsumen, dan oleh karenanya manajer mencari kesesuaian (Synergies) antara kualitas, cost, dan schedule. Konswekensi logis dan praktis yang bisa muncul atas pandangan baru ini adalah bahwa perbaikan kualitas harus dilakukan dengan cara mengurangi produk yang rusak, mengurangi cost dan membuat kinerja pengiriman (schedule) yang lebih cepat dan tepat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berkaitan dengan ukuran (measurement), dalam pandangan lama, sistem ukuran difokuskan pada ukuran efisiensi, produktifitas, cost, dan probabilitas intern. Konsekwensi praktis atas pandangan ini adalah manajemen tidak peduli terhadap kaitan antara ukuran yang difokuskan secara intern dengan nilai konsumen. Jadi nilai konsumen diabaikan manajemen dalam mengukur kinerja perusahaan. Dalam pandangan paradigma baru, manajer mungkin menggunakan ukuran yang berfokus secara intern, namun kemudian mengkaitkannya dengan nilai konsumen dalam sistem ukuran yang lebih luas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Manajemen menginterprestasikan dampak ukuran ini pada nilai konsumen, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selanjutnya menurut pandangan paradigma lama, manajer membuat keputusan strategi penempatan terutama didasarkan pada model-model pertarungan yang difokuskan pada kompetisi. Dalam pandangan paradigma baru, manajer membuat keputusan strategi penempatan dengan fokus pada segmentasi pasar atau kebutuhan konsumen.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menurut pandangan paradigma lama, stakeholder kunci adalah stakeholde dan stakeholder intern kunci adalah bos, sedangkan pihak lain seperti konsumen, karyawan, suplier dan partner bisnis dipandang sebagai pihak yang hanya membantu menuju tujuan stakeholder kunci. Ini terbalik dengan pandangan paradigma baru yang memandang stakeholder kunci adalah karyawan, baik konsumen intern maupun konsumen ekstern. Penyediaan nilai pada para konsumen merupakan kunci bagi arah tujuan dalam rangka pemberian manfaat pada semua stakeholder lainnya dalam jangka panjang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam hal rancangan produk, menurut pandangan paradigma lama, proses rancangan produk di drive secara intern yang didasarkan pada asumsi bahwa manajer tahu apa yang terbaik bagi konsumen. Konsekwensi atas pandangan ini adalah manajer dengan tenangnya memaksakan strategi bahwa kami menjual apa yang bisa kami buat. Menurut pandangan paradigma baru, manajer mengembangkan produk setelah pertama-tama merumuskan apa yang dibutuhkan konsumen. Para manajer bekerja, baik untuk memperbaiki produk yang sedang ada maupun secara aktif mencari dan memperoleh pasar baru dengan produk baru.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3Pd5AERZIBMkFprNxYuwdRiVE8am8XnnMrXYv7IBc91JZnJmx1UckJi0afl1V-C7HCtn97CAS2gQj49ikq0Te4ow0P-3gxSGOxvxokVlMGsOQHpPKWiSRLjte4GgmdfslcaWVOr3KVcs/s1600/4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3Pd5AERZIBMkFprNxYuwdRiVE8am8XnnMrXYv7IBc91JZnJmx1UckJi0afl1V-C7HCtn97CAS2gQj49ikq0Te4ow0P-3gxSGOxvxokVlMGsOQHpPKWiSRLjte4GgmdfslcaWVOr3KVcs/s1600/4.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari gambar di atas dapat diuraikan bahwa dalam pandangan paradigma lama manajer tidak memahami sistem yang memotong atau menghilangkan batas-batas unit dalam organisasi. konsekwensi dari pandangan ini adalah kerjasama antar unit dalam organisasi hanya dilakukan dan diperoleh secara minimal. Ini merupakan kebalikan dari pandangan paradigma baru yang mengharuskan adanya kepemilikan dan optimalisasi kerjasama antar unit untuk kepentingan nilai konsumen. Karena hal ini, maka batasan-batasan antar unit dihilangkan dalam rangka memperoleh manfaat secara optimal adanya kerjasama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berkaitan dengan masalah teknologi, manajer yang masih menganut paradigma lama memandang bahwa mereka menggunakan teknologi untuk membantu memecahkan masalah atau sistem yang demikian kompleks yang sedang muncul dalam organisasi. Jadi mereka menggunakan teknologi untuk menghilangkan berbagai masalah yang berkaitan dengan keterbatasan manusia. Sedangkan pandangan paradigma baru, penggunaan teknologi hanya digunakan untuk mengoptimalkan sistem dalam rangka penyediaan kebutuhan nilai konsumen. jadi manajer lebih suka menghilangkan kompleksitas dari pada mengotomatisasi atau mengkomputerisasi kompleksitas sistem.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keterlibatan karyawan dalam pandangan manajer paradigma lama adalah bahwa program keterlibatan karyawan diimplementasikan tanpa fokus pada kontribusi sistem. Keterlibatan karyawan dalam program perbaikan cenderung difokuskan pada kualitas kerja dan beberapa perubahan operasional yang terbatas. Manajer yang berpandangan pada paradigma baru akan memperlakukan keterlibatan karyawan sebagai fokus yang strategis dan mengkontribusikannya pada tujuan optimalisasi sistem.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perlakuan manajer dalam paradigma lama berkaitan dengan manajemen SDM adalah bahwa hal tersebut merupaka tanggung jawab staf. Pada paradigma baru, mereka memperlakukan SDM sebagai sumber daya yang sangat penting dan secara strategis mengelolanya sebagai input bagi sitem organisasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Manajer dalam paradigma lama menggunakan diskripsi tugas dan pekerjaan untuk menjelaskan dan menetapkan berbagai keterbatasan berkaitan dengan tanggung jawab karyawan. dalam paradigma baru manajer menyampaikan visi perusahaan untuk mengarahkan dan memberikan inspirasi secara fleksibel bagi karyawan. Karyawan berpartisipasi dalam setiap aktifitas persyaratan kualitas nilai yang lebih tinggi bagi konsumen dapat terpenuhi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menyangkut masalah kultur, manajer yang berpandangan tradisional mengabaikan isu-isu yang berhubungan dengan aktifitas manusia yang bersifat emosi dan sosial. Menurut pandangan manajer dalam paradigma baru, misi dan tujuan organisasi harus diselaraskan dengan tujuan, emosi dan arti sosial setiap individu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Agar organisasi tetap dapat eksis dengan adanya berbagai perubahan lingkungan eksternal, para manajer yang telah mengubah pandangannya sesuai dengan paradigma baru akan melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Para manajer harus menekankan adanya perubahan secara kontinyu yang merupakan usaha perubahan secara konstan dan membuat segala sesuatu menjadi lebih baik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHJWT4FsIoFH0YXOBeFDNT_FjElKT_tCGuASZQyLJ4cpx4Dm7GZNoezkYxL26ryJbCRwJ-RJ3j6t9FQ-278nrIJes9RVYe_vqvfpC-1NwOzbCZt0mzFS4F-dkkN2WeAKndkE1LcuwuHZk/s1600/6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiHJWT4FsIoFH0YXOBeFDNT_FjElKT_tCGuASZQyLJ4cpx4Dm7GZNoezkYxL26ryJbCRwJ-RJ3j6t9FQ-278nrIJes9RVYe_vqvfpC-1NwOzbCZt0mzFS4F-dkkN2WeAKndkE1LcuwuHZk/s1600/6.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berbagai aspek yang berkaitan denngan gambar di atas :</div><ol><li>Alasan melakukan perbaikan</li>
<li>Pendekatan yang dilakukan dalam melakukan perbaikan</li>
<li>Respon atas adanya kesalahan</li>
<li>Perspektif pembuatan keputusan</li>
<li>Peran manajerial</li>
<li>Otoritas</li>
<li>Fokus</li>
<li>Pengendalian, dan</li>
<li>Makna perbaikan</li>
</ol><br />
<b>Peran Manajer</b><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Peran para manajer dalam organisasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi kinerja manajer yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. Peran ini bisa dalam bentuk formal maupun informal. Dalam peran formal, segala sesuatu telah dijelaskan dalam diskripsi pekerjaan dengan tanggung jawab dan tugas yang telah tertulis. Sedang peran informal melibatkan atau mengkaitkan preferensi sosial dan personal yang sangat berbeda dengan peran formal (Katz dan Kahn, 1978; Green, 1976; McGrath, 1978).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tantangan yang dihadapi adalah perbaikan yang membutuhkan perubahan secara kontinyu, tetapi tetap konsisten dengan nilai konsumen yang memerlukan stabilitas. Dalam pradigma lama, keseimbangan antara perubahan dan stabilitas ini sering gagal tercapai. manajer lebih melakukan stabilitas yang akhirnya mengorbankan kebutuhan adanya berbagai perubahan melalui proses pengendalian (Control). Dalam paradigma baru, manajer harus melakukan berbagai perubahan secara kontinyu dan juga harus mencapai keseimbangan antara perubahan ini dengan stabilitas, sebab stabilitas merupakan hal yang dibutuhkan konsumen.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Peran manajemen dalam paradigma lama tergambar pada apa yang dijelaskan oleh Henri Fayot (1946) yaitu sebagai penanggung jawab dalam proses perencanaan, pengorganisasian, pengomandoan, pengkoordinasian dan pengendalian. Sedang peran manajemen dalam paradigma baru kemungkinan besar tergambar pada apa yang disampaikan Mintzber (1975) bahwa pada dasarnya manajemen mempunyai sepuluh peran yang dibagi kedalam :</div><ol><li style="text-align: justify;">Tiga peran interpersinat, yaitu figureead, leader, liasion</li>
<li style="text-align: justify;">Tiga peran informasional, yaitu monitor, disseminator, spokesman</li>
<li style="text-align: justify;">Empat peran pengambilan keputusan, yaitu entrepreneur, disturbance handler, resource allocator, dan negosiator.</li>
</ol><b>Model Manajemen Strategi</b><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Dengan adanya perubahan yang kemungkinan besar akan muncul diatas, model manajemen strategi dengan paradigma baru seharusnya mengadopsi berbagai perubahan-perubahan yang akan muncul. Karena sifat dan karakteristik perubahan terjadi secara simultan, maka sejak sekarang atau pada saat ini, perubahan-perubahan yang diyakini telah terjadi harus segera diadopsi kedalam proses penyusunan atau perumusan manajemen strategi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perbedaan utama dalam model manajemen strategi tradisional paradigma lama dengan model manajemen strategi yang telah mengadopsi perubahan-perubahan adalah apa yang seharusnya dilakukan manajemen. Dalam model manajemen strategi tradisional, mendasarkan diri pada pertanyaan :</div><ol><li>Siapakah kita</li>
<li>Dimanakah kita sekarang</li>
<li>Dimanakah kita ingin berada, dan </li>
<li>Bagaimana kita mencapai yang kita inginkan.</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Arah atau tujuan yang ingin dicapai atas rumusan strategi adalah didasarkan (driven) pada kemampuan bersaing (kompetitor), bukan pada kepentingan konsumen. Perumusan strategi dalam model manajemen berparadigma baru, arah yang ingin dicapai adalah didasarkan (driven) pada kepentingan atau kepuasan konsumen daripada perspektif kompetitor. Perumusan strategi didasarkan pada pertanyaan :</div><ol><li>Kebutuhan konsumen yang bagaimanakah yang dapat kita penuhi (tanggung jawab)</li>
<li>Bagaimana kita dapat menyediakan nilai (value) yang terbaik untuk memuaskan kebutuhan konsumen, dan</li>
<li>Kembalian (return) apakah yang dapat kita harapkan</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Dengan mendasarkan pada tiga pertanyaan diatas, proses manajemen strategi seharusnya meliputi delapan aktifitas (Bound, et, Al, 1994) :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Pendefinisian bisnis dalam pengertian visi, filosofi, nilai dan tujuan yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen.</li>
<li>Memperkirakan secara cermat kesempatan-kesempatan diluar dan ancaman-ancaman dalam rangka memperbaiki penyediaan kebutuhan konsumen.</li>
<li>Memperkirakan secara cermat kapabilitas nilai yang ada dalam intern organisasi tingkat kegunaan sumber daya, dan berbagai kelemahan</li>
<li>Pendefinisian berbagai masalah dan isu strategi kunci yang didasarkan pada analisis lingkungan.</li>
<li>Pendefinisian berbagai alternatif straegi yang berkaitan dengan tujuan-tujuan jangka panjang dan strategi-strategi utama</li>
<li>Pemilihan salah satu dari berbagai alternatif strategi.</li>
<li>Pengembangan tujuan setiap tahunan, pengalokasian sumber daya, dan penerapan rencana-rencana jangka pendek</li>
<li>Pemonitoran dan pemerbaikan sistem penyediaan nilai dan nilai konsumen. </li>
</ol><b>Kerangka Berfikir Teoritis</b><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5MBuhDukrHyI2sgWLy5ZEYeSsUyvNv8YWJcd9KU6qjIxpktdM9MYGlePjxx1jRAo_pZuNVI192hqoD6EMsUS9KTV9I-1P964bYuOMsE1ihVbJrQrGYDhkVc5WGe04FV4s6iKTyYixJI4/s1600/7.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5MBuhDukrHyI2sgWLy5ZEYeSsUyvNv8YWJcd9KU6qjIxpktdM9MYGlePjxx1jRAo_pZuNVI192hqoD6EMsUS9KTV9I-1P964bYuOMsE1ihVbJrQrGYDhkVc5WGe04FV4s6iKTyYixJI4/s1600/7.jpg" /></a></div><br />
<b>Hipotesis</b><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Hipotesis penelitian ini terdiri dari beberapa hipotesis diantaranya :</div>H1 : Perubahan lingkungan bisnis akan mengakibatkan perubahan bisnis pada suatu perusahaan baik intern maupun ekstern.<br />
H2 : Perubahan-perubahan lingkungan bisnis berpengaruh terhadap eksistensi sekelompok masyarakat atau perusahaan <br />
H3 : Adanya kemungkinan munculnya dampak perubahan lingkungan bisnis pada eksistensi perusahaan.<br />
H4 : Dampak perubahan lingkungan mempengaruhi perusahaan dalam menetapkan model manajemen strategi.<br />
H5 : Perubahan pandangan paradigma lama menjadi paradigma baru mampengaruhi manajer didalam pengambilan keputusan<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Berbagai perubahan secara mendasar yang pasti terjadi dimasa yang akan datang harus diadopsi dengan basis teoritis yang cukup dalam merumuskan strategi organisasi. Ada berbagai aspek perubahan-perubahan mendasar yang harus dicermati yang akan berpengaruh terhadap model manajemen strategi parsial, seperti strategi pemasaran, strategi pilihan metode kontrol (kendali) organisasi, strategi produksi, dan berbagai strategi lainnya. Perlunya suatu prakarsa antara manajemen tingkat atas dan bawah untuk mendefinisikan nilai-nilai bersama, yang nantinya akan membimbing peringkat manajerial maupun pekerja. Untuk dapat mengantisipasi perubahan-perubahan dunia usaha yang amat cepat dalam bisnis yang demikian kompetitif, maka dibutuhkan sebuah gagasan atau konsep strategi yang dirumuskan dan disepakati bersama semua tingkatan dalam perusahaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Nilai-nilai aspirasi tersebut adalah :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Menciptakan atmosfer yang konduktif sesuai dengan nilai-nilai perusahaan. Para manajer bukanlah orang yang sempurna. Ini memberikan kesempatan pekerja tingkat bawah untuk berani mengambil satu keputusan dan tindakan serta koreksi dari bawah.</li>
<li>Pelatihan karyawan, selain sebagai pelatihan terhadap nilai-nilai perusahaan, pelatihan juga berfungsi sebagai saran mengkomunikasikan nilai-nilai perusahaan secara persuasi. Setelah karyawan mengetahui apa-apa yang diharapkannya, diharapkan konsekuensi mereka untuk ikut menjalankan nilai-nilai tersebut akan lebih terarah.</li>
</ol><b>Daftar Pustaka</b><br />
<ol style="text-align: justify;"><li>Ali Fachry, Fauzi Ihksan Ali, Kontrak Sosial Dunia Usaha dan Politik Nasional, Majalah Manajemen Usahawan, 1998.</li>
<li>Blanchard, Kenneth, Vincent, Norman, The Power of Ethical Manajement, London, Cedar, 1991.</li>
<li>Bounds, Greg. Yorks, Lyle. Adams Mel, Ranney, Gipsie, Beyod Total Quality Management, McGraw-Hill, 1994</li>
<li>Fayol. H, General and Industrial Management, Pitman, New York, 1949</li>
<li>Katz. D, Khan, R. L, The Social Psychology of Organization, John Willey & Sons, New Yprk, 1978</li>
<li>Lawrence, William , Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan, Edisi ketiga, Penerbit Erlangga, 1988</li>
<li>Mintzberg. H, The Manager’ Job : Foklore and Hact, Harvard Business Review, Vol. 53, No. 4, 1975</li>
<li>Muchamad Syafruddin, Manajemen Strategi dalam Bisnis Baru, Jurnal Bisnis Strategi, Vol. 3 / Tahun II / 1999</li>
<li>Prayogo Prasojo, Manajemen Etis : Sebuah Strategi baru Bisnis, Jurnal Bisnis Strategi Vol. 3 / Tahun II / 1999</li>
<li>Peace, William H. The Hard Work of being a Soft Manager, Harvard Business Review, 1991</li>
<li>Pearce, Robinson, Manajemen Strategik, Jilid Satu, Penerbit Binapura Aksara, 1997</li>
<li>Robbins, P. Stephen, Essential of Organization Behavior, Prentice - Hall, Second Edition, 1988</li>
<li>Toffler, A The Third Wave, New York, Morris 1980<br />
</li>
</ol>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-12809786704979934892010-05-01T20:26:00.000-07:002012-08-02T05:53:39.819-07:00Perguruan Tinggi Komputer Di Era Globalisasi<div style="text-align: center;"><div style="text-align: left;"><i>Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)</i></div><div style="text-align: left;"><i>Volume 1 No. 2, 1 Mei 2010 Hal : 1-10</i></div><br />
Mariana Kristiyanti</div><div style="text-align: center;"> Fakultas Ilmu Komputer, Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><i>Abstract</i> </div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>In the last 20 years, we see the growth of Information Technology (IT) running very fast in Indonesia. With information technology, the manifestation can improve performance and enable various activities that can be executed swiftly, precisely and accurately, so that it can improve productivity. So no wonder if many Colleges offer skills in IT field, start to support not only in operational level but also in strategic level. This exploiting should concern to the characteristics of College which is completely different with business world. Investment in the field of IT must be followed by improvement steps and adjustment of human being quality, process, and organization.</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>Key words : information technology, college, college of computer, globalization</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Prospek lulusan bidang TI (Teknologi Informasi) baik MI (Manajemen Informasi), SI (Sistem Informasi), maupun Komputer Akuntansi dalam beberapa tahun ke depan masih tetap menjadi primadona. Bidang Teknologi Informasi atau bisnis lain yang didukung penerapan Teknologi Informasi untuk saat ini dan dimasa yang akan datang tetap mendapat perhatian khusus, karena bersifatnya strategis bagi perkembangan bangsa dan negara Indonesia. Dua aspek penting dalam pengembangan bisnis yang berhubungan dengan Teknologi Informasi adalah infrastruktur dan Sumberdaya Manusia (SDM). Selain kedua aspek tersebut, sebenarnya masih banyak aspek lain seperti pendidikan, finansial dan sebagainya. Namun, lemahnya infrastruktur dan langkanya Sumberdaya Manusia professional dalam bidang ini merupakan penyebab lambatnya perkembangan dan bisnis Teknologi Informasi di Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Dengan meningkatnya permintaan pasar terhadap lulusan maupun kemampuan di bidang komputer (TI) menyebabkan fakultas non TI mengadopsi mata kuliah TI di dalam desain kurikulumnya. Contoh lazim yang kita lihat seperti: mata kuliah programming seperti Visual Basic, sekarang ini tidak hanya di monopoli oleh fakultas TI tetapi juga diajarkan kepada hampir seluruh disiplin ilmu lain yang non TI. Sebaliknya program TI juga banyak mengadopsi disiplin ilmu lain didalam programnya. Singkatnya semakin banyak terjadi kolaborasi mata kuliah TI dengan disiplin ilmu lain. Contoh yang paling umum seperti jurusan sistem informasi, menyelenggarkan program Sistem informasi akuntasi bila bernaung dibawah fakultas TI maka isi mata kuliah TI lebih banyak mendominasi. Tetapi bila bernaung dibawah fakultas Akuntasi maka struktur kurikulumnya didominasi oleh mata kuliah Akuntansi.<b></b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Faktor lain yang mendukung proses kolaborasi ini adalah disebabkan oleh tuntutan dunia industri. Secara umum peta persaingan desain mata kuliah di fakultas TI dapat dibagi sebagai berikut : </div><ol style="text-align: justify;"><li>Perancangan mata kuliah mengarah ke arah kedalaman (aliran vertikal). Aliran ini menekankan faktor spesialisasi produk dalam pengembangan mata kuliahnya. Kita melihat ada fakultas TI mengarah pada pengembangan mata kuliah Multimedia dan Gaming (yang merupakan kombinasi seni dan komputer grafis), Web Technology (penekanan pada teknologi XML dengan koneksi ke database), Database/ERP (penekanan pada kebutuhan database skala besar), Mobile computing (penekanan pada arsitektur TI yang fleksible), Java Computing (penekanan pada J2EE, J2SE, J2ME), Artificial Intelligence dan sebagainya. Adapun harapan yang dijanjikan kepada mahasiswa adalah penguasaan mendalam tentang bidang keahlian tertentu. Mahasiswa memiliki kesempatan berkarir , dengan asumsi bahwa spesialisasi tertentu TI memudahkan dalam pencarian kerja. Permasalahan yang dihadapi oleh aliran ini adalah pihak manejemen fakultas harus memiliki tim Litbang yang kuat serta kerjasama yang kuat dengan pihak Litbang industri TI seperti Sun Microsystem, IBM, Oracle dan sebagainya.</li>
<li>Perancangan mata kuliah mengarah ke arah horizontal (kolaborasi dengan disiplin ilmu lain). Aliran horizontal ini mengacu sifat alami dari TI yaitu dinamis dan mudah di terapkan ke disiplin ilmu lain. Sehingga pengembangan mata kuliah TI perlu di kombinasikan dengan disiplin ilmu lain. Praktek dilapangan menunjukan pengembangan mata kuliah berorientasi pada pemenuhan kebutuhan industri seperti sistem informasi akuntansi, sistem informasi marketing, sistem informasi keuangan dan sebagainya. Perancangan mata kuliah ini melibatkan kerjasama professional dibidang bersangkutan dengan professional TI. Proses desain mata kuliah juga agak berbeda, dengan penekanan pada gabungan aspek manejerial dan aplikasi TI dibidang yang bersangkutan. Karena sifat alaminya merupakan perkawinan dengan disiplin ilmu lain, secara tidak langsung fakultas ilmu komputer akan berkompetisi dengan fakultas lain dalam menjaring mahasiswa. Adapun harapan yang dijanjikan kepada calon mahasiswa adalah: Sarjana Komputer (S.Kom) yang menguasai TI dan manejemen sekaligus. Mahasiswa mampu bekerja di bidang TI dan non TI, dibandingkan dengan fakultas lain yang hanya dapat menjanjikan 1 keahlian saja. Permasalahan lain yang dihadapi aliran horizontal ini adalah sejauh mana level penguasaan TI dan ilmu lain yang dapat diterima oleh dunia industri.</li>
<li>Perancangan mata kuliah mengarah ke arah siap pakai (praktis). Aliran ini menilai bahwa mahasiswa cukup untuk menguasai dasar teori saja kemudian dilanjutkan dengan banyak praktek dan magang di perusahaan. Adapun harapan yang ditawarkan ke mahasiswa adalah lulusan siap pakai dan di terima langsung bekerja di industri. Walaupun konsep siap pakai ini dalam realitasnya banyak mengundang sikap pro dan kontra. Adapun tantangan yang dihadapi aliran ini adalah harus membangun jaringan kerjasama yang kuat dengan perusahaan pemakai tenaga kerja. Proses pembelajaran akan didominasi pembelajaran diperusahaan. Alhasil kualitas intelektual mahasiswa nantinya akan lebih banyak dipengaruhi oleh perusahaan dibandingkan dengan apa yang mereka dapat dikampus.</li>
<li>Perancangan mata kuliah mengadopsi kurikulum atau standar dari negara lain. Sekarang ini kita melihat banyak perguruan tinggi dan sejenisya berasal dari luar negeri yang beroperasi di Indonesia. Proses perancangan kurikulum biasanya mengacu pada standar kualitas di negaranya masing masing. Adapun harapan yang dijanjikan ke mahasiswa adalah mahasiswa lulus dengan kualitas yang sama seperti di negara asalnya dan dapat bekerja di negara-negara yang mengakui kualitas pendidikan asalnya. Adapun tantangan utama yang dihadapi oleh institusi ini adalah bagaimana menyesuaikan sistem pendidikan di negeri asalnya dengan sistem pendidikan di Indonesia, seperti masalah bahasa Inggris, lamanya kuliah, budaya pembelajaran, metode penyusunan mata kuliah, sampai dengan bagaimana membaca peta persaingan pendidikan tinggi di Indonesia. Dikarenakan sistem pendidikan yang berbeda, sering kali juga menyebabkan mahasiswa Indonesia agak sulit memahami kebiasaan yang terjadi di institusi ini. Hal ini menyebabkan institusi ini perlu melakukan lebih banyak sosialisasi ke calon mahasiswanya. Sistem pendidikan yang berbeda ini juga menyebabkan diperlukannya pemahaman yang lebih baik tentang peta persaingan pendidikan tinggi di Indonesia. Sesuatu yang berlaku lazim di negeri asal mungkin tidak terjadi di Indonesia dan sebaliknya. Tantangan lain yang tidak kalah beratnya adalah bagaimana membuat kualitas mutu yang lebih baik daripada partner atau induknya di negeri asalnya.</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Selain dari ke empat pendekatan diatas, faktor lain yang tidak kalah menarik untuk diperhatikan adalah : </div><ol style="text-align: justify;"><li>Tuntutan mahasiswa TI saat ini. Mahasiswa sekarang memiliki alternatif pendidikan yang tidak terbatas. Mereka memiliki pilihan untuk kuliah mengikuti sistem lokal atau sistem luar negeri. Untuk pindah kuliah dari satu institusi ke institusi lain juga dapat dilakukan dengan mudah sekarang ini bila dibandingkan 10 tahun lalu. </li>
<li>Kebutuhan industri dan masyarakat saat ini. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi TI dan persaingan bisnis, mengakibatkan tuntutan kualitas lulusan juga meningkat. Dibandingkan 10 tahun lalu, dimana sarjana komputer dapat bangga dengan ijasah yang dimiliki. Tetapi sekarang setelah lulus dari bangku kuliah, sarjana komputer harus banyak belajar dan beradaptasi dengan lingkungan perusahaan baru. Dulu dengan penguasaan bahasa C saja sudah cukup, tetapi sekarang lulusan harus menguasai Java, Cisco, Windows, Oracle dan lain sebagainya. Disamping penguasaan teknis, kemampuan manejerial dan penguasaan pengetahuan komunikasi sampai kepribadian juga sangat dituntut. Sarjana komputer mungkin adalah sarjana yang paling banyak dituntut kualifikasinya, dibandingkan dengan disiplin ilmu lain. Tuntutan yang tinggi terhadap profesi ini sebanding dengan tingginya permintaan pasar kerja. Hal ini dikarenakan profesi TI yang sifatnya unik, tidak mudah di duplikasikan atau digantikan oleh orang lain yang walaupun profesinya sama.</li>
<li>Tuntutan idealisme institusi. Pada saat sekarang ini, tuntutan idealisme pendidikan merupakan hal tersulit bagi semua institusi pendidikan tinggi khususnya perguruan tinggi swasta (PTS), yang notabene mayoritas pendapatannya di dapat dari uang kuliah mahasiswa.</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Dari ketiga tuntutan diatas, tuntutan idealisme institusi adalah tuntutan yang mungkin tersulit dihadapi sekaligus tantangan bagi semua manejemen fakultas TI.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Mempersiapkan Sumber Daya Manusia TI</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Sejak tahun 1990-an Indonesia telah mengusahakan peningkatan kualitas TI untuk menghadapi kelangkaan Sumber Daya Manusia TI dimasa itu. Hal ini dibuktikan dengan tumbuh suburnya berbagai lembaga pendidikan baik formal maupun non formal, mulai dari LPK, Training Center, SMKTI, Akademi, Politeknik sampai dengan Perguruan Tinggi baik Negeri maupun swasta. Jurusannya pun beraneka ragam, mulai dari Teknik Informasi, Sistem Informasi, Managemen Informatika, Ilmu Komputer, dan sebagainya. Lulusan tenaga TI ini secara umum menghasilkan Sumber daya Manusia yang terampil menggunakan produk Teknologi Informasi atau IT user dan Sumber daya Manusia yang terampil menghasilkan produk Teknologi Informasi atau IT producer.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Sampai saat ini tidak kurang dari 200 perguruan tinggi (PT) baik negeri maupun swasta di Indonesia yang memiliki program studi terkait dengan TI untuk jenjang pendidikan sarjana, magister, dan doktoral. Sekitar 300 lainnya untuk jenjang Diploma III dan Diploma IV, yang keseluruhannya menghasilkan kurang lebih 25,000 lulusan setiap tahunnya. Kalangan pengamat industri menilai bahwa jumlah itu sangat jauh dari kebutuhan industri yang sebenarnya, yang mencapai sekitar 500,000 lulusan bidang Teknologi Informasi setiap tahunnya. Bahkan diperkirakan untuk tahun 2020 jumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia sekitar 6 juta orang per tahun dengan asumsi sekitar 7% mahasiswanya mengambil disiplin TI.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Perguruan tinggi yang menghasilkan sarjana di bidang Teknologi Informasi sebenarnya sudah banyak, namun kualitas lulusannya belum bisa dikatakan memadai. Dalam suatu diskusi dengan seorang pelaku bisnis software terkemuka beberapa waktu lalu, perguruan tinggi di Indonesia umumnya menghasilkan programmer akan tetapi belum mampu menghasilkan software engineer, dan dapat dipastikan tidak lebih dari 2 perguruan tinggi saja yang mampu menghasilkan software engineer. Untuk itu, bagi sebagian besar perguruan tinggi perlu bebenah agar mampu menghasilkan lulusan dengan kualitas software engineer. Bangsa Indonesia masih lebih menjunjung gelar dibandingkan kemampuan, oleh karena itu pemikiran seperti ini harus mulai ditinggalkan, karean gelar bukanlah segalanya, tetapi kemampuan lebih bermanfaat dan utama daripada gelar tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Walaupun volume lulusan pendidikan formal seperti Diploma II, Diploma III, Sarjana (S1), dan Magister (S2) sudah cukup besar, namun kita masih membutuhkan banyak Sumber daya Manusia yang handal dan professional. Namun lulusan IT di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan untuk bersaing dengan tenaga IT lulusan luar, maka sangat diperlukan pendidikan yang sifatnya lebih professional. Karena dalam dunia TI yang diperlukanan bukan gelar kesarjanaannya saja, melainkan kemampuan atau skill.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Peluang Bersaing di Pasar Global</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Struktur industri, tipe pengguna, dan produk/jasa dalam domain pasar global tidak jauh berbeda dengan pasar domestik. Yang secara signifikan membedakannya adalah tuntutan standar pengetahuan, kompetensi, maupun keahlian Sumber daya Manusia dan kualitas produk atau jasa yang dihasilkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Saat ini, sebagian besar perusahaan di Indonesia, menggunakan paket perangkat lunak aplikasi siap pakai yang dibuat oleh perusahaan besar seperti Microsoft, Mac, Sun Microsystem, Oracle, dan sebagainya maupun yang tailor-made (dilakukan oleh perusahaan konsultan asing). Namun demikian peluang untuk mengembangkannya masih terbuka lebar, karena 100 produk perangkat lunak terbaik hanya mengisi tidak lebih dari 45% total pasar dunia. Kenyataan inilah yang memacu negara seperti India, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan lain-lain menyediakan jasanya baik dalam bentuk pembuatan aplikasi siap pakai, maupun yang bersifat jasa customization.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh para profesional software engineering di Indonesia adalah kemampuannya membuat perangkat lunak aplikasi yang memenuhi standar kualitas international best practices. Bisnis yang menjadi primadona dalam industri perangkat lunak saat ini adalah outsourcing pembuatan modul-modul software pesanan negara ke negara-negara Asia. Mereka mengirimkan technical requirements dan technical designnya, sedang pembuatan modul programnya dilakukan di perusahaan Asia.<br />
<br />
Hal ini dilakukan tidak saja melihat karena tenaga kerja yang lebih murah, tetapi juga lebih produktif.</div><div style="text-align: justify;">Hanya saja, peningkatan kompetensi SDM lokal dalam upaya memenuhi standar kualitas internasional sering diartikan sebagai dimilikinya sertifikasi bertaraf internasional. Meski hal itu, tidak terkait langsung dengan kualitas pendidikan formal yang telah dimilikinya. Pada tahun 2000 saja titak kurang dari 1,8 juta profesional di dunia yang telah memperoleh sertifikat, seperti MCP, MCSE, MCTS, MCSD, CNE, CNA, dan lain sebagainya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Satu-satunya hambatan Indonesia dalam memacu profesionalnya untuk memenuhi kriteria tersebut adalah mahalnya biaya mendapatkan sertifikasi. Karenanya, perlu sinergi dalam memecahkan masalah tersebut. Sertifikasi internasional ini merupakan modal tambahan yang cukup signifikan di samping gelar kesarjanaan, karena sering kali proses tender internasional memprasyaratkan tersedianya profesional dengan sertifikat keahlian tertentu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Standar Sertifikasi</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Pada dasarnya penyedia tenaga TI adalah perguruan tinggi (PT) bidang informatika dan Komputer. Menurut data Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Komputer (Aptikom) lulusan TI di Indonesia tahun 2005 tidak kurang dari 20.000 orang. Sayangnya hanya 10 % yang bisa terserap oleh industri yang membutuhkan tenaga TI. Permasalahannya memang tidak hanya dari jumlah yang dibutuhkan, tetapi yang penting adalah mutu lulusan yang sesuai dengan permintaan industri.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Kunci keberhasilan dalam memperoleh pekerjaan tentu saja tidak semudah membalikkan tangan, tapi harus direbut dengan kesungguhan dan usaha yang keras sejak mulai pembelajaran. Selain dari pada itu juga ada kiat lain, yaitu dengan memperoleh sertifikasi yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan internasional, seperti Microsoft, Oracle, Sisco, dan lain-lain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Cepatnya perkembangan TI, dan semakin kompleknya teknologi tidak memungkin pendidikan formal dengan cepat bisa mengadopsi perubahan tersebut dengan cepat. Salah satu kunci keberhasilan dalam merebut kesempatan kerja bidang TI, di samping mengikuti pendidikan formal, juga sebaiknya mengikuti pelatihan nonformal yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga sertifikasi yang diakui secara internasional. Sebagai contoh untuk mendapatkan sertifikasi Microsoft, maka calon tenaga TI harus mengikuti pendidikan dan mengambil exam secara online di salah satu training center Microsoft yang bersertifikasi CTEC (Certifiend Technical Eduation Center), atau lembaga yang memiliki sertifikasi internaasional untuk training center.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Berikut ini contoh sertifikasi yang dikeluarkan beberapa vendor internasional yang diakui secara luas baik di Indonesia maupun di luar negeri :</div><ol style="text-align: justify;"><li>Sertifikasi Internasional untuk bahasa pemograman Java yang dikeluarkan oleh Sun Corporation, meliputi 3 kategori sertifikasi, yaitu :</li>
<ul><li>SCP (Sun Certified Programmer)</li>
<li>SCD (Sun Certified Developer)</li>
<li>SCA (Sun Certified Architect) </li>
</ul><li>Sertifikasi lain yang juga dikeluarkan oleh Sun adalah : </li>
<ul><li>SCWCD (Sun Certified Web Component Developer)</li>
<li>SCBCD (Sun Certified Business Component Developer)</li>
<li>SCDJS (Sun Certified Developer for Java Web Service)</li>
<li>SCMA (Sun Certified Mobile Application Developer)</li>
</ul><li>Sertifikasi Internasional yang dikeluarkan Microsoft menawarkan beberapa sertifikasi internasional sebagai pengakuan atas keahlian, kemampuan dan pengetahuan mereka dalam bidang tertentu, yaitu : </li>
<ul><li>MCP (Microsoft Certified Professional)</li>
<li>MCTS (Microsoft Certified Technical Solution)</li>
<li>MCSE (Microsoft Certified System Engineer)</li>
<li>MCAD (Microsoft Certification Application Development)</li>
<li>MCSD (Microsoft Certified Solution Developer)</li>
<li>MCT (Microsoft Certified Trainer) </li>
</ul><li>Sedangkan sertifikasi internasiona yang erat kaitannya dengan networking yang dikeluarkan oleh Cisco. Dalam hal ini Cisco mengeluarkan beberapa sertifikasi internasional, yaitu Associate Professional dan Expert, antara lain : </li>
<ul><li>CCNA (Cisco Certified Network Associate)</li>
<li>CCNP (Cisco Certified Network Professional)</li>
<li>CCIE (Cisco Certified Inrernetworking Expert)</li>
</ul></ol><div style="text-align: justify;"><b>Kebutuhan Tenaga TI di Indonesia</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
Diperkirakan pada tahun 2010 kebutuhan tenaga TI di Indonesia akan mencapai angka 327.813. Dari hasil riset IDC (International Data Center), terungkap bahwa ternyata masih banyak peluang kerja di bidang TI di Indonesia yang masih belum tergarap. Sementara nilai pasar yang tersedia mencapai US$1.7 milyar atau 164 triliun rupiah. Kalau Anda punya keberanian menyebrang ke negeri jiran, peluangnya tentu jauh lebih besar lagi. Berdasarkan data yang dikeluarkan lembaga survei terkemuka diperkirakan sampai tahun 2015 di luar negeri akan tersedia 3.3 juta lapangan kerja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Kebutuhan tenaga TI tersebut akan semakin bertambah jika e-gouvernment dan otonomi daerah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan sudah mulai dilaksanakan dengan baik. Maka dapat diperkirakan seluruh Instansi pemerintah di Indonesia setiap tahunnya paling tidak kurang membutuhkan tenaga sebanyak 5.489 tenaga TI, dalam hal ini TI, MI dan Sistem Akunansi. Sementara untuk bidang Cyber media yang untuk saat ini tidak kurang dari 1.921 media, dengan perkiraan satu media membutuhkan 21 ahli TI, maka seluruhnya akan tersedia lowongan sebanyak 40.341 orang ahli TI. Selain dari pada itu masih ada sektor lainnya yang membutuhkan tenaga TI, antara lain asuransi, multimedia, elektronika, otomotif, farmasi, ritel, bursa efek, percetakan, agrobisnis, eksplorasi dan lain sebagainya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Kesimpulan</b></div><div style="text-align: justify;">Perkembangan teknologi informasi Indonesia sangat dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya manusia dalam memahami komponen teknologi informasi, seperti perangkat keras dan perangkat lunak komputer; sistem jaringan dan sistem telekomunikasi yang akan digunakan untuk mentransfer data. Kebutuhan akan tenaga yang berbasis teknologi informasi masih terus meningkat, hal ini bisa terlihat dengan banyaknya jenis pekerjaan yang memerlukan kemampuan di bidang teknologi informasi di berbagai bidang, juga jumlah SDM professional dengan berkemampuan baik dalam bidang teknologi informasi masih sedikit, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
Tantangan terbesar dari sebuah Perguruan Tinggi computer adalah mencetak Sumberdaya Manusia yang berkualitas dan professional, serta infrastruktur TI yang baik yang sesuai, dimana hal ini merupakan syarat mutlak untuk mencapai tingkat keberhasilan dan kesuksesan di masa yang akan datang. Sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini, apabila kita tidak mau ketinggalan, maka peningkatan kualitas SDM dalam bidang teknologi informasi harus ditingkatkan. Hal ini sesuai dengan tuntutan dan perkembangan teknologi informasi itu sendiri. Selain peningkatan SDM dan infrastruktur TI yang memadai, juga diperlukan suatu kerangka teknologi informasi nasional yang akan mewujudkan masyarakat Indonesia siap menghadapi pasar global yang dapat menyediakan akses universal terhadap informasi kepada masyarakat luas secara adil dan merata, meningkatkan koordinasi dan pendayagunaan informasi secara optimal, meningkatkan efisiensi dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, meningkatkan pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi, termasuk penerapan peraturan perundang-undangan yang mendukungnya serta mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><ul style="text-align: justify;"><li>Natakusumah, E.K (2002), “Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia”, Pusat Penelitian Informatika,LIPI Bandung</li>
<li>Richardus Eko Indrajit (2002), “Evolusi Perkembangan Teknologi Informasi”, Renaissance Research Centre Prayoto, “Menyoal Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia”, Fakultas Teknik UNIKOM, Bandung</li>
<li>Tata Sutabri (2009), “Tantangan Perguruan Tinggi Komputer di Era Informasi”</li>
<li>Tutang (2009), :Peluang dan Tantangan Lulusan Bidang Teknologi Informasi di Indonesia”</li>
</ul>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-88223181420664966482010-03-10T22:59:00.000-08:002012-07-31T23:03:42.727-07:00Strategi Menciptakan Daya Saing Produk Melalui Orientasi Kewirausahaan, Inovasi dan Kapabilitas Pemasaran (Studi Kasus pada UKM Manufaktur di Semarang)<i>Laporan Penelitian, 10 Maret 2010</i><br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari SE,MM</div><div style="text-align: center;">Mariana Kristiyanti S.Kom,MM</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>ABSTRAKSI</b></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penelitian ini menganalisis pengaruh orientasi kewirausahaan, inovasi, dan kapabilitas pemasaranterhadap daya saing produk.Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah usaha manufaktur kecil danmenengah di Semarang yang berjumlah 100 industri.Alat analisis data yang digunakan adalah Structural EquationModelling (SEM) melalui program AMOS 5.0.Hasil analisis data menunjukkan bahwa model penelitian dapat diterima dengan goodness offit, seperti yang disyaratkan.Semua hipotesis dapat diterima setelah dilakukananalisis SEM. Hal ini berarti orientasi kewirausahaan, inovasi, dan kapabilitas pemasaranberpengaruh positifdan signifikan terhadap terhadap daya saing produk.Secara umum kesimpulan dari hasil pengujian model yang diterapkan pada usaha manufaktur kecil danmenengah di Semarang menunjukkan bahwa daya saing produk dapat dicapaimelalui orientasi kewirausahaan, inovasi, dan kapabilitas pemasaran.</div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-20830339396928385982010-01-01T03:06:00.000-08:002012-08-02T05:55:31.389-07:00Internet Sebagai Media Pembelajaran Yang Efektif<div style="text-align: center;"><div style="text-align: left;"><i>Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)</i></div><div style="text-align: left;"><i>Volume 1 No. 1, 1 Januari 2010 Hal : 8-29</i></div><br />
Mariana Kristiyanti</div><div style="text-align: center;">Fakultas Ilmu Komputer, Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><i>Abstract</i></div><div style="text-align: center;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>By the changing of learning paradigm, the success of teaching and learning process both in university and at school is determined not only by teacher/lectures factor but also by the active factor of learner. Nowadays, teacher and students can get information either from the library or from internet technology that gives ease and vastness in discovering knowledge. By internet the students may access all needed reference fast, so that it can make learning process conducting more easily.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Key words: Internet, learning media, teaching and learning process, knowledge</i></div><div style="text-align: justify;"><b><br />
</b></div><div style="text-align: justify;"><b>Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Era globalisasi saat ini merupakan salah satu dampak perkembangan dalam bidang Teknologi Informasi(TI). Perkembangan TI tidak dapat lepas dari teknologi komputer . Hal ini ditunjukkan oleh pesatnya perkembangan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) serta aplikasinya dalam berbagai bidang seperti pendidikan, dunia usaha dan perkantoran dsb. Salah satu perkembangan teknologi komputer adalah teknologi jaringan komputer dan internet. Teknologi ini mampu menyambungkan hampir semua komputer yang ada didunia sehingga bisa saling berkomunikasi dan bertukar informasi. Bentuk informasi yang dapat ditukar dapat berupa data teks, gambar,gambar bergerak dan suara (Tabratas Tharom,dkk,2002).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan adanya internet ini dunia menjadi terasa tanpa batas ruang dan waktu. Dengan adanya internet ini segala bentuk informasi menjadi semakin terbuka. Apa yang baru saja terjadi di berbagai belahan dunia dapat diketahui dengan cepat di belahan dunia yang lain. Kecanggihan teknologi sudah tersedia, dimana melalui teknologi internet kita dapat memperoleh segala macam informasi dan komunikasi mulai dari informasi pendidikan, politik, ekonomi,bahan riset, iklan, gaya hidup, belanja, hiburan dsb yang menyangkut seluruh aspek kehidupan yang terjadi dan ada di seluruh belahan dunia. Ketersediaaan pusat informasi yang dapat diakses dimanapun dan kapanpun serta berisi tentang apapun yang kita ingin ketahui dan Internet juga memungkinkan terbentuknya jaringan komunikasi multimedia yang begitu luas ke seluruh dunia, alangkah sayang jika tidak termanfaatkan/tidak mampu memanfaatkannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam membangun SDM dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengikuti (Up date) perkembangan aplikasi IPTEK didunia Industri agar lulusannya memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Dari fakta tersebut salah satu cara untuk mampu mengikuti perkembangan IPTEK yang cepat adalah selalu aksese informasi yang up to date dan semua itu dapat di dapat melalui internet.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejarah IT dan Internet tidak dapat dilepaskan dari bidang pendidikan. Adanya Internet membuka sumber informasi yang tadinya susah diakses. Akses terhadap sumber informasi bukan menjadi malasah lagi. Perpustakaan merupakan salah satu sumber informasi yang mahal harganya. Adanya Internet memungkinkan seseorang di Indonesia untuk mengakses perpustakaan di perguruan tinggi dalam maupun luar negeri (digital liberary).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kerjasama antar guru, dosen, pakar dan juga dengan mahasiswa/peserta didik yang letaknya berjauhan secara fisik dapat dilakukan dengan lebih mudah. Dahulu, seseorang harus berkelana atau berjalan jauh untuk menemui seorang dosen/pengajar untuk mendiskusikan sebuah masalah. Saat ini hal ini dapat dilakukan dari rumah dengan memanfaatkan email atau chating. Makalah dan penelitian dapat dilakukan dengan saling tukar menukar data melalui Internet, via email, ataupun dengan menggunakan mekanisme file sharring. Mahasiswa dimanapun di Indonesia dapat mengakses pakar atau dosen yang terbaik di Indonesia dan bahkan di dunia. Batasan geografis bukan menjadi masalah lagi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Teknologi internet hadir sebagai media yang multifungsi. Komunikasi melalui internet dapat dilakukan secara interpesonal (misalnya e-mail dan chatting) atau secara masal, yang dikenal one to many communication (misalnya mailing list). Internet juga mampu hadir secara real time audio visual seperti pada metoda konvensional dengan adanya aplikasi teleconference. Berdasarkan hal tersebut, maka internet sebagai media pendidikan mampu menghadapkan karakteristik yang khas, yaitu : (a). sebagai media interpersonal dan massa (b) bersifat interaktif (c). memungkinkan komunikasi secara sinkron maupun asinkron.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karakteristik ini memungkinkan mahasiswa/peserta didik melakukan komunikasi dengan sumber ilmu secara lebih luas bila dibandingkan dengan hanya menggunakan media konvensional. Teknologi internet menunjang mahasiswa/peserta didik yang mengalami keterbatasan ruang dan waktu untuk tetap dapat menikmati pendidikan. Metoda talk dan chalk, dapat dimodifikasi dalam bentuk komunikasi melalui e-mail, mailing list, dan chatting.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berikut adalah beberapa manfaat penggunaan teknologi informasi : (a) arus informasi tetap mengalir setiap waktu tanpa ada batasan waktu dan tempat (b) kemudahan mendapatkan resource yang lengkap (c) aktifitas pembelajaran pelajar meningkat (d) daya tampung meningkat (e) adanya standardisasi pembelajaran (f) meningkatkan learning outcomes baik kuantitas/kualitas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Peran media internet (tentu saja media komputer yang menjadi perangkat utamanya) semakin meningkat pesat dari waktu ke waktu. Maka diperkirakan mesin jenius ini akan menjadi kebutuhan dominan yang tak terlupakan dalam kehidupan manusia pada masa-masa mendatang. Di dunia serba digital saat ini, internet bagi manusia, meluncur dan tumbuh subur menjadi sebuah kebutuhan. Internet memang memudahkan pelajar mendapatkan segala informasi yang berhubungan dengan dunia pendidikan (pelajaran).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa pusat pendidikan termasuk sekolah lanjutan tingkat atas sampai perguruan tinggi saat ini begitu serius memaksimalkan pengadaan fasilitas internet di sekolah dan kampus masing-masing untuk meningkat mutu pendidikan. Dari beberapa sekolah dan universitas sudah ada yang membuka website untuk memberikan kemudahan bagi khalayak untuk mengakses informasi tentang sekolah dan universitas yang bersangkutan. Mengacu pada paparan diatas, tentunya peranan teknologi informasi khususnya internet tidak dapat disangkal dan telah memberikan kontribusi yang besar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pembahasan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Proses Belajar adalah proses untuk merubah dari yang tidak tahu menjadi tahu. Maka didalam belajar terdapat informasi informasi (pengetahuan) yang harus diberikan kepada mahasiswa/peserta didik. Untuk memperoleh informasi harus dicari dari sumber sumber informasi. Salah satu sumber informasi adalah intrernet. Internet adalah pusat informasi yang multi bidang. Semua aspek kehidupan baik yang berdampak positif maupun negative dapat diakses dan diperoleh dari internet. Oleh karena itu dalam pemanfaatan internet kita harus memiliki filter keimananan serta moralitas yang baik untuk menyeleksi informasi yang akan kita peroleh.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa manfaat internet untuk kepentingan pembelajaran adalah:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Pengembangan Profesional</div><ul><li>Meningkatkan pengetahuan</li>
<li>Berbagi sumber informasi diantara rekan sejawat/ sedepartemen</li>
<li>Berkomunikasi ke seluruh belahan dunia</li>
<li>Kesempatan untuk menerbitkan/mengumumkan secara langsung</li>
<li>Mengatur komunikasi secara teratur</li>
<li>Berpatisipasi dalam forum dengan rekan sejawat baik local maupun internasional</li>
</ul>2. Sumber Belajar/Pusat Informasi<br />
<ul><li>Informasi media dan metodologi pembelajaran</li>
<li>Bahan baku & bahan ajar untuk segala bidang pelajaran</li>
<li>Akses informasi IPTEK</li>
<li>Bahan Pustaka/referensi </li>
</ul>3. Belajar sendiri secara cepat :<br />
<ul><li><span lang="ES" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Meningkatkan pengetahuan</span></li>
<li><span lang="ES" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Belajar berinteraktif </span></li>
<li><span lang="ES" style="font-family: 'Times New Roman', serif; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mengembangkan kemampuan di bidang penelitian </span></li>
</ul>4. Menambah wawasan, pergaulan, pengetahuan, pengembangan karier<br />
<ul><li>Meningkatkan komunikasi dengan seluruh masyarakat lain</li>
<li>Meningkatkan kepekaan akan permasalahan yang ada diseluruh dunia</li>
<li>Informasi beasiswa, lowongan pekerjaan, pelatihan</li>
<li>Hiburan dsb</li>
</ul><div style="text-align: justify;">Dan masih banyak lagi manfaat yang bisa diperoleh dari internet sesuai kebutuhan informasi yang ingin diperoleh. Namun efek efek negative internet pun harus diwaspadai seperti penyebaran virus komputer, pornografi, plagiat, penipuan dan pencurian dsb.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Internet adalah kependekan dari inter-network. Secara harfiah mengandung pengertian sebagai jaringan komputer yang menghubungkan beberapa rangkaian (www.wikipedia.com). Jaringan internet juga didefinisikan sebagai jaringan komputer yang mampu menghubungkan komputer di seluruh dunia sehingga berbagai jenis dan bentuk informasi dapat dikomunikasikan antar belahan dunia secara instan dan global (www.jurnal-kopertis4.org). Selain kedua pengertian di atas, internet juga disebut sebagai sekumpulan jaringan komputer yang menghubungkan situs akademik, pemerintahan, komersial, organisasi, maupun perorangan. Internet menyediakan akses untuk layanan telekomunikasi dari sumber daya informasi untuk jutaan pemakainya yang tersebar di seluruh dunia. Layanan internet meliputi komunikasi langsung (e-mail, chat), diskusi (usenet news, milis, bulletin board), sumber daya informasi yang terdistribusi (World Wide Web, Ghoper), remote login dan lalu lintas file (Telnet, FTP), serta berbagai layanan lainnya (www.andhika.com).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sejalan dengan perkembangan internet, telah banyak aktivitas yang dilakukan dengan memanfaatkan jaringan internet, seperti e-Commerce, e-Banking, e-Government, e-Learning dan lainnya. Salah satu aktivitas yang berkaitan dengan proses pembelajaran adalah e-Learning. E-Learning adalah wujud penerapan teknologi informasi di bidang pendidikan dalam bentuk sekolah maya. E-Learning merupakan usaha untuk membuat sebuah transformasi proses belajar mengajar di sekolah dalam bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi internet.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kekayaan informasi yang sekarang tersedia di internet telah lebih mencapai harapan dan bahkan imajinasi para penemu sistemnya. Melalui internet dapat diakses sumber-sumber informasi tanpa batas dan aktual dengan sangat cepat. Adanya internet memungkinkan seseorang di Indonesia untuk mengakses perpustakaan di Amerika Serikat dalam bentuk Digital Library. Sudah banyak pengalaman tentang kemanfaatan internet dalam penelitian dan penyelesaian tugas akhir mahasiswa. Tukar menukar informasi atau tanya jawab dengan pakar dapat juga dilakukan melalui internet. Tanpa teknologi internet banyak tugas akhir dan thesis atau bahkan desertasi yang mungkin membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikannya (www.jurnal-kopertis4.org).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Para akademisi merupakan salah satu pihak yang paling diuntungkan dengan kemunculan internet. Berbagai referensi, jurnal, maupun hasil penelitian yang dipublikasikan melalui internet tersedia dalam jumlah yang berlimpah. Para mahasiswa/peserta didik tidak lagi harus mengaduk-aduk buku di perpustakaan sebagai bahan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah/sekolahnya. Cukup memanfaatkan search engine, materi-materi yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan cepat. Selain menghemat tenaga dan biaya dalam mencarinya, materi-materi yang dapat ditemui di internet cenderung lebih up to date.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bagi para pengajar/dosen, internet bermanfaat dalam mengembangkan profesinya, karena dengan internet dapat : (a) meningkatkan pengetahuan, (b) berbagi sumber diantara rekan sejawat, (c) bekerjasama dengan pengajar di luar negeri, (d) kesempatan mempublikasikan informasi secara langsung, (e) mengatur komunikasi secara teratur, dan (f) berpartisipasi dalam forum-forum lokal maupun internasional. Di samping itu para pengajar juga dapat memanfaatkan internet sebagai sumber bahan mengajar dengan mengakses rencana pembelajaran atau silabus online dengan metodologi baru, mengakses materi kuliah/mata pelajaran yang cocok untuk mahasiswa/peserta didiknya, serta dapat menyampaikan ide-idenya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara itu mahasiswa/peserta didik juga dapat menggunakan internet untuk belajar sendiri secara cepat, sehingga akan meningkatkan dan memeperluas pengetahuan, belajar berinteraksi, dan mengembangkan kemampuan dalam bidang penelitian (www.pendidikan.net). Dalam www.jurnal-kopertis4.org disebutkan beberapa manfaat internet bagi pendidikan di Indonesia, yaitu : akses ke perpustakaan, akses ke pakar, perkuliahan online, layanan informasi akademik, menyediakan fasilitas mesin pencari data, menyediakan fasilitas diskusi, dan fasilitas kerjasama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menurut Association for Educational Communications and Technology sumber pembelajaran adalah segala sesuatu atau daya yang dapat dimanfaatkan oleh pengajar/guru, baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan, untuk kepentingan belajar mengajar dengan tujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi tujuan pembelajaran. Sumber pembelajaran dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu : </div><ol style="text-align: justify;"><li>Sumber pembelajaran yang sengaja direncanakan (learning resources by design), yakni semua sumber yang secara khusus telah dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal; dan</li>
<li>Sumber pembelajaran yang karena dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni sumber belajar yang tidak secara khusus didisain untuk keperluan pembelajaran namun dapat ditemukan, diaplikasikan, dan dimanfaatkan untuk keperluan belajar-salah satunya adalah media massa.</li>
</ol><div style="text-align: justify;">Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian "dapat" di sini menekankan pada pengertian, bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial. Yang penting ialah "The communicator is a social organization capable or reproducing the message and sending it simultaneously to large number of people who are spartially separated”. Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu : media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan media elektronik (televisi dan radio, termasuk internet) (http://artikel.us/mangkoes6-04-2.html).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan kajian pustaka di atas menunjukkan bahwa peningkatan kualitas pendidikan di perguruan tinggi dapat ditempuh melalui berbagai cara, antara lain : peningkatan kompetensi dosen, peningkatan muatan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran dan penilaian hasil belajar, peningkatan bekal ketrampilan mahasiswa/peserta didik, penyediaan bahan ajar yang memadai, dan penyediaan sarana belajar. Ketersediaan bahan ajar dan sarana belajar merupakan faktor penting dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Namun demikian sering kali bahan ajar yang ada di perpustakaan tidak mampu memenuhi kebutuhan belajar mahasiswa/peserta didik, sehingga perlu memanfaatkan sumber belajar yang lain. Salah satu sumber belajar yang dapat digunakan oleh mahasiswa/peserta didik secara mandiri adalah jaringan internet. Untuk itu, bekal ketrampilan mahasiswa/peserta didik khususnya dalam memanfaatkan teknologi internet sangat diperlukan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Melalui internet, mahasiswa/peserta didik dapat mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan sesuai kebutuhan yang relevan dengan subjek mata kuliah. Sehingga pemanfaatan jaringan internet sebagai sumber belajar, akan membantu mempermudah dan mempercepat penyelesaian tugas-tugas perkuliahan, termasuk penyelesaian tuga akhir. Oleh karena itu, dosen/pengajar sebagai motivator dan dinamisator dalam pembelajaran hendaknya memberi dorongan serta menciptakan kondisi agar mahasiswa/peserta didik dapat secara aktif menemukan ilmu pengetahuan baru melalui pemanfaatan teknologi internet.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>E-learning</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sekilas perlu kita pahami ulang apa e-Learning itu sebenarnya. E-Learning adalah pembelajaran jarak jauh (distance Learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer dan/atau Internet. E-Learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran/perkuliahan di kelas. E-Learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal atau internet. Sebenarnya materi e-Learning tidak harus didistribusikan secara on-line baik melalui jaringan lokal maupun internet, distribusi secara off-line menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-Learning. Dalam hal ini aplikasi dan materi belajar dikembangkan sesuai kebutuhan dan didistribusikan melalui media CD/DVD, selanjutnya pembelajar dapat memanfatkan CD/DVD tersebut dan belajar di tempat di mana dia berada. Dan juga bisa menggunakan fasilitas gratis blog, seperti yang disediakan oleh google yaitu www.blogspot.com</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>”E-learning secara harfiah merupakan akronim dari E & Learning. E = electronic sedang Learning = proses belajar, jadi mudahnya E-learning adalah sistem pembelajaran secara elektronik, menggunakan media elektronik, internet , komputer dan file multimedia (suara, gambar, animasi dan video)”</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ada beberapa pengertian berkaitan dengan e-Learning sebagai berikut :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Pembelajaran jarak jauh</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">E-Learning memungkinkan pembelajar untuk menimba ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Pembelajar bisa berada di Nganjuk, sementara “instruktur” dan pelajaran yang diikuti berada di tempat lain, di kota lain bahkan di negara lain. Interaksi bisa dijalankan secara on-line dan real-time ataupun secara off-line atau archieved.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mahasiswa/pesrta didik dapat belajar dari komputer di sekolah ataupun di rumah dengan memanfaatkan koneksi jaringan lokal ataupun jaringan Internet ataupun menggunakan media CD/DVD yang telah disiapkan. Materi belajar dikelola oleh sebuah pusat penyedia materi di kampus/sekolah, atau perusahaan penyedia content tertentu. Pembelajar bisa mengatur sendiri waktu belajar, dan tempat dari mana ia mengakses pelajaran.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Pembelajaran dengan perangkat komputer</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">E-Learning disampaikan dengan memanfaatkan perangkat komputer. Pada umumnya perangkat dilengkapi perangkat multimedia, dengan cd drive dan koneksi Internet ataupun Intranet lokal. Dengan memiliki komputer yang terkoneksi dengan intranet ataupun Internet, pembelajar dapat berpartisipasi dalam e-Learning. Jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi tidak dibatasi dengan kapasitas kelas. Materi pelajaran dapat diketengahkan dengan kualitas yang lebih standar dibandingkan kelas konvensional yang tergantung pada kondisi dari dosen/pengajar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jika pembelajaran konvensional di kelas mengharuskan mahasiswa/peserta didik untuk hadir di kelas pada jam-jam tertentu (seringkali jam ini bentrok dengan kegiatan rutin siswa), maka e-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses pelajaran. Mahasiswa/peserta didik tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat pelajaran disampaikan, e-learning bisa diakses dari mana saja yang memiliki akses ke Internet. Bahkan, dengan berkembangnya mobile technology (dengan palmtop, bahkan telepon selular jenis tertentu), semakin mudah mengakses e-learning. Berbagai tempat juga sudah menyediakan sambungan internet gratis (di bandara internasional dan cafe-cafe tertentu), dengan demikian dalam perjalanan pun atau pada waktu istirahat makan siang sambil menunggu hidangan disajikan, Anda bisa memanfaatkan waktu untuk mengakses e-learning.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Manfaat Pembelajaran E-Learning</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sedangkan manfaat pembelajaran elektronik menurut A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996) terdiri atas 4 hal, yaitu :</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">a. Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan dosen/pengajar, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hal ini dikarenakan, pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan dosen/pengajar/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh beberapa mahasiswa/ peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik. Mahasiswa/Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan dari teman sekelas (Loftus, 2001).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">b. Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja (Dowling, 2002). Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan dosen/peserta didik. Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">c. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">d. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri. Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar elektronik ini perlu dikuasai terlebih dahulu oleh instruktur yang akan mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan pengelolaan kegiatan pembelajarannya sendiri. Harus ada komitmen dari instruktur yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar peserta didiknya dan sekaligus secara teratur memotivasi peserta didiknya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pendidikan Jarak Jauh :</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sistem pendidikan jarak jauh adalah metode pengajaran dimana aktivitas pengajaran dilaksanakan secara terpisah dari aktivitas belajar. Sebagian besar karena mahasiswa/peserta didik bertempat tinggal jauh atau terpisah dari lokasi lembaga pendidikan. Sebagian karena alasan sibuk sehingga peserta didik yang tinggalnya dekat dari lokasi lembaga pendidikan tidak dapat mengikuti proses pembelajaran di lembaga tersebut. Keterpisahan kegiatan pengajaran dari kegiatan belajar adalah ciri yang khas dari pendidikan jarak jauh. Sistem pendidikan jarak jauh merupakan suatu alternatif pemerataan kesempatan dalam bidang pendidikan. Sistem ini dapat mengatasi beberapa masalah yang ditimbulkan akibat beberapa diantaranya; keterbatasan tenaga pengajar, jarak antara lembaga pendidikan dan siswa yang berjauhan, kelangkaan pengajar berkualitas, dan lain lain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagaimana sistem pendidikan langsung atau konvensional, sistem pendidikan jarak jauh juga membutuhkan sarana prasarana penunjang pendidikan, agar tujuan umum pendidikan bisa diwujukan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Sarana penunjang biasanya berupa modul-modul pelajaran yang dikirim kepada peserta didik. Sarana bisa juga berbasis teknologi informasi. Munculnya teknologi informasi dan komunikasi pada pendidikan jarak jauh ini sangat membantu sekali. Seperti dapat dilihat, dengan munculnya berbagai pendidikan secara online atau web-school atau cyber-school, dengan menggunakan fasilitas internet. Pendekatan sistem pengajaran yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengajaran secara langsung (real time) ataupun dengan cara menggunakan sistem sebagai tempat pemusatan pengetahuan (knowledge). Hal ini memungkinkan terbentuknya kesempatan bagi siapa saja untuk mengikuti berbagai jenjang pendidikan sejak taman kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi (PT). Tidak seperti sistem pendidikan langsung, sistem pendidikan jarak jauh membutuhkan pengelolaan dan manajemen pendidikan yang “khusus”, baik dari sisi mahasiswa/peserta didik maupun dosen/pengajar agar tujuan pendidikan bisa terwujud. Pendidikan harus fokus pada kebutuhan instruksional peserta didik.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari sisi Dosen/pengajar, beberapa faktor yang penting untuk keberhasilan sistem pendidikan jarak jauh adalah perhatian, percaya diri pengajar, pengalaman, mudah menggunakan perlatan, kreatifitas, active learning, dan kemampuan menjalin interkasi dan komunikasi jarak jauh dengan peserta didik/mahasiswa. Juga memperhatikan hambatan teknis yang mungkin terjadi, sehingga pendidikan jarak jauh bisa berlangsung efektif.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari sisi mahasiswa/peserta didik, salah satu faktor yang penting adalah keseriusan mengikuti proses belajar mengajar di saat pengajar tidak berhadapan langsung dengan peserta didik. Pada level ini, keterlibatan dan kehadiran ‘orang-orang’ di sekitar, termasuk anggota keluarga memegang peranan penting dan strategis. Kehadirannya bisa mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar secara efektif, tapi sebaliknya bisa juga menjadi penghambat. Faktor yang lainnya adalah active learning dan komunikasi yang efektif. Partisipasi aktif peserta didik pendidikan jarak jauh mempengaruhi cara bagaimana mereka berhubungan dengan materi yang akan dipelajari.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keberhasilan sistem pendidikan jarak jauh ditunjang oleh adanya interaksi dan komunikasi yang efektif dan maksimal antara pengajar dan peserta didik, interaksi antara peserta didik dengan berbagai fasilitas pendidikan seperti mudul-modul pendidikan interaksi antara peserta didik dengan ‘orang-orang’ sekitarnya, dan adanya pola pendidikan aktif dalam masing-masing interaksi tersebut. Juga keaktifan dan kemandirian mahasiswa/peserta didik dalam pendalaman materi, mengerjakan soal-soal ujian, dan kreativitas mencari materi-materi penunjang dari sumber-sumber lain seperti internet atau digital-library.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karakteristik pendidikan jarak jauh (a) Ada keterpisahan yang mendekati permanen antara tenaga pengajar (pengajar/dosen) dari peserta ajar (peserta didik/mahasiswa) selama program pendidikan (b) Ada keterpisahan yang mendekati permanen antara seorang peserta ajar (peserta didik/mahasiswa) dari peserta ajar lain selama program pendidikan (c) Ada suatu institusi yang mengelola program pendidikannya dan (d) Pemanfaatan sarana komunikasi baik mekanis maupun elektronis untuk menyampaikan bahan ajar, serta (f) Penyediaan sarana komunikasi dua arah sehingga peserta ajar dapat mengambil inisiatif dialog dan mengambil manfaatnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keuntungan & manfaat (Benefit of Telecomputing for students) dari pendidikan jarak jauh dengan pemanfaatan internet sebagai media pendidikan (a) Real-time & on-demands online information, (b) Mobility access, fleksibel dan praktis (dapat dilaksanakan kapan saja sesui keinginan kita), (c) Menjangkau wilayah geografis yang luas, (d) User friendly, bebas repot dan ruwet, (e) Benefit in cost, mengurangi (menghemat) biaya pendidikan secara keseluruhan (infrastruktur, peralatan, buku-buku, perjalanan, pengadaan pendidikan dll), (f) Mengoptimalkan kualitas belajar, (g) Less administrative papers, (h) Dapat melengkapi aktivitas belajar konvensional, (i) Cara belajar yang aman dan sehat, (j) Alternatif media belajar dari anak-anak, remaja, dewasa sampai orang tua, belajar fleksibel tanpa terikat jadwal dan menyenangkan, (k) Melatih pembelajar lebih mandiri dan berkembang dalam ilmu dan pengetahuan, (l) Fleksibel memilih materi yang benar-benar kita inginkan dan hanya yang kita butuhkan, dan (m) Source ilmu dan informasi yang tidak terbatas (bahkan berlimpah), sehingga kuncinya bukan mendapatkan kesemuanya namun filtering yang kita butuhkan saja serta Menghemat waktu proses belajar mengajar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Media pembelajaran berbasis komputer dan Internet</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Definisi media pembelajaran. Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima. Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan (Criticos, 1996). Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, pengajar (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, peserta didik (komunikan), dan tujuan pembelajaran. Jadi, Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan peserta didik dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Seperti yang dirilis oleh pustekom dengan http://www.e-dukasi.net/ berikut:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengembangan media pembelajaran hendaknya diupayakan untuk memanfaatkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh media tersebut dan berusaha menghindari hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam proses pembelajaran. Secara rinci, fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut. (a). Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Dengan perantaraan gambar, potret, slide, film, video, atau media yang lain, siswa dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang benda/peristiwa sejarah. (b) Mengamati benda/peristiwa yang sukar dikunjungi, baik karena jaraknya jauh, berba¬haya, atau terlarang. Misalnya, video tentang kehidupan harimau di hutan, keadaan dan kesibukan di pusat reaktor nuklir, dan sebagainya. (c) Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda/hal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukurannya yang tidak memungkinkan, baik karena terlalu besar atau terlalu kecil. Misalnya dengan perantaraan paket siswa dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang bendungan dan kompleks pembangkit listrik, dengan slide dan film siswa memperoleh gambaran tentang bakteri, amuba, dan sebaginya. (d) Mendengar suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara langsung. Misalnya, rekaman suara denyut jantung dan sebagainya. (e) Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar diamati secara langsung karena sukar ditangkap. Dengan bantuan gambar, potret, slide, film atau video siswa dapat mengamati berbagai macam serangga, burung hantu, kelelawar, dan sebagainya. (f) Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk didekati. Dengan slide, film, atau video siswa dapat mengamati pelangi, gunung meletus, pertempuran, dan sebagainya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perangkat media pembelajaran. Yang termasuk perangkat media adalah: material, equipment, hardware, dan software. Istilah material berkaitan erat dengan istilah equipment dan istilah hardware berhubungan dengan istilah software. Material (bahan media) adalah sesuatu yang dapat dipakai untuk menyimpan pesan yang akan disampaikan kepada auidien dengan menggunakan peralatan tertentu atau wujud bendanya sendiri, seperti transparansi untuk perangkat overhead, film, filmstrip, dan film slide, gambar, grafik, dan bahan cetak. Sedangkan equipment (peralatan) ialah sesuatu yang dipakai untuk memindahkan atau menyampaikan sesuatu yang disimpan oleh material kepada audien, misalnya proyektor film slide, video tape recorder, papan tempel, papan flanel, dan sebagainya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Peningkatan kemampuan dan kesadaran pengajar untuk mengenal dan menguasi teknologi informasi termasuk penggunaan komputer tentunya hal yang positif sekaligus membanggakan dan mengisaratkan ‘peningkatan mutu’ dengan membuat media pembelajaran berbasis komputer sehingga lebih menarik, komunikatif, adaptif dan yang paling prinsip dapat mengubungkan anak didik pada pemahaman yang nyata dan bermakna.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perkembangan teknologi komonikasi dan informasi telah membuka kemungkinan yang luas untuk dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan. Hal ini disebabkan pesatnya teknologi komonikasi dan informasi yang sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Salah satu kebijakan yang dikeluarkan dan bisa dijadikan landasan dalam pendayagunaan ICT untuk pendidikan ialah Action Plan for the Development and Implementation of Information And Communication Technologies (ICT) in Indonesia. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Action plan berisi rencana pelaksanaan pendayagunaan telematika dalam bidang pendidikan selama 5 tahun (2001 -2005) menekanankan pada : (a) Pengembangan dan pengimplementasikan kurikulum (b) Pendayagunaan ICT sebagai bagian dari kurikulum dan sebagai media pembelajaran disekolah atau perguruan tinggi dan diklat. (c) Mewujudkan program pendidikan jarak jauh termasuk berpartisipasi dan bekerjasama dengan lembaga penyelenggara pendidikan jarak jauh di dunia. (d) Memfasilitasi pendayagunaan internet untuk meningkatkan efesiensi proses pembelajaran.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Contoh konkrit dalam pendayagunaan ICT adalah proses belajar dikelas yang menggunakan internet sebagai media pembelajaran Sebagai media yang diharapkan akan menjadi bagian dari suatu proses belajar di sekolah , internet diharapkan mampu memberikan dukungan bagi terselenggaranya proses komonikasi interaktif antara guru dengan siswa. Kondisi yang perlu didukung oleh internet berkaitan dengan strategi pembelajaran yang akan dikembangkan, yaitu sebagai kegiatan komonikasi yang dilakukan untuk mengajak siswa mengerjakan tugas-tugas dan membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan dalam rangka mengerjakan tugas-tugas tersebut. ( Boettcher 1999).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan paparan diatas, terlihat bagi kita bahwa teknologi informasi, khususnya internet memiliki peranan yang sangat penting dalam setiap dimensi pendidikan. Internet memberikan kontribusi yang sangat besar didalam membantu setiap dimensi yang ada untuk selalu mendapatkan informasi yang up to date. Jaringan internet merupakan salah satu jenis jaringan yang popular dimanfaatkan, karena internet merupakan teknologi informasi yang mampu menghubungan komputer di seluruh dunia, sehingga memungkinkan informasi dari berbagai jenis dan bentuk informasi dapat dipakai secara bersama-sama. Demikian juga dalam dunia pendidikan, berkat adanya jaringan internet, maka dapat membantu setiap penyedia jasa pendidikan untuk selalu mendapat informasi-informasi yang terkini dan sesuai dengan kebutuhan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Asep Saepudin (2003), menyatakan bahwa pada jenjang dan jalur pendidikan lain di mana proses belajarnya relatif masih konvensional (tatap muka), yang sesungguhnya sudah tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan pendidikan untuk masyarakat yang semakin kompleks, memerlukan inovasi dan media yang mampu menangulanginya. Adalah fakta bahwa pendidikan konvensional (tatap muka) tak mampu lagi memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat hampir di semua jenis dan jenjang. Keterbatasan ini dikarenakan oleh beberapa kendala, di antaranya. Pertama, kendala dari pihak pemerintah yaitu terbatasnya dana untuk menambah lahan, gaji tenaga pengajar, serta terbatasnya sumber daya manusia yang akan menjadi pengajar pada institusi yang akan dibangun. Kedua, kendala dari pihak peserta belajar (masyarakat) itu sendiri yaitu, selain jauhnya jarak tempat tinggal dengan pusat sekolah, juga sebagian besar di antara mereka telah bekerja. Berdasarkan pernyataan diatas, maka nampaklah bagi kita bahwa metode yang ada saat ini tidak lagi menjamin untuk menghasilkan kualitas sumberdaya manusia dalam dunia pendidikan. Hal ini menyebabkan perkembangan pendidikan yang ada sat ini cenderung tertinggal dibandingkan dengan Negara lainnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ironisnya, pengajar masih sedikit sekali menggunakan media internet ini sebagai media pembelajaran, kemungkinan disebabkan kurang pahamnya pengajar menggoperasikan komputer, sehingga timbul rasa keminderan dalam diri pengajar untuk mengajak peserta didiknya belajar dengan menggunakan media internet , padahal mau tidak mau kita tidak mungkin terhindar dari teknologi komonikasi dan informasi. Banyak hal yang dapat dilakukan seorang guru agar mampu menyesuaikan diri dalam era pembelajaran yang semakin canggih, terutama menggunakan media internet. , Kompetensipengajar harus lebih ditingkatkan, misal dengan mengikuti pelatihan yang berbasis komputer, kursus-kursus, dan studi sekolah agar lebih tanggap untuk mengirim guru-gurunya mengikuti pelatihan pelatihan, baik yang diselenggarakan oleh dinas pendidikan maupun sekolah- sekolah lain, dan memberikan kesempatan yang sama kepada guru-guru untuk dapat lebih aktif dalam mengikuti pelatihan yang berbasis komputer, serta mengadakan pelatihan komputer secara internal dilingkungan sekolah masing-masing. Bila hal itu dapat kita lakukan mudah-mudahan dapat sedikit mengurangi jumlah guru yang sangat elergi terhadap komputer, dan dapat melakukan proses belajar dikelas dengan menggunakan media internet.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan fasilitas yang dimilikinya, internet menurut Onno W. Purbo (1998) paling tidak ada tiga hal dampak positif penggunaan internet dalam pendidikan yaitu: (a). Peserta didik dapat dengan mudah mengambil mata kuliah dimanapun di seluruh dunia tanpa batas institusi atau batas negara. (b) Peserta didik dapat dengan mudah berguru pada para ahli di bidang yang diminatinya. (c). Kuliah/belajar dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa bergantung pada universitas/sekolah tempat si mahasiswa belajar. Di samping itu kini hadir perpustakan internet yang lebih dinamis dan bisa digunakan di seluruh jagat raya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pendapat ini hampir senada dengan Budi Rahardjo (2002). Menurutnya, manfaat internet bagi pendidikan adalah dapat menjadi akses kepada sumber informasi, akses kepada nara sumber, dan sebagai media kerjasama. Akses kepada sumber informasi yaitu sebagai perpustakaan on-line, sumber literatur, akses hasil-hasil penelitian, dan akses kepada materi kuliah. Akses kepada nara sumber bisa dilakukan komunikasi tanpa harus bertemu secara fisik. Sedangkan sebagai media kerjasama internet bisa menjadi media untuk melakukan penelitian bersama atau membuat semacam makalah bersama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Internet sebagai media pendidikan memiliki banyak keunggulan,. Namun tentu saja memiliki kelemahan; seperti yang disampaikan oleh Budi Rahardjo (2002) adalah infrastruktur internet masih terbatas dan mahal, keterbatasan dana, dan budaya baca kita masih lemah. Di sinilah tantangan bagaimana mengembangkan model pembelajaran melalui internet.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Guna menjembatani ketimpangan dan kelemahan diatas, maka kehadiran teknologi informasi, terkhususnya internet sangat penting dan mutlak dalam memenuhi kebutuhan dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, Asep Saepudin (2005) menyatakan beberapa manfaat kehadiran teknologi informasi terkhususnya internet: Pertama, hampir dapat dipastikan bahwa setiap kantor telah memiliki dan menggunakan komputer. Demikian juga pada setiap keluarga, terutama diperkotaan komputer sudah menjadi fasilitas biasa dan dapat dioperasikan oleh hampir semua anggota keluarga. Jumlah keluarga yang mempunyai komputer menunjukan peningkatan sebagai hasil kemajuan dari perkembangan ekonomi. Ini berarti bahwa jumlah masyarakat yang mempunyai akses terhadap komputer meningkat dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, program pendidikan berbasis komputer dapat dikembangkan untuk kelompok (masyarakat) ini. Kedua, proses penyampain materi ajar yang akan ditransformasikan kepada peserta belajar dapat lebih efektif dan efisien, karena di Indonesia sudah banyaknya dibuat software pendidikan oleh para pakar komputer, walaupun tergolong pada fase early stage dan bersifat sporadis dan belum terkoordinir dengan baik. Saat ini sudah banyak software pendidikan yang bermutu tinggi, namun biasanya software tersebut adalah buatan luar negeri sehingga muncul kendala baru yaitu masalah bahasa Inggris.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Strategi pembelajaran yang meliputi pengajaran, diskusi, membaca, penugasan, presentasi dan evaluasi, secara umum keterlak sanaannya tergantung dari satu atau lebih tiga model dasar dialog atau komunikasi sebagai berikut ( Boettcher, 1999) (a) komonikasi antara guru dengan siswa, (b) komonikasi antara siswa dengan sumber belajar, dan (c) komonikasi siswa dengan siswa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Apabila ketiga aspek tersebut dapat diselenggarakan dengan komposisi yang serasi, maka diharapkan akan terjadi proses pembelajaran yang optimal. Pakar pendidikan menyatakan bahwa keberhasilan pencapaian tujuan dari pembelajaran sangat ditentukan oleh keseimbangan antara ke3 aspek tersebut (Pelikan, 1992).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Institusi pendidikan yang akan menyelenggarakan pembelajaran berbasis internet biasanya menggunakan Web Enhanced Course , yaitu pemanfaatan internet sebagai penunjang peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar dikelas. Bentuk ini juga dikenal dengan nama Web life course , karena kegiatan pembelajaran utama adalah tatap muka dikelas antara pengajar dan peserta didik. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bila kita melihat konteks diatas maka, sekolah akan mampu menciptakan pembelajaran yang berbasis internet dengan melibatkan semua pihak, dan adanya keterbukaan serta mampu membuat program yang baik dengan melakukan kerjasama kepada semua pihak dan setiap guru mampu meningkatkan kompetensinya dalam penguasaan komputer, sehingga diharapkan dapat memanfaatkan media internet sebagai media pembelajaran di kelas/ di sekolah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena walau bagaimanapun kita tidak bisa terhindar dari globalisasi yang salah satunya adalah meningkatkan pembelajaran teknologi komonikasi dan informasi. Dengan demikian, terlihat bahwa media lain yang selama ini telah dipergunakan sebagai media pendidikan secara luas, internet juga mempunyai peluang yang tak kalah besarnya, dan bahkan mungkin karena keunikannya yang bisa mengakses segala informasi dari penjuru dunia. Internet bisa menjadi media pembelajaran yang paling terkemuka dan dipergunakan secara luas disekolah- sekolah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan pemahaman diatas, nampaklah bagi kita bahwa kehadiran internet dalam dimensi pendidikan merupakan suatu hal yang mutlak, dan sudah merupakan kebutuhan. Sebagai suatu kebutuhan, maka kehadiran internet pada dasarnya sangat membantu dunia pendidikan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih kondusif dan interaktif. Dimana para peserta didik tidak lagi diperhadapkan dengan situasi yang lebih konvensional, namun mereka akan sangat terbantu dengan adanya metode pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek pemakaian lingkungan sebagai sarana belajar. Oleh karena itu, Elangoan, 1999, Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997, dalam soekartawi (2003), menyatakan bahwa internet pada dasarnya memberikan manfaat antara lain: 1) Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. 2) pendidik dan peserta didik dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari; 3) Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. 4) Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. 5) Baik pengajar maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. 6) Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif; 7) Relatif lebih efisien</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Manfaat internet pada dasarnya tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan yang ada. Hal ini sangat tergantung pada institusi pendidikan, apalagi jikalau metode ini dipergunakan maka akan berimplikasi pada : 1) ketersediaan sarana pendukung yang harus menunjang; 2) ketersediaan jaringan internet yang memadai; 3) serta perlu pula didukung oleh tingkat kecepatan yang memadai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dilain pihak, Bullen, (2001), Beam, (1997), dalam Soekartawi (2003), menyatakan bahwa kelemahan penggunaan internet adalah : 1) Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar; 2) Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial; 3) Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan; 4) Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT; 5) Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal; 6) Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer); 7) Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan soal-soal internet.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan pemahaman diatas, maka nampaklah bagi kita bahwa internet pada dasarnya memiliki peranan yang cukup besar dan sangat penting dalam pengembangan pendidikan. Namun hal ini juga perlu ditunjang oleh ketersediaan sarana-prasarana yang mendukung, serta kesiapan pendidikan dan peserta didik untuk beradaptasi dengan teknologi internet.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Kesimpulan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada dasarnya internet memberikan kemudahan bagi kita didalam mengembangkan pendidikan dan pengajaran. Kehadiran internet untuk saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi siapa saja, tidak terbatas hanya pada pelaku bisnis, namun hal ini juga udah merambah dalam berbagai bidang, terutama dunia pendidikan. Namun untuk menjadikan internet sebagai basis pengajaran, kelemahan utamanya adalah ketersediaan sarana prasarana pendukung seperti jaringan internet, ketersediaan komputer, dan berbagai sarana lainnya yang mesti disediakan. Selain itu, perlu juga didukung dengan tingkat akses yang memadai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Internet bukanlah pengganti sistem pendidikan. Kehadiran internet lebih bersifat suplementer dan pelengkap. Metode konvensional tetap diperlukan, hanya saja dapat dimodifikasi ke bentuk lain. Metoda talk dan chalk dimodifikasi menjadi online conference.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Guna mencapai tingkat pembelajaran yang efektif, maka sudah semestinya setiap institusi pendidikan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Oleh karena itu, sudah saatnya kita perlu memikirkan pemanfaatan teknologi informasi internet dalam setiap pengembangan kurikulum dan bahan ajar di setiap sekolah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Daftar Pustaka</b></div><div style="text-align: justify;"></div><ul><li>Ahmad Rizali, Indra Djati Sidi, Satria Dharma, 2009, Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional, Jakarta : Grasindo.</li>
<li>Alim Bahri, Manfaat Elearning / E-Learning - Pembelajaran Online via Internet atau Intranet Services, http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?, Webpage diakses pada tanggal 15 September 2010.</li>
<li>Ardy Prasetyo, Pemanfaatan Internet Sebagai Media Pembelajaran, http://ardyprasetyo.wordpress.com, Webpage diakses pada tanggal 5 September 2010.</li>
<li>Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah</li>
<li>Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2003, Inovasi Pembelajaran.</li>
<li>Dwi Z. Sanjaya, S.Sos, Pembelajaran Berbasis Internet , Siapa Takut !</li>
<li>M. Basyiruddin Usman, H. Asnawir, 2002, Media Pembelajaran, Jakarta : Ciputat Press</li>
<li>P. Suparno, SJ., dkk., 2002, Reformasi pendidikan: sebuah rekomendasi, Penerbit Kanisius.</li>
<li>Yusufhadi Miarso, 1984, Teknologi komunikasi pendidikan: pengertian dan penerapannya di Indonesia, Jakarta: Rajawali.</li>
<li>Yusufhadi Miarso, 1986, Pu, Media pendidikan: pengertian, pengembangan dan Pemanfaatannya, Jakarta : Penerbit Rajawali.</li>
</ul><div style="text-align: justify;"></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-7554543059951014622010-01-01T02:55:00.000-08:002012-08-02T05:51:46.828-07:00Peningkatkan Kinerja melalui Orientasi Pembelajaran, Kerja Cerdas dan Kerja Keras<div style="text-align: center;"><div style="text-align: left;"><i>Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)</i></div><div style="text-align: left;"><i>Volume 1 No. 1, 1 Januari 2010 Hal : 39-46</i></div><br />
Lisda Rahmasari</div><div style="text-align: center;">Fakultas Ekonomi Universitas AKI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Abstract</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>High performance of salesperson is extremely needed by company to reach the sales successfulness. Learning orientation represents one of factor that influence the increasing salesperson performance. It happens because learning orientation can make salesperson works smart, and has selling ability, so that the performance of salesperson will elevate. The aim of this research is to analyze learning orientation factor which influence salesperson performance through working smart and working hard. This research applies a theoretical model and uses three hypotheses using Structural Equation Model (SEM). The result shows that learning orientation , working smart and working hard have a positive effect to a salesperson performance.</i></div><div style="text-align: justify;"><i><br />
</i></div><div style="text-align: justify;"><i>Key words : Learning orientation, working smart, working hard , salesperson performance</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketatnya persaingan antar perusahaan dalam era ekonomi global menuntut perusahaan untuk selalu menjadi yang terdepan dan terbaik dalam memberikanmpelayanan yang memuaskan kepada konsumen. Salah satu strategi perusahaan yang dapat digunakan sebagai salah satu cara mendukung keberhasilan perusahaan yaitu sumber dayaa manusia yang baik. Dalam hal ini tenaga penjual merupakan salah satu sumber daya manusia perusahaan yang cukup memiliki peranan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Tenaga penjualan merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan penting dalam mendukung keberhasilan perusahaan, karena tenaga penjualan merupakan pihak yang memiliki hubungan langsung dengan konsumen dalam mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian. Hanya saja untuk memiliki tenaga penjualan yang berkualitas masih sedikit perhatian yang diberikan perusahaan dalam manajemen tenaga penjualan. Menurut Colleti et al., (1997), penjualan perusahaan pada dasarnya memiliki siklus hidup dimana pada suatu saat penjualan akan mengalami penurunan yang mungkin disebabkan karena strategi penjualan yang tidak lagi sesuai dengan kondisi pasar. Keadaan tersebut mendorong perusahaan untuk mengimplementasikan strategi baru dalam manajemen penjualan perusahaan. Untuk itu diperlukan seorang tenaga penjual yang memiliki kinerja tinggi dalam mencapai keberhasilan perusahaan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Banyak penelitian-penelitian sebelumnya mengenai peran tenaga penjual dalam peningkatan kinerja penjualan. Selain itu juga terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang menguji faktor-faktor yang memiliki pengaruh dalam meningkatkan kinerja tenaga penjual itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Sujan et al., (1994) menyatakan bahwa untuk mencapai kinerja penjualan yang efektif diperlukan tenaga penjual yang memiliki tingkat kinerja yang tinggi. Kinerja tenaga penjual dikendalikan oleh tenaga penjual itu sendiri berdasarkan perilaku tenaga penjual dan hasil yang diperoleh tenaga penjual (Barker, 1999). Untuk dapat terus mengembangkan kemampuan dalam persaingan usaha, dibutuhkan suatu tambahan pengetahuan dan kemampuan untuk menyerap pengetahuan tersebut agar dapat diterapkan dalam pekerjaan. Pembelajaran adalah pengembangan dari pengetahuan baru atau kemampuan yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi perilaku (Slater dan Narver, 1995). Dengan memiliki orientasi pembelajaran yang kuat maka seseorang akan terus berusaha meningkatkan kemampuan yang dimilikinya untuk menunjang pekerjaannya dan memberikan hasil terbaik dari pekerjaannya. Hal inipun diharapkan dari para tenaga penjual yang ada apabila terus menerus belajar untuk mengembangkan kemampuan maka mereka akan dapat menjadi semakin terampil dan dapat meningkatkan kinerjanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Orientasi Pembelajaran</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orientasi pembelajaran adalah orientasi dari seseorang untuk berusaha memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dan penguasaan atas tugas-tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya (Sujan, Weitz & Kumar, 1994). Orientasi pembelajaran merupakan kemauan dan ambisi dari dalam individu sendiri. Dengan kondisi mempunyai orientasi balajar yang mengacu pada orientasi penguasaan akan sesuatu, seorang tenaga penjual akan menikmati proses pencarian teknik untuk menjual secara efektif.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orientasi pembelajaran merupakan investasi jangka panjang yang dimiliki perusahaan, karena dengan adanya orientasi pembelajaran tenaga penjual akan termotivasi untuk bekerja dengan cerdas dan bekerja keras dibanding hanya denganmemberikan imbalan dalam jangka pendek (Garvin 1993 dalam Sujan, 1994). Selain itu, orientasi pembelajaran juga membantu dalam memotivasi tenaga penjual untuk meningkatkan keahlian, mencari tantangan, dan memperoleh kepercayaan yang dapat membantu mereka dalam mengembangkan pengetahuan dalam lingkungan penjualan dengan lebih meningkatkan strategi penjualan yang lain. Dalam manajemen penjualan, orientasi pembelajaran merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam menghasilkan tenaga penjual yang memiliki kualitas tinggi (Sujan et al,1994, Ellis and Raymond,1993). Dengan adanya orientasi pembelajaran akan membuat tenaga penjual memperoleh pengalaman dan mereka akan lebih mudah menyesuaikan diri terhadap situasi dan kondisi penjualan yang dihadapi termasuk dalam usahanya meningkatkan kinerja. Orientasi pembelajaran berpangkal dari kepentingan instrinsik dalam kerja seseorang mengenai pilihan terhadap tantangan kerja, atau keinginan mencari peluang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orientasi pembelajaran dirujuk sebagai orientasi penguasaan, dimana tenaga penjual menikmati penemuan cara menjual yang efektif, sehingga tenaga penjual lebih tertarik terhadap tantangan dalam menjual dan tidak terlalu terganggu dengan kesalahan yang mungkin dilakukan, mereka menilai perasaan pertumbuhan personal dan keberhasilan yang merek dapatkan dari pekerjaa mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Kerja Cerdas (Working Smart)</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perilaku kerja yang berhubungan langsung dengan pengembangan pengetahuan mengenai situasi penjualan dan penggunaan pengetahuan dalam situasi penjualan didefinisikan sebagai kerja cerdas (working smart) (Sujan, Weitz & Kumar, 1996). Tenaga penjual yang kerja cerdas akan lebih mudah memahami perilaku seseorang dan lebih cepat dalam mengambil keputusan dengan pertimbangan yang matang, karena mereka memiliki pengetahuan penjualan yang baik disetiap situasi penjualan. Tenaga penjual yang working smart, dapat membuat perencanaan danmenentukan perilaku serta aktivitas penjual yang baik maupun tidak baik untuk dilakukan (Sujan, et al, 1994). Penelitian sebelumnya oleh Weitz H Sujan dan M Sujan (1988) juga menyatakan bahwa salah satu faktor kunci meningkatkan kinerja tenaga penjual adalah dengan membuat tenaga penjual kerja cerdas ketika melakukan interaksi dengan konsumen, karena bagaimanapun tenaga penjual merupakan pihak yang melakukan kontak langsung dengan konsumen. Menurut Sujan (1994), tenaga penjual yang mampu kerja dengan cerdas akan lebih mudah memahami perilaku seseorang dan lebih mudah dalam mengambil keputusan dengan cepat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang lebih matang, karena tenaga penjualan yang cerdas memiliki pengetahuan penjualan dalam setiap situasi penjualan. Dengan bekerja lebih cerdas, diindikasikan tenaga penjual mulai melakukan perencanaan dalam menentukan perilaku dan aktifitas penjualan yang pantas maupun tidak untuk dilakukan, dan mereka akan lebih dapat menyesuaikan perubahan perilaku penjualan dan aktivitas dengan pertimbangan situasional (Sujan dan Kumar, 1994) Sujan et al (1994), menyatakan bahwa perilaku kerja merupakan manifestasi kunci dari keseluruhan usaha tenaga penjual dan ketahanan mereka dalam hal lama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Waktu yang dicurahkan dalam bekerja dan usaha lanjutan yang dilakukan ketika mengalami kegagalan. Penelitian selanjutnya Sujan et al (1994), menyatakan bahwa perilaku kerja yang keras merupakan suatu cara yang dapat dipilih untuk menggali usaha. Perilaku kerja yang keras merupakan keseluruhan pendapatan yang diperoleh tenaga penjual atas pekerjaan yang telah mereka lakukan. Tenaga penjual yang mempunyai perilaku kerja keras yaitu, tenaga penjual yang selalu berupaya atau tidak mudah menyerah ketika mengalami kegagalan, dan selalu berusaha memanfaatkan setiap waktu yang ada untuk mencapai tujuan penjualannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Kerja Keras</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sujan et al (1994), menyatakan bahwa kerja keras merupakan manivestasi kunci dari keseluruhan usaha tenaga penjual dan ketahanan mereka dalam hal lama waktu yang dicurahkan dalam bekerja dan usaha lanjutan yang dilakukan ketika mengalami kegagalan.Tenaga penjual yang bekerja dengan keras menunjukkan tingkat tanggung jawab yang tinggi dari seorang tenaga penjual untuk bekerja lebih baik dari target job description yang diberikan perusahaan, hal tersebut akan berdampak positif bagi perusahaan karena tenaga penjualan memberikan pengorbanan atas kinerjanya untuk bekekerja lebih keras bagi perusahaan sehingga semakin tinggi kerja keras maka semakin tinggi kinerja tenaga penjual (Hasiholan, 1994).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada peneliti terdahulu Weitz, H. Sujan dan M.Sujan (1988) menyatakan bahwa kinerja tenaga penjual yang efektif pada suatu perusahaan tidak akan tercapai apabila tenaga penjual tidak bekerja dengan keras, karena tenaga penjualan memiliki hubungan yang kuat dengan seberapa keras mereka bekerja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Kinerja Tenaga penjual</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Definisi kinerja menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja, kinerja atau hasil kerja yang merupakan salah satu wujud dari hasil karya seorang pekerja. Hasil karya pekerja ini dapat berupa pencapaian terhadap kinerja yang telah ditetapkan ataupun hasil karya tersebut dibandingkan dengan hasil karya pekerja lainnya. Strategi manajemen pemasaran ditetapkan untuk menghasillkan kinerja pemasaran terbaik, yang merupakan ukuran prestasi dari sebuah aktivitas pemasaran secara menyeluruh dari sebuah organisasi. Ferdinand (2000) menyatakan bahwa kinerja pemasaran yang baik dinyatakan dalam tiga besaran utama, yaitu nilai penjualan, pertumbuhan penjualan, dan porsi pasar, yang pada akhirnya bermuara pada keuntungan perusahaan. Nilai penjualan menunjukkan rupiah ataupuan unit produk yang terjual, sedangkan pertumbuhan penjualan menunjukkan seberapa besar kenaikan penjualan produk yang sama dibandingkan satuan waktu tertentu, serta porsi pasar meunjukkan seberapa besar kontribusi produk menguasai pasar produk sejenis di banding kompetitor.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari penelitian Tansu Barker, (1999) menguji beberapa konstruk yang dapat meningkatkan kinerja tenaga penjual yang efektif. Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku tenaga penjualan meliputi kemampuan dan pengetahuan menjual ternyata memiliki pengaruh yang signifikan pada perusahaan yang berkinerja tinggi maupun rendah. Sedangkan dalam prilaku non penjualan, kemampuan menyesuaikan diri, dn rencana kunjungan juga menunjukkan signifikansi yang positif.Kinerja pemasaran yang baik menunjukkan tingkat penjualan yang tinggi, meningkatnya jumlah penjualan baik dalam unit produk maupun dalam satuan moneter. Membaiknya kinerja pemasaran ditandai dengan pertumbuhan penjualan yang baik dari tahun-tahun sebelumnya dan pertumbuhan yang lebih tinggi dari pesaing, serta memiliki porsi pasar yang lebih luas dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan kinerja pemasaran yang buruk ditandai dengan penurunannya penjualan, kemunduran penjualan dibanding tahun sebelumnya maupun kompetitor industri yang sama, dan menurunnya porsi pasar. Berkaitan dengan hal tersebut, Challagalla dan Shervani (1996) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kinerja tenaga penjualan adalah suatu tingkat dimana tenaga penjualan dapat mencapai target penjualan yang ditetapkan pada dirinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Metodologi Pernelitian</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Alat analisis yang digunakan untuk menguji model tersebut dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan bantuan program AMOS versi 6.0. Pengujian goodness of fit model dilakukan sebelum pengujian hipotesis penelitian. Pengujian goodness of fit dilakukan dengan melihat beberapa indeks goodness of fit, seperti absolute goodness of fit, incremental goodness of fit dan parsimony goodness of fit. Absolute goodness of fit merupakan indeks kelayakan yang paling berperan dalam model kausalitas berjenjang. Metode estimasi yang umum dalam SEM ialah estimasi kesamaan maksimum (maximum likelihood (ML) estimation).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Asumsi pokok untuk metode ini ialah normalitas multivariat untuk semua variable exogenous.. Dengan menggunakan Amos kita dapat mencocokkan model kita dengan data yang ada. Salah satu tujuan menggunakan Amos ialah menyediakan estimasi-estimasi yang paling baik terhadap parameter-parameter yang bervariasi sekali didasarkan dengan meminimalkan fungsi yang melakukan indeks seberapa baik model-model, serta dikenakan kendali-kendali yang sudah didefinisikan terlebih dahulu. Amos menyediakan pengukuran keselarasan model (goodness-of-fit) untuk membantu melakukan evaluasi kecocokan model. Setelah menelaah hasil-hasilnya maka kita dapat menyesuaikan model-model tertentu dan mencoba memperbaiki keselarasannya. Amos juga menyediakan model ekstensif untuk mencocokkan diagnosa- diganosa yang dibuat oleh peneliti. Membandingkan model-model dalam SEM merupakan metode dasar untuk pengujian semua hipotesis baik yang sederhana maupun yang kompleks.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Pembahasan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hasil pengujian hipotesis satu menunjukkan bahwa orientasi pembelajaran mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja tenaga penjual, hal ini mengindikasikan tenaga penjual yang mempunyai keinginan yang kuat untuk terus meningkatkan kemampuannya akan semakin menambah rasa percaya diri untuk bekerja dengan kemampuan terbaiknya melalui ide-ide yang dapat memberikan kontribusi yang baik, tenaga penjual cenderung bekerja dengan efektif dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan Sujan et al (1994) yang menunjukkan bahwa orientasi pembelajaran memiliki pengaruh yang signifikan dengan variable bekerja secara intelektual (working smart), dan bekerja secara intelektual memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja tenaga penjualan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hipotesis dua mengindikasikan bahwa kerja cerdas berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjual, hal ini dikarenakan tenaga penjual yang mampu kerja dengan cerdas (smart) akan lebih mudah memahami perilaku seseorang dan lebih mudah dalam mengambil keputusan dengan cepat berdasarkan pertimbangan – pertimbangan yang lebih matang, selain itu tenaga penjual yang cerdas memiliki pengetahuan penjualan dalam setiap situasi penjualan. Hal ini mendukung penelitian Sujan et al., (1994) dan Hasiholan (1994) yang menunjukkan bahwa kerja cerdas berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjual.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan hipotesis tiga mengindikasikan bahwa kerja keras berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjual, hal ini dikarenakan kerja keras merupakan keseluruhan pendapatan yang diperoleh tenaga penjual atas pekerjaan yang telah mereka lakukan. Tenaga penjual yang kerja keras, selalu berupaya atau tidak mudah menyerah ketika mengalami kegagalan, dan selalu berusaha mamanfaatkan setiap waktu yang ada untuk mencapai tujuan yaitu pencapaian target penjualannya. Hal ini mendukung penelitian Sujan et al., (1994) dan Hasiholan (1994) yang menunjukkan bahwa kerja keras berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjual.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Kesimpulan</b></div><div style="text-align: justify;"></div><ol style="text-align: justify;"><li>Berdasarkan hasil pengujian bahwa orientasi pembelajaran, kerja cerdas dan kerja keras mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja tenaga penjual . Hal ini mengindikasikan tenaga penjual yang mempunyai keinginan yang kuat untuk terus meningkatkan kemampuannya akan semakin menambah rasa percaya diri untuk bekerja dengan kemampuan terbaiknya melalui ide-ide yang dapat memberikan kontribusi yang baik, tenaga penjual cenderung bekerja dengan efektif dalam melaksanakan tugas-tugasnya.</li>
<li>Hasil-hasil dalam penelitian ini dan keterbatasan-keterbatasan yang ditemukan agar dapat dijadikan sumber ide dan masukan bagi pengembangan penelitian ini dimasa yang akan datang, maka perluasan yang disarankan dari penelitian ini antara lain adalah: menambah variabel independen yang mempengaruhi kinerja tenaga penjual, variabel yang disarankan adalah: usaha kerja, keterlibatan kerja, sikap kerja dan lain sebagainya.</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><b>Daftar Pustaka</b></div><ol style="text-align: justify;"><li>Bolton, Ruth N. And james H. Drew, (1991a), “A Multistage Model of CustomersAssessment of Service Quality and Value”, Journal of Consumer Research, Januari, 1-9.</li>
<li>Challagalla, Goutam N dan Tasaddug A Shervani, (1996), “Dimensions and Types of Supervisory Control: Effects on Salesperson Performance and Satisfaction”, Journal of Marketing, Januari, 89-105. Ferdinand, Augusty T. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Edisi II. Semarang: Bp Undip</li>
<li>Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BP Undip.</li>
<li>Slater, S.F & Narver, J.C, (1994), “Market Orientation and The Learning Organization,” Journal of Marketing, Vol.59, July.</li>
<li>Sujan, Harish, Barton A. Weitz, dan Nirmalya Kumar, (1994), “Learning Orientation, Working Smart, and Efective Selling”, Journal of Marketing, Vol.58, July, 39-52.</li>
<li>Taguchi, G., (1987), System of Experimental Design, (Vol. 1-2), UNIPUB/Kraus International Publication, N.Y: White Plains.</li>
<li>Tansu, AB, (1999), “Benchmark of Succesfull Salesforce Performance,” Canadian Journal of Administrative Science.</li>
</ol>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-89514411733750793762009-09-02T18:22:00.003-07:002012-07-30T18:33:07.515-07:00Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan PT. Nyonya Meneer Semarang)<i>Laporan Penelitian (2 September 2009)</i><br />
<div><i><br />
</i></div><div><div style="text-align: center;"><i>O</i>leh :</div><div style="text-align: center;"><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Mariana Kristiyanti, S.Kom, MM</div><div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari, SE, MM</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">ABSTRAKSI</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penelitian ini mengambil obyek penelitian pada PT. Nyonya Meneer Semarang yang bergerak dalam penjualan/pendistribusian Jamu. Perusahaan berusaha untuk merekrut karyawan yang potensial untuk dapat bekerja dengan baik, hal ini disebabkan karena karyawan tersebut berkaitan langsung dengan omset pendapatan yang dihasilkan perusahaan, sehingga karyawan tersebut sangat diperlukan perusahaan untuk mencapai target penjualan perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan PT Nyonya meneer Semarang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sampel yang diambil sebanyak 75 responden, dengan menggunakan accidental sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan secara kebetulan kepada karyawan bagian penjualan (sales) di PT. Nyonya Meneer Semarang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara parsial (individu) terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara Disiplin Kerja (X) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Dan terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara ada pengaruh yang positif dan signifikan antara Disiplin Kerja (X) secara simultan (bersama-sama) terhadap Kinerja Karyawan (Y).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saran-saran yang dapat diajukan dalam hal Disiplin Kerja adalah perlunya upaya pimpinan untuk memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan disiplin kerja karyawan agar karyawan mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu sesuai dengan yang diharapkan pimpinan, perusahaan juga perlu mempertahankan kondisi kerja yang kondusif dimana rekan kerja di perusahaan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya, serta adanya pendelegasian pekerjaan yang sesuai antara kemampuan karyawan dengan beban kerja yang diberikan pimpinan kepada karyawan.</div><div style="font-style: italic;"><br />
</div></div></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-61127356536654266812009-09-01T18:51:00.001-07:002012-07-30T19:26:33.842-07:00Strategi Pengembangan Sumber Daya Kelautan<i>Jurnal Sains dan Teknologi MARITIM<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>(ISSN : 1412-6828)<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span></i><br />
<i>Volume VIII, Nomor 1 September 2009 (Halaman 10-15)</i><br />
<div><br />
</div><div><div style="text-align: center;">Oleh :</div><div style="text-align: center;">Mariana Kristiyanti</div><div style="text-align: center;">Universitas AKI</div></div><div><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>Abstraksi</b></div><div><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>Pengalaman empiris telah membuktikan, bahwa kemampuan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya kelautan sangat penting untuk dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan bangsa dan masyarakat Indonesia. Sumberdaya Kelautan merupakan kekayaan alam yang memiliki peluang amat potensial dimanfaatkan sebagai sumberdaya yang efektif dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sangat tepat dan strategis jika pemerintah mulai sekarang memantapkan strategi pengembangan sumberdaya kelautan.</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>I. Pendahuluan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia banyak menghadapi berbagai kendala dan permasalahan. Kinerja pembangunan kelautan selama ini belum banyak memberikan kontribusi terhadap GDP (Gross Domestic Product) dan masih menyisakan masyarakat termiskin di negara yang memiliki potensi kelautan yang besar. Salah satu penyebab dari permasalahan ini adalah ketidak mampuan masyarakat dan bangsa Indonesia memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki, dan bila ditelusuri lebih lanjut, hal ini dikarenakan kurangnya informasi mengenai kelautan yang masih sangat lemah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Oleh karena itu, sangat tepat dan strategis jika pemerintah mulai dari sekarang memantapkan strategi pengembangan sumber daya kelautan. Hal ini mengingat eksistensi Indonesia sebagai Negara kepulauan (Archipelagic State) terbesar di dunia dengan luas laut 5,8 juta km2 dan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau yang dikelilingi oleh garis pantai sepanjang 81.000 km, pada dasarnya menjanjikan potensi pembangunan ekonomi dan sektor kelautan yang luar biasa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>II. Potensi dan Peluang Pengembangan Kelautan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Indonesia merupakan salah satu Negara bahari terbesar di dunia, karakteristik geografis Indonesia serta struktur dan tipologi ekosistemnya yang didominasi oleh lautan telah menjadikan Indonesia sebagai Mega-Biodiversity terbesar di Dunia. Sumber daya kelautan merupakan kekayaan alam yang memiliki peluang amat potensial dimanfaatkan sebagai sumber daya yang efektif dalam pembangunan bangsa Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sumber daya kelautan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu (1). Sumber daya dapat pulih, (2). Sumber daya tidak dapat pulih, (3). Sumber energi, dan (4). Jasa-jasa lingkungan kelautan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>1). Sumber daya dapat pulih</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Potensi sumber daya dapat pulih terdiri dari sumberdaya perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan bioteknologi kelautan. Dengan luas laut 5,8 juta km2, perairan Indonesia diperkirakan memiliki potensi lestari ikan laut sebesar 6,4 juta ton pertahun.Potensi tersebut terdiri dari ikan pelagis besar 1,65 juta ton, ikan pelagis kecil 3,6juta ton, ikan demersal 1,36 juta ton, ikan karang 145 ribu ton, udang peneid 94,8 ribu ton, lobster 4,8 ribu ton, dan cumi-cumi 28,25 ribu ton (Dahuri, 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain potensi perikanan tangkap, Indonesia memiliki potensi perikanan budidaya yang cukup besar. Berdasarkan hitungan sekitar 5 km dari garis pantai ke arah laut, potensi lahan kegiatan budidaya laut diperkirakan sekitar 24,53juta ha yang terbentang dari ujung bagian barat Indonesia sampai ke ujung wilayah timur Indonesia. Komoditas-komoditas yang dapat dibudidayakan pada areal tersebut antara lain : ikan kakap, kerapu, tiram, kerang darah, teripang, kerang mutiara, abalone, dan rumput laut. Pada tahun 2000, kegiatan budidaya laut (marikultur) mencapai produksi sebesar 994,962 ton dengan nilai sebesar Rp. 1,36 triliun berdasarkan nilai pada tingkat produsen (Statistik Budidaya Perikanan,2001).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Indonesia juga memiliki potensi pengembangan budidaya tambak yang cukup besar. Lahan utama yang potensial bagi pengembangan budidaya tambak terletak di daerah hutan bakau. Ditjen Perikanan (1999) memperkirakan potensi lahan pengembangan tambak di Indonesia mencapai 913.000 ha, sedangkan tingkat pemanfaatannya baru mencapai 344.759 ha atau sekitar 40 persen dari total potensinya. Komoditas-komoditas potensial yang dapat dibudidayakan adalah : udang windu, udang putih, udang api-api, udang cendana, ikan bandeng, baronang, belanak, dan ikan nila. Pada tahun 2000, kegiatan budidaya tambak baru mencapai produksi sebesar 430.017 ton atau sekitar 24 persen dari potensi lahan yang tersedia, apabila setiap 1 ha lahan menghasilkan produksi 2 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 7,46 triliun (Statistik Budidaya Perikanan,2001).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bioteknologi kelautan dapat memberikan kontribusi ekonomi yang besar bagi pembangunan bangsa Indonesia. Berbagai bahan bioaktif yang terkandung dalam biota perairan laut seperti Omega-3, hormone, protein dan vitamin memiliki potensi yang sangat besar bagi penyediaan bahan baku industry farmasi dan kosmetik. Diperkirakan lebih dari 35.000 spesies biota laut memiliki potensi sebagai penghasil bahan obat-obatan, sementara yang dimanfaatkan baru 5.000 spesies. Beberapa jenis obat atau vitamin yang diekstrak dari laut misalnya, minyak dari hati ikan sebagai sumber vitamin A dan D, insulin diekstrak dari ikan paus dan tuna, sedangkan obat cacing dapat dihasilkan dari alga merah. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>2). Sumber daya tidak dapat pulih</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sumberdaya tidak dapat pulih meliputi seluruh mineral dan geologi. Indonesia sebagai Negara maritim memiliki kandungan minyak dan gas bumi yang besar, berdasarkan data geologi, diketahui bahwa Indonesia memiliki 60 cekungan potensi yang mengandung minyak dan gas bumi. Dari 60 cekungan tersebut, 40 cekungan terdapat di lepas pantai, 14 cekungan berada di daerah transisi daratan dan lautan (pesisir) dan hanya 6 cekungan yang berada di daratan. Dari 60 cekungan tersebut diperkirakan dapat menghasilkan 84,48 milyar berel minyak, namun baru 9,8 milyar barel yang diketahui dengan pasti, sedangkan sisanya 74,68 milyar barel berupa kekayaan yang belum dimanfaatkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Meskipun cadangan minyak dan gas bumi Indonesia cukup besar, namun cadangan ini terbesar pada lokasi yang cukup jauh dari pusat konsumen dan jaringan pipa gas. Pada tahun 2005 diperkirakan Indonesia menjadi net importer untuk minyak bumi. Oleh karena itu intensifikasi kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi ladang-ladang minyak, penambangan sumber minyak, serta penguasaan teknologi penambangan di lepas pantai perlu segera ditingkatkan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>3). Sumber energi</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Energi kelautan merupakan energi non-konvensional dan termasuk sumberdaya kelautan non hayati yang dapat diperbaharui yang memiliki potensi untuk dikembangkan di kawasan pesisir dan lautan Indonesia. Keberadaan sumberdaya ini dimasa yang akan datang semakin signifikan manakala energi yang bersumber dari BBM (Bahan Bakaar Minyak) semakin menipis. Jenis energi kelautan yang berpeluang dikembangkan adalah ocean thermal energy conversion (OTEC), energy kinetic dari gelombang, pasang surut dan arus, konversi energi dari perbedaan salinitas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perairan Indonesia merupakan suatu wilayah perairan yang sangat ideal untuk mengembangkan sumber energi OTEC. Hal ini dimungkinkan karena OTEC didasari pada perbedaan suhu air laut permukaan dengan suhu air pada kedalaman 1 km minimal 200C. Hal ini terlihat dari banyak laut, teluk serta selat yang cukup dalam di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan OTEC. Salah satu pilot plant OTEC DIKEMBANGKAN DI PANTAI UTARA Pulau Bali.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sumber energi kelautan lainnya, antara lain energi yang berasal dari perbedaan pasang surut, dan energi yang berasal dari gelombang. Kedua macam energi tersebut juga memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Kajian terhadap sumber energi ini seperti yang dilakukan oleh BPPT bekerjasama dengan Norwegia di Pantai Baron, D. I Yogyakarta. Hasil dari kegiatan ini merupakan masukan yang penting dan pengalaman yang berguna dalam upaya Indonesia mempersiapkan sumberdaya manusia dalam memanfaatkan energi non konvensional. Sementara itu, potensi pengembangan sumber energi pasang surut di Indonesia paling tidak terdapat di dua lokasi, yaitu Bagan Siapi-api dan Merauke, karena di kedua lokasi ini kisaran pasang surutnya mencapai 6 meter.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>4). Jasa-jasa lingkungan kelautan</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pemanfaatan sumberdaya kelautan secara berkelanjutan juga dapat dilakukan terhadap jasa-jasa lingkungan, terutama untuk pengembangan pariwisata dan pelayaran. Dewasa ini pariwisata berbasis kelautan (wisata bahari) telah menjadi salah satu produk pariwisata yang menarik dunia internasional. Pembangunan kepariwisataan bahari pada hakekatnya adalah upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata bahari yang terdapat di seluruh pesisir dan lautan Indonesia, yang terwujud dalam bentuk kekayaan alam yang indah (pantai), keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dan berbagai jenis ikan hias yang diperkirakan sekitar 263 jenis.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada tahun 2002 pariwisata bahari menyumbang US$ 4,5 milyar atau menurun 16,5 persen dari tahun 2001 yang mencapai US$ 5,428 milyar (Media Indonesia,2002). Penurunan ini disebabkan oleh kondisi stabilitas nasional Indonesia terutama setelah ledakan bom di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 yang lalu. Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan bagi perkembangan dunia pariwisata pada khususnya, perekonomian Indonesia pada umumnya. Untuk membangkitkan kembali dunia pariwisata, perlu upaya serius dari setiap elemen masyarakat Indonesia untuk menciptakan suasana yang kondusif sehingga memberikan kenyamanan dan ketenangan di seluruh kawasan Indonesia. Selain itu perlu memperhatikan kekhasan, nilai jual dan peningkatan mutu komoditi pariwisata, sehingga dapat menarik masyarakat internasional untuk berkunjung ke Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Potensi jasa lingkungan kelautan lainnya yang masih memerlukan sentuhan pendayagunaan secara profesional agar potensi ini dapat dimanfaatkan secara optimal adalah jasa transportasi laut (perhubungan laut). Betapa tidak, sebagai Negara bahari ternyata pangsa pasar angkutan laut baik antar pulau maupun antar Negara masih dikuasai oleh armada niaga berbendera asing. Berdasarkan data yang ada, hampir 80 persen proses perpindahan barang dan jasa antar pulau menggunakan jasa perhubungan laut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>III. Sasaran Pengembangan Sumber Daya Kelautan</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pengembangan sumberdaya kelautan diarahkan pada pemanfaatan sumberdaya kelautan itu sendiri secara berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pesisir. Pengembangan sumberdaya kelautan tersebut diatas sebaiknya diarahkan pada :</div><div style="text-align: justify;"><ol><li>Penguasaan, pengembangan dan penerapan yang dibutuhkan dalam rangka optimasi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan Indonesia termasuk potensi dan karakteristik sumberdaya perikanan, rehabilitasi habitat ikan yang sudah rusak.</li>
<li>Penguasaan dan penerapan teknologi penangkapan ikan seperti bahan dan peralatan yang produktif dan efisien serta berwawasan lingkungan bagi pengembangan perikanan rakyat.</li>
<li>Penguasaan dan pengembangan serta penerapan budidaya laut termasuk sea ranching, baik untuk sumberdaya ikan yang sudah dapat dibudidayakan maupun yang belum.</li>
<li>Penguasaan dan pengembangan serta penerapan bioteknologi untuk budidaya, pengelolaan lingkungan pesisir, maupun untuk pertambangan, termasuk teknik ekstraksi bioactive substances atau marine natural product untuk industri pangan, obat-obatan dan kosmetika.</li>
<li>Penguasaan dan pengembangan dan penerapan prapanen dan pasca panen untuk mewujudkan industri pengolahan ikan yang mampu meningkatkan nilai tambah dan kualitas produk kelautan.</li>
<li>Penguasaan dan pengembangan teknik dan manajemen pemasaran produk perikanan yang lebih efisien, sehingga dapat meningkatkan posisi tawar di pasar dalam negeri dan luar negeri.</li>
<li>Penguasaan dan pengembangan serta penerapan teknologi eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam tidak dapat pulih (pertambangan), serta berwawasan lingkungan.</li>
<li>Penguasaan dan pengembangan serta penerapan teknologi pendayagunaan potensi sumberdaya energi non konvensional seperti OTEC, energi kinetik dari pasang surut dan gelombang laut yang berwawasan lingkungan.</li>
<li>Penguasaan,pengembangan dan penerapan teknologi pengelolaan limbah di kawasan pesisir dan lautan serta pengendaliannya.</li>
</ol><div><b>IV. Kesimpulan</b></div><div><br />
</div><div>Untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan sumberdaya kelautan yang baik, maka diperlukan pengembangan dan perbaikan mutu sumberdaya manusia yang handal dan profesional di bidang pengolahan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Pengembangan sumberdaya manusia hendaknya diarahkan untuk memenuhi kelemahan di bidang :</div><div><ol><li>Pengelolaan eksplorasi dan produksi sumberdaya alam;</li>
<li>Pengelolaan pencemaran;</li>
<li>Pengelolaan perubahan bentang alam, rekayasa dan konstruksi; dan</li>
<li>Pendekatan sistem dan interdisipliner untuk perencanaan dan pengelolaan secara terpadu.</li>
</ol><div><b>Daftar Pustaka</b></div></div><div><ul><li>Biro Pusat Statistik, 2001. Laporan perekonomian Indonesia 2002. Jakarta.</li>
<li>Brown, B.E, 1997. Integrated Coastal Management : South Asia. University of Newcastle Upon Tyne. United Kingdom.</li>
<li>Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan lautan Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.</li>
<li>Dahuri, R., 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah : Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor.</li>
<li>Pernetta, J. C. dan J. D. Milliman, 1995. Land-Ocean Interactions in the Coastal Zone : Implementation Plan. The International Geophere-Biosphere Programme. Stockholm.</li>
<li>Pigoselpi A, 2003, Strategi Pengembangan RISET dan Teknologi Sumberdaya Kelautan, IPB Bogor.</li>
<li>South Cross University, 1997. Coast Tourism : A Manual for Sustainable Development. Department of the Environment. Camberra.</li>
<li>UNESCO. 1993. COASTS : Managing Complex Systems. UNESCO Environment and Development Briefs.</li>
</ul></div></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-14254241651846400322009-04-09T22:54:00.001-07:002012-07-31T22:59:06.697-07:00Pengaruh Kreativitas dan Inovasi Wirausaha Terhadap Kinerja Pemasaran Dengan Orientasi Kewirausahaan Sebagai Variabel Intervening (Studi Kasus pada UKM Manufaktur di Semarang)<i>Laporan Penelitian, 10 April 2009</i><br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari SE,MM</div><div style="text-align: center;">Mariana Kristiyanti S.Kom,MM</div><div><br />
</div><div><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>ABSTRAKSI</b></div><div><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penelitian ini menganalisis pengaruh Kreativitas dan Inovasi Wirausaha Terhadap Kinerja Pemasaran dengan Orientasi Kewirusahaan Sebagai Variabel InterveningPopulasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah usaha manufaktur kecil danmenengah di Semarang yang berjumlah 100 industri. Alat analisis data yang digunakan adalah Structural EquationModelling (SEM) melalui program AMOS 5.0.Hasil analisis data menunjukkan bahwa model penelitian dapat diterima dengan goodness offit, seperti yang disyaratkan. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semua hipotesis dapat diterima setelah dilakukananalisis SEM. Hal ini berarti kretivitas dan inovasi wirausaha berpengaruh positifdan signifikan terhadap terhadap orientasi kewirausahaan,sedangkan orientasi kewirausahaan berpengaruh prositif terhadap kinerja pemasaran .Secara umum kesimpulan dari hasil pengujian model yang diterapkan pada usaha manufaktur kecil danmenengah di Semarang menunjukkan bahwa kinerja pemasaran dapat dicapaimelalui orientasi kewirausahaan dan orientasi kewirausahaan dapat dicapai dengan kreativitas dan inovasi wirausaha.</div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-86813789440089186692008-12-12T22:40:00.000-08:002012-07-31T22:46:52.807-07:00Analisis Pengaruh Harga, Lokasi, Pelayanan, Fasilitas dan Kredibilitas Terhadap Keputusan Konsumen Menggunakan Jasa Hotel di Semarang ( Studi Kasus pada Industri Perhotelan di Semarang )<i>Laporan Penelitian ( 12 Desember 2008 )</i><br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"></div><div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari SE,MM</div><div style="text-align: center;">Wuryanto</div><div><br />
</div><br />
<div style="text-align: center;"><b>ABSTRAKSI</b></div><div style="text-align: center;"><b><br />
</b></div><div style="text-align: justify;">Suatu hal yang juga harus dipertimbangkan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah memberikan kepuasan kepada konsumen dalam memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Perusahaan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan adalah perusahaan yang mampu menumbuhkan kepercayaan di hati pelanggan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan antara lain : harga, lokasi, pelayanan, fasilitas dan kredibilitas.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sampel penelitian diperoleh sebanyak 100 responden dengan menggunakan purposive sampling artinya pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan atau kriteria. Alat analisis yang digunakan antara lain uji validitas, uji realibilitas, dan uji hipótesis menggunakan structural equation modeling (SEM).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hasil pengujian hipotesis pertama diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara Harga terhadap Keputusan Penggunaan Jasa Hotel; hasil pengujian hipotesis kedua diperoleh bahwaterdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara Lokasi terhadap Keputusan Penggunaan Jasa Hotel; hasil pengujian hipotesis ketiga diperoleh bahwaterdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara Pelayanan terhadap Keputusan Penggunaan Jasa Hotel; hasil pengujian hipotesis keempat diperoleh bahwaterdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara Fasilitas terhadap Keputusan Penggunaan Jasa Hotel dan hasil pengujian hipotesis kelima diperoleh bahwaterdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara Kredibilitas terhadap Keputusan Penggunaan Jasa Hotel.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Saran-saran yang dapat diajukan di dalam penelitian ini antara lain : pihak hotel hendaknya memperhatikan harga sewa kamar hotel agar keputusan penggunaan jasa di hotel juga meningkat.Hasil tersebut mengindikasikan bahwa pihak hotel perlu memperhatikan hal-hal seperti penetapan harga sewa kamar yang murah dan sesuai dengan fasilitas yang dimiliki hotel.Pihak hotel juga perlu memperhatikan lokasi hotel agar menempati lokasi yang strategis, mudah dicapai oleh sarana transportasi seperti taksi, dan angkutan lain sehingga akan semakin meningkatkan keputusan penggunaan jasa di hotel.Pelayanan yang ramah, penampilan bersih dan rapi, ketrampilan karyawan untuk menghadapi suatu komplain dengan penyelesaian secara tepat dan cepat serta kecepatan dalam menanggapi apa yang dibutuhkan oleh konsumen hendaknya diperhatikan agar keputusan penggunaan jasa oleh para tamu dapat meningkat.Faktor fasilitas juga perlu diperhatikan oleh pihak hotel agar keputusan penggunaan jasa hotel dapat meningkat dengan memperhatikan hal-hal seperti: fasilitas yang lengkap yang tersedia di dalam kamar ataupun di luar kamar dalam area hotel tersebut, kondisi fisik fasilitas hotel yang terawat dan penataan dengan memperhatikan aspek keindahan dan kebersihan.Di samping itu, faktor kredibilitas hotel hendaknya diperhatikan dengan mempertahankan hal-hal seperti : kepercayaan konsumen terhadap citra perusahaan, pengakuan konsumen yang telah sudah membuktikan untuk tetap memilih produk layanan jasa hotel tersebut dan memperhatikan standar kualitas hotel yang telah dicapai melalui ISO.</div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-58883607259057676762008-09-08T18:33:00.001-07:002012-07-30T18:37:45.060-07:00Sosialisasi Tanggap Flu Burung Menggunakan Aplikasi MultimediaLaporan Penelitian (8 September 2008)<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">Oleh :</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Mariana Kristiyanti, S.Kom, MM</div><div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari, SE, MM</div><div><br />
</div><div style="text-align: center;">ABSTRAKSI</div><div><br />
</div><div style="text-align: justify;">Perkembangan teknologi informasi beberapa tahun belakangan ini berkembang dengan kecepatan yang sangat tinggi, sehingga dengan perkembangan ini telah mengubah paradigma masyarakat dalam mencari dan mendapatkan informasi, sehingga banyak sekali membawa perubahan-perubahan yang mengarah pada penyempurnaan dalam bidang-bidang tertentu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Salah satu upaya tersebut dikembangkan dalam bentuk sebuah aplikasi mengenai sosialisasi tanggap flu burung menggunakan elemen multimedia. Multimedia adalah media yang menggabungkan dua unsur atau lebih media yang terdiri dari teks, grafis, gambar, foto, audio, video dan animasi secara terintegrasi. Media ini dirancang dengan metode penyampaian melalui video atau animasi dengan suara pendukung. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Program sosialisasi tanggap flu burung ini diharapkan dapat membantu masyarakat terutama anak – anak mengenai pencegahan dan penyebaran virus flu burung. Dengan Program bantu sosialisasi tanggap flu burung yang di buat dengan menggunakan animasi 2 Dimensi ini, membuat materi yang disajikan lebih menarik karena bukan hanya berupa gambar diam (statis) akan tetapi juga gambar yang bergerak (dinamis).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: SV; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Tanggap Flu Burung dapat diintegrasikan dalam pembelajaran di Sekolah dan dirumah, anak-anak merupakan golongan yang rentan terhadap ancaman flu burung. Untuk itu, tanggap flu burung dengan mengintegrasikan ke dalam materi dan proses pembelajaran siswa.</span></div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3073853368849773364.post-62993273107435946072008-07-22T22:47:00.000-07:002012-07-31T22:53:00.705-07:00Analisis Pengaruh Orientasi Pembelajaran, Kerja Cerdas dan Kerja Keras Terhadap Kinerja Tenaga Penjual (Studi Kasus pada PT Yamaha Agung Motor di Semarang)<i>Laporan Penelitian, 22 Juli 2008</i><br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">Harto Listijo.SE.M.Kom</div><div style="text-align: center;">Lisda Rahmasari SE,MM</div><div><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>ABSTRAKSI</b></div><div><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kinerja tenaga penjual yang tinggi sangat diperlukan oleh perusahaanagar kesuksesan penjualan dapat tercapai. Orientasi pembelajaran merupakan salahsatu faktor yang memiliki pengaruh terhadap peningkatan kinerja tenaga penjual,karena dengan adanya orientasi pembelajaran dapat membuat seorang tenaga penjualmampu bekerja dengan cerdas, mamiliki kemampuan menjual, sehingga kinerjatenaga penjual akan meningkat.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor orientasi pembelajaranterhadap kinerja tenaga penjual malalui kerja cerdas, dan kerja keras yangdimilki oleh tenaga penjual . Populasi yang digunakan adalah seluruh tenaga penjual yang bekerja di dealer motor Yamaha PT Yamaha Agung Motor di Semarang.Model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalahmodel kausalitas atau hubungan atau pengaruh dan untuk menguji hipotesisyang diajukan, maka teknik analisis yang digunakan adalah SEM ( Structural Equation Modelling ) dari program AMOS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orientasi pembelajaran , kerja cerdas dan kerja keras berpengaruhpositif terhadap kinerja tenaga penjual.</div>LPPM Universitas AKI Semaranghttp://www.blogger.com/profile/16542099999883281202noreply@blogger.com0