Pengunjung

Kategori

Entri Populer

User Login


  • Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
  • Mecetak Sumber Daya Manusia yang kompetitif di dunia kerja.
  • Unggul dalam Pengetahuan dan Teknologi.
  • Membangun manusia Indonesia yang tangguh.

Jumat, 01 Januari 2010

Peningkatkan Kinerja melalui Orientasi Pembelajaran, Kerja Cerdas dan Kerja Keras

Majalah Ilmiah Informatika (ISSN : 1411-6413)
Volume 1 No. 1, 1 Januari 2010 Hal : 39-46

Lisda Rahmasari
Fakultas Ekonomi Universitas AKI

Abstract

High performance of salesperson is extremely needed by company to reach  the  sales successfulness. Learning orientation represents one of factor that influence the increasing salesperson  performance. It happens because learning orientation can make salesperson works smart, and has selling ability, so that the performance of salesperson will elevate. The aim of this  research is to analyze learning orientation factor which influence salesperson performance through working smart and working hard. This research applies a theoretical model and  uses three hypotheses using Structural Equation Model (SEM).  The result shows that learning orientation , working smart and working hard have a positive effect to a salesperson performance.

Key words : Learning orientation, working smart,  working hard , salesperson performance

Pendahuluan

Ketatnya persaingan antar perusahaan dalam era ekonomi global menuntut perusahaan untuk selalu menjadi yang terdepan dan terbaik dalam memberikanmpelayanan yang memuaskan kepada konsumen. Salah satu strategi perusahaan yang dapat digunakan sebagai salah satu cara mendukung keberhasilan perusahaan yaitu sumber dayaa manusia yang baik. Dalam hal ini tenaga penjual merupakan salah satu sumber daya manusia perusahaan yang cukup memiliki peranan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Tenaga penjualan merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan penting dalam mendukung keberhasilan perusahaan, karena tenaga penjualan merupakan pihak yang memiliki hubungan langsung dengan konsumen dalam mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian. Hanya saja untuk memiliki tenaga penjualan yang berkualitas masih sedikit perhatian yang diberikan perusahaan dalam manajemen tenaga penjualan. Menurut Colleti et al., (1997), penjualan perusahaan pada dasarnya memiliki siklus hidup dimana pada suatu saat penjualan akan mengalami penurunan yang mungkin disebabkan karena strategi penjualan yang tidak lagi sesuai dengan kondisi pasar. Keadaan tersebut mendorong perusahaan untuk mengimplementasikan strategi baru dalam  manajemen penjualan perusahaan. Untuk itu diperlukan seorang tenaga penjual yang memiliki kinerja tinggi dalam mencapai keberhasilan perusahaan.

Banyak penelitian-penelitian sebelumnya mengenai peran tenaga penjual dalam peningkatan kinerja penjualan. Selain itu juga terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang menguji faktor-faktor yang memiliki pengaruh dalam meningkatkan kinerja tenaga penjual itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Sujan et al., (1994) menyatakan bahwa untuk mencapai kinerja penjualan yang efektif diperlukan tenaga penjual yang memiliki tingkat kinerja yang tinggi. Kinerja tenaga penjual dikendalikan oleh tenaga penjual itu sendiri berdasarkan perilaku tenaga penjual dan hasil yang diperoleh tenaga penjual (Barker, 1999). Untuk dapat terus mengembangkan kemampuan dalam persaingan usaha, dibutuhkan suatu tambahan pengetahuan dan kemampuan untuk menyerap pengetahuan tersebut agar dapat diterapkan dalam pekerjaan. Pembelajaran adalah pengembangan dari pengetahuan baru atau kemampuan yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi perilaku (Slater dan Narver, 1995). Dengan memiliki orientasi pembelajaran yang kuat maka seseorang akan terus berusaha meningkatkan kemampuan yang dimilikinya untuk menunjang pekerjaannya dan memberikan hasil terbaik dari pekerjaannya. Hal inipun diharapkan dari para tenaga penjual yang ada apabila terus menerus belajar untuk mengembangkan kemampuan maka mereka akan dapat menjadi semakin terampil dan dapat meningkatkan kinerjanya.

Orientasi Pembelajaran

Orientasi pembelajaran adalah orientasi dari seseorang untuk berusaha memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dan penguasaan atas tugas-tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya (Sujan, Weitz & Kumar, 1994). Orientasi pembelajaran merupakan kemauan dan ambisi dari dalam individu sendiri. Dengan kondisi mempunyai orientasi balajar yang mengacu pada orientasi penguasaan akan sesuatu, seorang tenaga penjual akan menikmati proses pencarian teknik untuk menjual secara efektif.

Orientasi pembelajaran merupakan investasi jangka panjang yang dimiliki perusahaan, karena dengan adanya orientasi pembelajaran tenaga penjual akan termotivasi untuk bekerja dengan cerdas dan bekerja keras dibanding hanya denganmemberikan imbalan dalam jangka pendek (Garvin 1993 dalam Sujan, 1994). Selain itu, orientasi pembelajaran juga membantu dalam memotivasi tenaga penjual untuk meningkatkan keahlian, mencari tantangan, dan memperoleh kepercayaan yang dapat membantu mereka dalam mengembangkan pengetahuan dalam lingkungan penjualan dengan lebih meningkatkan strategi penjualan yang lain. Dalam manajemen penjualan, orientasi pembelajaran merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam menghasilkan tenaga penjual yang memiliki kualitas tinggi (Sujan et al,1994, Ellis and Raymond,1993). Dengan adanya orientasi pembelajaran akan membuat tenaga penjual memperoleh pengalaman dan mereka akan lebih mudah menyesuaikan diri terhadap situasi dan kondisi penjualan yang dihadapi termasuk dalam usahanya meningkatkan kinerja. Orientasi pembelajaran berpangkal dari kepentingan instrinsik dalam kerja seseorang mengenai pilihan terhadap tantangan kerja, atau keinginan mencari peluang.

Orientasi pembelajaran dirujuk sebagai orientasi penguasaan, dimana tenaga penjual menikmati penemuan cara menjual yang efektif, sehingga tenaga penjual lebih tertarik terhadap tantangan dalam menjual dan tidak terlalu terganggu dengan kesalahan yang mungkin dilakukan, mereka menilai perasaan pertumbuhan personal dan keberhasilan yang merek dapatkan dari pekerjaa mereka.

Kerja Cerdas (Working Smart)

Perilaku kerja yang berhubungan langsung dengan pengembangan pengetahuan mengenai situasi penjualan dan penggunaan pengetahuan dalam situasi penjualan didefinisikan sebagai kerja cerdas (working smart) (Sujan, Weitz & Kumar, 1996). Tenaga penjual yang kerja cerdas akan lebih mudah memahami perilaku seseorang dan lebih cepat dalam mengambil keputusan dengan pertimbangan yang matang, karena mereka memiliki pengetahuan penjualan yang baik disetiap situasi penjualan. Tenaga penjual yang working smart, dapat membuat perencanaan  danmenentukan perilaku serta aktivitas penjual yang baik maupun tidak baik untuk dilakukan (Sujan, et al, 1994). Penelitian sebelumnya oleh Weitz H Sujan dan M Sujan (1988) juga menyatakan bahwa salah satu faktor kunci meningkatkan kinerja tenaga penjual adalah dengan membuat tenaga penjual kerja cerdas ketika melakukan interaksi dengan konsumen, karena bagaimanapun tenaga penjual merupakan pihak yang melakukan kontak langsung dengan konsumen. Menurut Sujan (1994), tenaga penjual yang mampu kerja dengan cerdas akan lebih mudah memahami perilaku seseorang dan lebih mudah dalam mengambil keputusan dengan cepat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang lebih matang, karena tenaga penjualan yang cerdas memiliki pengetahuan penjualan dalam setiap situasi penjualan. Dengan bekerja lebih cerdas, diindikasikan tenaga penjual mulai melakukan perencanaan dalam menentukan perilaku dan aktifitas penjualan yang pantas maupun tidak untuk dilakukan, dan mereka akan lebih dapat menyesuaikan perubahan perilaku penjualan dan aktivitas dengan pertimbangan situasional (Sujan dan Kumar, 1994) Sujan et al (1994), menyatakan bahwa perilaku kerja merupakan manifestasi kunci dari keseluruhan usaha tenaga penjual dan ketahanan mereka dalam hal lama.

Waktu yang dicurahkan dalam bekerja dan usaha lanjutan yang dilakukan ketika mengalami kegagalan. Penelitian selanjutnya Sujan et al (1994), menyatakan bahwa perilaku kerja yang keras merupakan suatu cara yang dapat dipilih untuk menggali usaha. Perilaku kerja yang keras merupakan keseluruhan pendapatan yang diperoleh tenaga penjual atas pekerjaan yang telah mereka lakukan. Tenaga penjual yang mempunyai perilaku kerja keras yaitu, tenaga penjual yang selalu berupaya atau tidak mudah menyerah ketika mengalami kegagalan, dan selalu berusaha memanfaatkan setiap waktu yang ada untuk mencapai tujuan penjualannya.

Kerja Keras

Sujan et al (1994), menyatakan bahwa kerja keras merupakan manivestasi kunci dari keseluruhan usaha tenaga penjual dan ketahanan mereka dalam hal lama waktu yang dicurahkan dalam bekerja dan usaha lanjutan yang dilakukan ketika mengalami kegagalan.Tenaga penjual yang bekerja dengan keras menunjukkan tingkat tanggung jawab yang tinggi dari seorang tenaga penjual untuk bekerja lebih baik dari target job description yang diberikan perusahaan, hal tersebut akan berdampak positif bagi perusahaan karena tenaga penjualan memberikan pengorbanan atas kinerjanya untuk bekekerja lebih keras bagi perusahaan sehingga semakin tinggi kerja keras maka semakin tinggi kinerja tenaga penjual (Hasiholan, 1994).

Pada peneliti terdahulu Weitz, H. Sujan dan M.Sujan (1988) menyatakan bahwa kinerja tenaga penjual yang efektif pada suatu perusahaan tidak akan tercapai apabila tenaga penjual tidak bekerja dengan keras, karena tenaga penjualan memiliki hubungan yang kuat dengan seberapa keras mereka bekerja.

Kinerja Tenaga penjual

Definisi kinerja menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja, kinerja atau hasil kerja yang merupakan salah satu wujud dari hasil karya seorang pekerja. Hasil karya pekerja ini dapat berupa pencapaian terhadap kinerja yang telah ditetapkan ataupun hasil karya tersebut dibandingkan dengan hasil karya pekerja lainnya. Strategi manajemen pemasaran ditetapkan untuk menghasillkan kinerja pemasaran terbaik, yang merupakan ukuran prestasi dari sebuah aktivitas pemasaran secara menyeluruh dari sebuah organisasi. Ferdinand (2000) menyatakan bahwa kinerja pemasaran yang baik dinyatakan dalam tiga besaran utama, yaitu nilai penjualan, pertumbuhan penjualan, dan porsi pasar, yang pada akhirnya bermuara pada keuntungan perusahaan. Nilai penjualan menunjukkan rupiah ataupuan unit produk yang terjual, sedangkan pertumbuhan penjualan menunjukkan seberapa besar kenaikan penjualan produk yang sama dibandingkan satuan waktu tertentu, serta porsi pasar meunjukkan seberapa besar kontribusi produk menguasai pasar produk sejenis di banding kompetitor.

Dari penelitian Tansu Barker, (1999) menguji beberapa konstruk yang dapat meningkatkan kinerja tenaga penjual yang efektif. Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku tenaga penjualan meliputi kemampuan dan pengetahuan menjual ternyata memiliki pengaruh yang signifikan pada perusahaan yang berkinerja tinggi maupun rendah. Sedangkan dalam prilaku non penjualan, kemampuan menyesuaikan diri, dn rencana kunjungan juga menunjukkan signifikansi yang positif.Kinerja pemasaran yang baik menunjukkan tingkat penjualan yang tinggi, meningkatnya jumlah penjualan baik dalam unit produk maupun dalam satuan moneter. Membaiknya kinerja pemasaran ditandai dengan pertumbuhan penjualan yang baik dari tahun-tahun sebelumnya dan pertumbuhan yang lebih tinggi dari pesaing, serta memiliki porsi pasar yang lebih luas dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan kinerja pemasaran yang buruk ditandai dengan penurunannya penjualan, kemunduran penjualan dibanding tahun sebelumnya maupun kompetitor industri yang sama, dan menurunnya porsi pasar. Berkaitan dengan hal tersebut, Challagalla dan Shervani (1996) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kinerja tenaga penjualan adalah suatu tingkat dimana tenaga penjualan dapat mencapai target penjualan yang ditetapkan pada dirinya.

Metodologi Pernelitian

Alat analisis yang digunakan untuk menguji model tersebut dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan bantuan program AMOS versi 6.0. Pengujian goodness of fit model dilakukan sebelum pengujian hipotesis penelitian. Pengujian goodness of fit dilakukan dengan melihat beberapa indeks goodness of fit, seperti absolute goodness of fit, incremental goodness of fit dan parsimony goodness of fit. Absolute goodness of fit merupakan indeks kelayakan yang paling berperan dalam model kausalitas berjenjang. Metode estimasi yang umum dalam SEM  ialah estimasi kesamaan maksimum (maximum likelihood (ML) estimation).

Asumsi pokok untuk metode ini ialah normalitas multivariat  untuk semua variable exogenous.. Dengan menggunakan  Amos kita dapat mencocokkan model kita dengan data yang ada. Salah satu tujuan menggunakan  Amos ialah menyediakan estimasi-estimasi yang paling baik terhadap parameter-parameter yang bervariasi sekali didasarkan dengan meminimalkan fungsi yang melakukan indeks seberapa baik model-model, serta dikenakan kendali-kendali yang sudah didefinisikan terlebih dahulu. Amos menyediakan pengukuran keselarasan model (goodness-of-fit) untuk membantu melakukan evaluasi kecocokan model. Setelah menelaah hasil-hasilnya  maka kita dapat menyesuaikan model-model tertentu dan mencoba memperbaiki keselarasannya. Amos juga menyediakan model  ekstensif  untuk mencocokkan diagnosa- diganosa yang dibuat oleh peneliti. Membandingkan model-model dalam SEM merupakan metode dasar untuk pengujian semua hipotesis baik yang sederhana maupun yang  kompleks.

Pembahasan

Hasil pengujian hipotesis satu menunjukkan bahwa orientasi pembelajaran mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja tenaga penjual, hal ini mengindikasikan tenaga penjual yang mempunyai keinginan yang kuat untuk terus meningkatkan kemampuannya akan semakin menambah rasa percaya diri untuk bekerja dengan kemampuan terbaiknya melalui ide-ide yang dapat memberikan kontribusi yang baik, tenaga penjual cenderung bekerja dengan efektif dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan Sujan et al (1994) yang menunjukkan bahwa orientasi pembelajaran memiliki pengaruh yang signifikan dengan variable bekerja secara intelektual (working smart), dan bekerja secara intelektual memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja tenaga penjualan.

Hipotesis dua  mengindikasikan bahwa kerja cerdas berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjual, hal ini dikarenakan tenaga penjual yang mampu kerja dengan cerdas (smart) akan lebih mudah memahami perilaku seseorang dan lebih mudah dalam mengambil keputusan dengan cepat berdasarkan pertimbangan – pertimbangan yang lebih matang, selain itu tenaga penjual yang cerdas memiliki pengetahuan penjualan dalam setiap situasi penjualan. Hal ini mendukung penelitian Sujan et al., (1994) dan Hasiholan (1994) yang menunjukkan bahwa kerja cerdas berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjual.

Berdasarkan hipotesis tiga  mengindikasikan bahwa kerja keras berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjual, hal ini dikarenakan kerja keras merupakan keseluruhan pendapatan yang diperoleh tenaga penjual atas pekerjaan yang telah mereka lakukan. Tenaga penjual yang kerja keras, selalu berupaya atau tidak mudah menyerah ketika mengalami kegagalan, dan selalu berusaha mamanfaatkan setiap waktu yang ada untuk mencapai tujuan yaitu pencapaian target penjualannya. Hal ini mendukung penelitian Sujan et al., (1994) dan Hasiholan (1994) yang menunjukkan bahwa kerja keras berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjual.

Kesimpulan
  1. Berdasarkan hasil pengujian bahwa orientasi pembelajaran, kerja cerdas dan kerja keras mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja tenaga penjual . Hal ini mengindikasikan tenaga penjual yang mempunyai keinginan yang kuat untuk terus meningkatkan kemampuannya akan semakin menambah rasa percaya diri untuk bekerja dengan kemampuan terbaiknya melalui ide-ide yang dapat memberikan kontribusi yang baik, tenaga penjual cenderung bekerja dengan efektif dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
  2. Hasil-hasil dalam penelitian ini dan keterbatasan-keterbatasan yang ditemukan agar dapat dijadikan sumber ide dan masukan bagi pengembangan penelitian ini dimasa yang akan datang, maka perluasan yang disarankan dari penelitian ini antara lain adalah: menambah variabel independen yang mempengaruhi kinerja tenaga penjual, variabel yang disarankan adalah: usaha kerja, keterlibatan kerja, sikap kerja dan lain sebagainya.
Daftar Pustaka
  1. Bolton, Ruth N. And james H. Drew, (1991a), “A Multistage Model of CustomersAssessment of Service Quality and Value”, Journal of Consumer Research, Januari, 1-9.
  2. Challagalla, Goutam N dan Tasaddug A Shervani, (1996), “Dimensions and Types of Supervisory Control: Effects on Salesperson Performance and Satisfaction”, Journal of Marketing, Januari, 89-105. Ferdinand, Augusty T. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Edisi II. Semarang: Bp Undip
  3. Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BP Undip.
  4. Slater, S.F & Narver, J.C, (1994), “Market Orientation and The Learning Organization,” Journal of Marketing, Vol.59, July.
  5. Sujan, Harish, Barton A. Weitz, dan Nirmalya Kumar, (1994), “Learning Orientation, Working Smart, and Efective Selling”, Journal of Marketing, Vol.58, July, 39-52.
  6. Taguchi, G., (1987), System of Experimental Design, (Vol. 1-2), UNIPUB/Kraus International Publication, N.Y: White Plains.
  7. Tansu, AB, (1999), “Benchmark of Succesfull Salesforce Performance,” Canadian Journal of Administrative Science.

0 komentar: